JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Dana otonomi khusus (otsus) Papua membiayai pendidikan dinilai lebih banyak digunakan untuk anak-anak pejabat Papua kuliah di luar negeri. Naasnya, banyak sekolah di kampung-kampung di pedalaman Papua kekurangan bahkan ketiadaan guru.
“Bahkan ada anak yang sudah duduk di bangku SMP tetapi baru mulai belajar baca tulis. Jangankan bicara anak-anak, orang asli Papua baru belajar baca tulis setelah jadi pejabat negara,” ujar pemerhati masalah sosial Papua Steve Dumbon kepada Odiyaiwuu.com saat dihubungi di Jayapura, Papua, Kamis (3/8).
Mantan wartawan RCTI Biro Papua ini mencontohkan seperti yang dialami segelintir pejabat saat duduk sebagai anggota DPRD, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Majelis Rakyat Papua bahkan bupati. Para pejabat itu, lanjut Steve, baru mulai belajar baca tulis karena proses belajar-mengajar di daerah asalnya tidak berjalan karena berbagai alasan.
Potret buram pendidikan di sejumlah wilayah di kampung-kampung di Papua juga masih dalam kondisi memilukan meski Papua memiliki alokasi dana besar melalui Otsus. Misalnya, kata Steve, ada sekolah tetapi tidak ada guru. Ada guru tetapi bangunan sekolah tidak ada. Gaji guru tidak lancar.
“Ada berbagai persoalan serius pendidikan di tingkat dasar tetapi orang lebih suka kirim mahasiswa yang notabene anak-anak pejabat yang hidup di kota, keluar negeri untuk belajar atau kuliah,” lanjut Steve.
Pihaknya juga mengkritisi para wakil rakyat yang dinilai tidak tegas memainkan tugas dan fungsi formalnya mengawasi eksekutif dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran pendidikan yang digelontorkan melalui otsus.
“Wakil rakyat harus tegas dan keras terhadap evaluasi penggunaan dana otsus, terutama untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Pemanfaatan atau petuntukannya harus jelas. Di mana fungsi pengawasan, kontrol para wakil rakyat terhadap eksekutif? Gunakan hak itu untuk mengontrol pemerintah,” kata Steve tegas.
Pemerintah pusat menggelontorkan anggaran untuk Papua sebesar Rp 57,41 triliun tahun 2022. Sedangkan, Papua Barat sebesar Rp 27,24. Total dua provinsi itu sebesar Rp 84,7 triliun.
“Nilai ini naik dari 2020 yang sebesar Rp 79,7 triliun, tapi memang turun sedikit dari tahun lalu yang Rp 85,8 triliun karena ada belanja pusat yang disebut dana Pemulihan Ekonomi Nasional di 2021,” kata Direktur Direktur Dana Transfer Umum Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Adriyanto mengutip CNNIndonesia.com di Jakarta, Senin (17/1 2022).
Adriyanto merincikan, anggaran untuk Papua dan Papua Barat di 2022 tersebut terdiri dari Rp 12,9 triliun dana otonomi khusus (otsus), dana tambahan infrastruktur (DTI), dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 50,2 triliun, dan belanja kementerian atau lembaga sebesar Rp 21,6 triliun.
Ia menambahkan, pemerintah sedang menyusun Rencana Induk Percepatan Pembangunan (RIPP) Papua 2022-2041 yang berdasar pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.
“Kalau kita lihat di situ ada belanja kementerian atau lembaga yang sudah cukup besar di 2021, secara total ada Rp 21,6 triliun. Tentunya ini adalah menjadi tugas kita bersama yang akan dituangkan di Rancangan Induk Percepatan Pembangunan (RIPP) Papua bagaimana memastikan belanja kementerian dan lembaga benar-benar bisa disinergikan dengan belanja yang dilakukan pemerintah daerah,” katanya.
Adriyanto meminta agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah Papua tidak menjalankan dua program yang sama sehingga anggaran pemerintah dapat digunakan dengan efisien.
“Tentu kalau penjumlahan dana belanja besar itu baik, tapi kalau melakukan hal yang sama, terjadi kelebihan kegiatan, ini perlu kita jaga. Jadi jangan sampai ada kegiatan yang berlebihan sehingga menimbulkan inefisiensi dalam pelaksanaan proyek dan penggunaan anggaran,” katanya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)