TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Badan Pengurus Pusat Dewan Adat Suku Mee (DasMee) Kabupaten Mimika, Senin (8/12) merespon sejumlah kasus pembunuhan, pembegalan, pembacokan yang terjadi belakangan di kota Timika, Provinsi Papua Tengah.
Rentetan tindakan kekerasan tersebut dinilai merupakan murni kejahatan kriminal oleh pelaku dan bukan aksi yang melibatkan komunitas masyarakat tertentu. Bahkan aksi kekerasan tersebut dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab yang tak menginginkan situasi aman dan damai tercipta di tengah masyarakat.
“Kami perlu menyampaikan bahwa seluruh rangkaian tindakan kekerasan tersebut merupakan murni kejahatan kriminal, yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab, bukan perang antarsuku ataupun konflik komunal,” ujar Sekretaris Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Dewan Adat Suku Mee (DasMee) sekaligus Majelis Agama Suku Mee (MasMee) Mimika Pendeta Desesrius Adii, M.Th di Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Senin (8/12).
Pihak DasMee Mimika juga menegaskan menolak segala bentuk upaya provokasi, penyebaran isu, dan narasi sesat yang dialihkan oleh oknum-oknum tertentu yang menggiring, menjebak dan mengalihkan isu dan mengatasnamakan suku tentang kasus kriminal yang mereka lakukan.
Cara itu, kata Desesrius Adii, dipandang berpotensi memecah belah kerukunan antar-suku mempropokasi situasi baik melalui kelompok penyebar hoaks melalui media elektronik maupun media cetak.
“Kami mendukung penuh aparat penegak hukum dalam melakukan penyelidikan, penangkapan, dan proses hukum terhadap para pelaku kriminal, baik yang ada di Timika maupun kasus pembunuhan terhadap Pendeta Neles Peuki di Kapiraya. Kasus itu murni kasus kriminal dan oknum-oknum pelakunya segera ditangkap,” kata Desesrius Adii.
Pihaknya juga menegaskan, Timika adalah rumah bersama dan kerukunan antar-suku adalah fondasi penting yang harus dijaga secara konsisten. Pemerintah Kabupaten Mimika dan DPRD Mimika segera menyelesaikan perang saudara yang berkepanjangan di Kwamki Narama yang mengorbankan Pendeta Melkianus Wamang dan empat warga lainnya.
“Kami mengajak seluruh masyarakat Mee, baik yang tinggal di kampung-kampung di kota Timika maupun di tanah Papua, untuk tetap hidup dalam semangat kasih dan persaudaraan, saling menguatkan, dan tidak mudah terprovokasi oleh isu, fitnah atau informasi yang memecah belah serta menciptakan konflik ado domba,” ujar Desesrius Adii.
Selain itu, pihaknya mengharapkan agar tetap setia menjaga harga diri orang Mee. Bukan dengan kekerasan tetapi sikap bijak, kepala dingin, dan menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Kemudian, menolak segala bentuk kekerasan, pembalasan atau tindakan yang merugikan masyarakat luas. Kekerasan bukan jalan cara penyelesaian yang bermartabat orang Mee.
“Kami juga mengimbau untuk selalu mengutamakan dialog dan musyawarah dalam menyikapi persoalan apa pun, baik antar-individu, antar-kelompok maupun dengan suku-suku lain di Timika dan Papua. Kemudian, menjaga hubungan baik dengan semua suku, karena tanah Papua adalah rumah besar kita bersama, tempat semua anak bangsa hidup berdampingan,” katanya.
Selain itu, pihaknya mendukung upaya penegakan hukum terhadap segala tindakan kriminal yang meresahkan masyarakat, sembari mengingat bahwa perbuatan jahat adalah tindakan individu, bukan dalam identitas suku.
“Mari kita semua membangun kedamaian mulai dari keluarga, dengan saling mengasihi, mendidik anak-anak kita menjadi generasi Mee yang berani tetapi berhati damai. Pernyataan ini merupakan bentuk komitmen kita menjaga keamanan, persatuan, dan harmoni sosial di Timika. Timika yang aman adalah tanggung jawab kita bersama,” ujar Desesrius Adii. (*)










