Resensi: Intelektual Sejati, Memajukan Bangsanya - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Resensi: Intelektual Sejati, Memajukan Bangsanya

Buku Peran Intelektual karya Edward W.Said. Sumber foto: tirtabuanamedia.co.id

Loading

APA itu seorang intelektual? Sejauh mana fungsinya bagi masyarakat Indonesia? Dua pertanyaan ini relevan menjadi titik berangkat refleksi bersama melihat realitas sosial akhir-akhir ini, khususnya lagak liguk segelintir orang berlabel “akademisi” atau “peneliti”, atau bergelar “doktor”. Salah satu referensi untuk menjawab dua pertanyaan tersebut adalah pandangan dari Edward W Said.

Edward W Said adalah seorang warga Amerika Serikat keturunan Palestina. Ia menulis satu buku berjudul Representations of Intellectuals (1993). Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Rin Hindryati P dan P Hasudungan Sirait dan diterbitkan oleh Penerbit Obor Indonesia lima tahun kemudian.

Dalam buku Peran Intelektual itu, Edward W Said benar-benar menantang kaum intelektual, termasuk intelektual di Indonesia. Bahkan ia memberikan cermin pada mereka supaya melihat keintelektualitasan yang sebenarnya. Esensi intelektual bagi Said sangat berbeda dengan apa yang dilazimkan di Indonesia.

Di negeri ini letak intelektualitas seseorang lebih-lebih merupakan produk dari media massa dan sikap “unik”-nya. Hal ini diafirmasikan oleh Franz Magnis Suseno dalam Pengantar buku ini. “Di Indonesia seorang yang tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun, barangkali dia hanya dosen di sebuah perguruan tinggi, namun memberikan pandangan keras, bahkan kasar terhadap pemerintah mendapat julukan intelektual. Lebih-lebih lagi  ketika orang seperti ini menjadi narasumber di media atau diwawancarai, dan hasil wawancara itu menjadi ‘headline’ di halaman pertama.” (hal. vii). 

Situasi di Indonesia menurut Magnis, sangat berbeda dengan media di luar negeri. Di sana jarang ditemukan seperti di negeri ini. Di negeri ini, orang-orang yang berpendapat berseberangan dengan pemerintah, lebih-lebih “berani” menguliti masa lalu orang yang pernah berkuasa, termasuk hal yang tidak relevan sekalipun bagi dirinya, semakin dikokohkan sebagai intelektual lewat frekuensi tampil  di media entah elektronik, entah di media cetak.

Bagi insan media di republik ini hal ini lebih menarik daripada berita tentang hal-hal yang mendorong dan memotivasi masyarakat untuk memajukan bangsa ini. Jadi, bukan prestasi dan ide yang brilian kaum terdidik untuk kemajuan bangsa ini sebagai dasar sebutan intelektual, tetapi frekuensi hadirnya di media dan sikapnya yang kontra di ruang publik.

Bagi Edward W Said, orang yang intelektual adalah pencipta sebuah bahasa yang mengatakan kebenaran sejati dan sumber gagasan cemerlang dan brilian bagi kemajuan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk memajukan bangsa. Dia adalah orang yang tidak mengedepankan akomodasi, melainkan progresivitas, bahkan oposisi.  

Karena itulah Said membedakan intelektual dari profesional, bahkan amatiran. Jika profesional menuntut penyesuaian batas-batas objektif dalam bidangnya, dan mengikuti hukum-hukum kekuasaan yang berlaku, demi kepentingannya, intelektual justru mengatasi semua itu. Intelektual tidak terdomestikasi. Ketika hal ini terjadi bagi seorang intelektual ia kehilangan label intelektualitasnya.

Orientasi intelektual adalah kebenaran dan keadilan. Intelektual juga tidak menjual diri untuk golongan atau kelompok tertentu. Ia justru menantang arus intrik-intrik politik. “Kalau Anda mau membela keadilan manusiawi dasar, Anda harus melakukannya bagi siapa saja, bukan hanya secara selektif bagi mereka yang didukung oleh orang-orang di pihak Anda, budaya Anda, dan bangsa Anda,” kata Edward W Said.

Bagi Said, intelektual tidak hanya memberi kritik terhadap penguasa demi terwujudnya keadilan dan kemajuan bangsanya, tetapi juga ia harus juga mengamini sifat “kongruen”, meminjam Stephen R Covey. Artinya apa? Gagasan yang disuarakan di ruang publik tercermin dalam dirinya sebagai yang pertama dan menjadi nilai-nilai anutan sendiri. Ia tidak omong sembarangan.

Bagi Edward Said kebebasan memang di urutan pertama, tetapi intelektual memperlihatkan tanggung jawab moral besar dan berorientasi bagi kemajuan bangsanya. Kritiknya bagi pemerintah, bukan atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok, apalagi berdasar kebencian tetapi benar-benar sebagai upaya menyatakan yang sebenarnya demi martabat bangsa.

Lebih lanjut Edward menyatakan bahwa intelektual tidak berada di menara gading, melainkan terlibat langsung dalam soal-soal kemasyarakatan yang sesungguhnya. Dalam hal ini mereka berperan sebagai benteng akal sehat masyarakat, bukan biang kerok pencipta kegaduhan atau pengadu domba.

Bagi Said, popularitas bukan tujuan bagi seorang intelektual, tetapi terwujudnya kemaslahatan dan kemajuan masyarakat berdasar kebenaran dan keadilan, bukan kepentingan dan perasaan. Singkatnya, tujuan intelektual adalah meningkatkan dan memajukan pengetahuan manusia. Ini telah diperlihatkan oleh orang-orang hebat seperti Socrates, JP Sartre, Julien Benda, Noam Chomsky, Romo Mangun, Gus Dur, Franz Magnis Suseno, dan tokoh lainnya.

Apa yang mau disampaikan Edward W Said dalam buku Peran Intelektual di atas merupakan hal  mendasar, lebih-lebih, sekali lagi melihat lagak liguk sejumlah orang yang merasa berlabel intelektual bertempel nama “peneliti”, “akademisi” atau “bergelar doktor”. Hakikat intelektual yang dipaparkan Edward W Said di atas sesungguhnya menggugah siapa saja yang masuk dalam status luhur bernama “intelektual/cendekiawan” itu dan mau berkaca.

Bagi pembaca, termasuk saya, gagasan cemerlang Edward W Said menjadi dasar untuk membedakan siapa intelektual sejati, yang disebut Said dengan intelektual berloyalitas lurus,  dalam arti tetap berpegang pada hakikat keintelektualitasan, dan siapa yang intelektual palsu, yang menjatuhkan dirinya pada level loyalitas politik, dengan perhatian utamanya pada selera partai atau kepentingan kelompok tertentu.

Cukup terang benderang bahwa intelektualitas atau kecendekiawan seseorang entah berjulukan “akademisi”, “peneliti”, “doktor” tidak terletak pada kuantitas frekuensi nongol di media massa, tetapi lebih-lebih gagasan dan pemikirannya yang mencerahkan dan memotivasi bangsa ini, lebih-lebih generasi muda untuk maju dan berpartisipasi. 

Selamat pagi para sahabat. Mari menggemakan semangat  intelektualitas sejati dengan ide-ide cemerlang dan gerakan-gerakan positif untuk kemajuan bangsa ini. Salam Bhinneka Tunggal Ika.

 

Judul : Peran Intelektual

Penulis : Edward W.Said

Pengantar : Franz Magnis-Suseno

Penerbit : Yayasan Obor Indonesia

Terbit : 2018

ISBN : 978-979-461-866-0

Tebal : ix + 112

Peresensi, Kasdin Sihotang

Dosen Filsafat Moral Unika Atma Jaya, Jakarta

Tinggalkan Komentar Anda :