Praktisi Hukum Minta Presiden Batalkan Pendirian Yonif TNI Penyangga Daerah Rawan di Tanah Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Praktisi Hukum Minta Presiden Batalkan Pendirian Yonif TNI Penyangga Daerah Rawan di Tanah Papua

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo usai membuka Papua Street Carnival di area Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Jumat 7 Juli 2023. Sumber foto: BMPI Sekretariat Presiden

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Presiden Republik Indonesia Joko Widodo diminta segera membatalkan pendirian Batalyon Infanteri (Yonif) TNI sebagai penyangga daerah rawan di lima daerah di tanah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. 

Pasalnya, langkah pembentukan Yonif tersebut selain bertentangan dengan tugas pokok TNI namun di lain sisi TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis pada proyek strategis nasional yang melanggar hak masyarakat adat Papua.

“Panglima TNI wajib menegakkan jati diri TNI terkait tentara profesional, yaitu tentara yang tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya serta mengikuti kebijakan politik negara,” ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay, SH, MH selaku kuasa hukum Marga Kwipalo, Gebze, dan Moiwend kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Jumat (4/10).

Selain itu, jati diri TNI terkait kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi dan diatur dalam Pasal 2 huruf d Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Emanuel juga menegaskan, Panglima TNI wajib menegakkan ketentuan ‘prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis’ sebagaimana diatur dalam Pasal 39 angka 4 Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

“Kami minta Menteri Pertanian Republik Indonesia segera menghentikan proyek strategis nasional di Merauke yang melanggar hak masyarakat adat Papua khususnya masyarakat adat Marind,” kata Emanuel Gobay, praktisi hukum putra asli Papua.

Emanuel mengatakan, proyek strategis nasional di Merauke dilakukan tanpa mengikuti mekanisme penanaman modal serta penyediaan tanah ulayat sesuai ketentuan. Pertama, penanam modal yang melakukan investasi di wilayah Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat.

Hak masyarakat dimaksud sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Ayat 2 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Kedua, perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat setempat sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Ayat 3 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Ketiga, penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya sebagaimana diatur dalam Pasal 43 Ayat 4 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. 

Emanuel menyebut, saat ini ada sepuluh perusahaan yang menjalankan proyek strategis nasional di Merauke, Provinsi Papua Selatan. Perusahan-perusahan dimaksud yaitu PT Global Papua Abadi yang menguasai lahan seluas 30.777,9 hektar di Distrik Tanah Miring dan Jagebob. 

Kemudian, PT Murni Nusantara Mandiri yang menguasai lahan seluas 39.579 hektar di Distrik Jagebob, Tanah Miring, dan Animha. Lalu, PT Andalan Manis Nusantara yang menguasai lahan seluas 60.000 hektar di Distrik Tanah Miring dan Animha dan PT Semesta Gula Nusantara yang menguasai lahan seluas 60.000 hektar di Distrik Jagebob dan Sota.

Selain itu, PT Berkat Tebu Sejahtera yang menguasai lahan 60.000 hektar di Distrik Jagebob dan Sota, PT Agrindo Gula Nusantara yang menguasai lahan 60.000 hektar di Distrik Eligobel, PT Sejahtera Gula Nusantara yang menguasai lahan 60.000 hektar di Distrik Ulilin.

Kemudian, PT Global Papua Makmur yang menguasai lahan 59.963,07 hektar di Distrik Ulilin dan Eligobel, PT Dutamas Resources International yang menguasai lahan 60.000 di Distrik Eligobel dan PT Borneo Citra Persada yang menguasai lahan 50.772,4 hektar di Distrik Malind, Kurik, dan Animha.

Emanuel berkesimpulan, proyek strategis nasional di Merauke melanggar hak masyarakat adat Papua khususnya masyarakat adat Marind yang dilindungi ketentuan Pasal 18 b Ayat 2 Undang Undang Dasar 1945 junto Pasal 6 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia junto Pasal 43 Ayat 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. 

“Proyek strategis nasional di Merauke melanggar hak masyarakat adat Papua khususnya masyarakat adat Marind sebagai pemilik wilayah ulayat Marind yang dijadikan tempat pengembangan proyek strategis nasional di Merauke karena telah melakukan aksi penolakan secara terbuka namun belum direspon oleh Presiden Republik Indonesia maupun Menteri Pertanian Republik Indonesia hingga saat ini,” ujar Emanuel. 

Emanuel menegaskan, sikap dan tindakan Panglima TNI meresmikan lima Batalyon Infanteri penyangga daerah rawan untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah di atas jelas mengarahkan anggota TNI melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan tugas pokok TNI. Prinsip tugas pokok TNI secara jelas telah diatur dalam Pasal 7 Ayat 1, Ayat 2 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2004 Tentara Nasional Indonesia. 

“Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara,” kata Emanuel. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :