Yudas Tebai, S.Pd, M.Si: Jejak Berliku Anak Kampung dari Mauwa Meraih Cita-cita - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
Sosok  

Yudas Tebai, S.Pd, M.Si: Jejak Berliku Anak Kampung dari Mauwa Meraih Cita-cita

Bupati Kabupaten Dogiyai periode 2025-2030 Yudas Tebai, S.Pd, M.Si. Sumber foto: Facebook: Wans Adii

Loading

SUARA teriakan itu menggema di langit Bineida, dusun mungil di Kampung/Desa Mauwa, Distrik Kamuu, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah. Udara dingin tanah Papua menusuk sumsum. Suasana dusun kecil itu terus berdenyut. Warga terus berkemas memulai aktivitas hariannya.

Mulai pukul 04.30 hingga pukul 05.00 WIT ada yang mulai buka suara (berteriak) sebagai sinyal bersiap diri berjalan kaki menuju sekolah. Tubuh belasan bocah itu didera dingin udara dusun mungil itu. Namun, hal itu tak membuat semangat mereka kendor. Suara teriakan adalah kode, sinyal agar Yudas bersama belasan temannya segera bersiap diri menuju SD YPPK Mauwa.

“Jam lima pagi, saya dan belasan teman lain harus sudah bergerak dari dusun kami menuju SD YPPK Mauwa. Jam tujuh pagi pelajaran di kelas sudah dimulai. Guru-guru kami saat ini sangat disiplin soal waktu. Karena itu, tak ada pilihan kami segera bergegas. Kata guru-guru, disiplin menjadi hal utama bila mau maju,” ujar Yudas kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta. 

Jarak menuju sekolah dasar itu terbilang jauh. Perjalanan sebelum sampai di sekolah menyeberangi tiga kali, sungai. Kala itu belum ada akses kendaraan. Jalan setapak. Yudas bersama teman-temannya tak boleh lengah agar waktu tempuh dua jam tepat mengingat pukul 07.00 WIT pelajaran dimulai. Udara pagi yang sejuk menjadi teman setia.

“Guru-guru kami dulu sangat keras dan ketat dalam mengajar dan mendidik kami. Mereka sangat disiplin soal waktu. Pertimbangannya, semua bidang studi (mata pelajaran) harus kami ikuti dengan baik. Saat itu, kami rame-rame berangkat ke sekolah dengan semangat tinggi. Begitu pelajaran selesai, kami juga pulang jalan kaki rame-rame,” kata Yudas mengenang masa-masa saat duduk di SD YPPK Mauwa tahun 1986-1992.

 Perhatian orangtua

Yudas mengaku, kedua orangtuanya, Antonius Tebai dan Antonia Dumupa, punya perhatian besar kepada dia bersama lima adiknya. Ayah seorang sosok pemberi teladan yang baik. Soal pendidikan, ia sangat peduli. Sebelum masuk SD, Yudas bersama adik-adiknya sudah diajar ayah terutama soal berhitung dan membaca.

“Bapa kami masuk SD dan lanjut SMP hingga tamat. Saat mau naik pesawat untuk melanjutkan SPG di Jayapura, tapi dia tidak jadi berangkat karena mamanya tidak sempat beli tiketnya. Bapa saya marah lalu pulang melampiaskan emosinya dengan babat tanaman di kebun miliknya yang baru ditanam,” kisah Yudas.

 Meski kesal, kata Yudas, ayah dan ibunya tidak kehilangan orientasi soal pendidikan. Sang ayah kemudian masuk Sekolah Penyuluh Lapangan (SPL) Yayasan P5 di Epouto tahun 1978. Yayasan ini didirikan tahun 1968 oleh Pastor Sjiel Julianus Coenen, OFM, seorang imam dari Ordo Fratrum Minorum (OFM) atau Saudara Dina. Bagi sang ayah, kata Yudas, pendidikan menjadi garansi masa depan yang lebih cerah.

“Setelah tamat dari sekolah SPL, bapa menjadi orang pertama yang menerima sapi dari Epouto lalu dibawa ke Mowanemani. Bapa juga mendapat bantuan-bantuan lain untuk memberdayakan potensi masyarakat. Beliau mulai pelihara sapi di Mowanemani. Bapa dan ibunya tipikal pekerja keras sehingga hasil dari menjual sapi, kami semua dibiayai selama sekolah,” ujar Yudas, anak pertama dari enam bersaudara.

Yudas mengisahkan, ayah dan ibunya sangat rindu melanjutkan sekolah di SPG di Jayapura agar kelak menjadi guru lalu mengabdi di kampung halaman. Kandas jalannya mewujudkan mimpi menjadi guru, sang ayah malah banting stir memelihara sapi. Meski demikian, kata Yudas, ayahnya tidak patah arang mewujudkan mimpi anak-anaknya meraih pendidikan lebih baik demi masa depan mereka karena mimpinya kandas di tengah jalan.

“Bapa saya punya kerinduan agar di antara kami semua anaknya, ada yang bisa jadi guru. Selain itu, bapa juga merindukan agar salah seorang anaknya sekolah di bidang peternakan agar bisa melanjutkan karyanya. Bapa punya mimpi, meski gagal jadi guru tapi sukses mengurus ternak sehingga beliau sangat berharap agar dua anaknya kelak bisa jadi guru dan peternak,” kata Yudas.

Meraih mimpi

Yudas mengaku, setelah tamat SD YPPK Mauwa, ia kemudian tahun 1992 ia melanjutkan sekolah di SMP YPPK Santo Fransiskus Mowanemani tahun 1992 hingga lulus tahun 1995. Yudas kemudian masuk SMA Adhi Luhur Nabire hingga lulus tahun 1998. Prestasi akademiknya terbilang bagus sehingga ia masuk jurusan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura tanpa tes.

“Setelah lulus SMA Adhi Luhur, saya salah satu dari lima orang masuk kategori Siswa Lokal Berpotensi atau SLB. Para siswa berprestasi ini diseleksi dari seluruh SMA di Papua. Saat itu saya juga lulus tes jurusan Bahasa Arab di IKIP Manado dan jurusan Bahasa Jerman di Universitas Sumatera Utara. Tapi, saat itu saya putuskan masuk Uncen dengan pertimbangan ada kemudahan biaya dari orangtua,” kata Yudas.

Yudas mengaku, ia memilih masuk FKIP Uncen dengan pertimbangan biaya pasti sedikit murah. Keputusan kuliah keguruan itu juga untuk memenuhi kerinduan ayahnya yang gagal naik pesawat ke Jayapura dari Nabire melanjutkan studi agar kelak menjadi guru. Kuliah di FKIP Uncen diakui Yudas diselesaikan tepat empat tahun.

“Tahun 1998 saya mulai kuliah dan selesai Maret 2003. Saat itu Pemerintah Provinsi Papua buka formasi guru kontrak lalu saya kemudian melamar. Ada tiga tawaran tempat yaitu Kabupaten Nabire, Paniai  atau Puncak Jaya. Saat tiga daerah itu disodorkan disampaikan bahwa Puncak Jaya adalah daerah konflik. Tanpa pikir panjang, saya memutuskan memilih Puncak Jaya. Setelah terima surat keputusan, saya langsung menuju Puncak Jaya dan mengajar di SMA Negeri 1 Mulia,” ujar Yudas.

Dewi fortuna memihak Yudas. Status sebagai guru kontrak di Puncak Jaya tak berjalan lama. Sejak berstatus guru kontrak mulai April hingga November 2003 ada formasi penerimaan CPNS. Seleksi berjalan mulus dan ia diterima sebagai CPNS formasi guru. Januari 2004 resmi jadi PNS di Puncak Jaya. Tahun 2007, bersama beberapa rekan mengikuti seleksi sertifikasi guru dan lulus. Dari semua rekan guru, ia adalah PNS termuda.

“Saya kemudian mengajar hingga tahun 2012. Saat itu, di era kepemimpinan Pak Bupati Lukas Enembe saya diminta untuk dipromosikan sebagai Kepala Seksi Kurikulum Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Puncak Jaya tetapi saya menolak. Saya memilih menjadi guru memenuhi kerinduan bapa saya agar mengajar dan mendidik anak-anak menyiapkan mereka sebagai calon pemimpin masa depan tanah Papua,” kata Yudas.

Pilihan bertahan sebagai guru juga beralasan. Yudas masih harus membantu ayah dan ibunya untuk ikut menambah biaya sekolah adik-adiknya. Maklum. Sejak jadi honorer sebulan ia menerima honor Rp 300 ribu per bulan. Kemudian, naik menjadi Rp. 1.500 ribu per bulan ditambah uang sertifikasi guru sehingga sedikit memudahkan membantu ayah dan ibunya membiayai pendidikan adik-adiknya. 

Tinggalkan Mulia

Kebijakan Pemerintah Pusat membuka kran moratorium memuluskan langkah Dogiyai menjadi daerah otonom baru (DOB) di tanah Papua. Awalnya, Yudas berat meninggalkan Puncak Jaya karena merasa cocok mengabdi sebagai guru di kabupaten itu. Ia juga sangat mencintai anak-anaknya saat berada di depan kelas. Orangtua murid dan masyarakat di Mulia juga sudah menganggap Yudas sebagai bagian keluarga besar. 

Yudas mengatakan, akhir 2012 mendapat telepon saudaranya yang mengabarkan ia sudah dilantik sebagai Kepala Seksi Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Dogiyai. Yudas merespon tak punya keinginan kembali ke Dogiyai karena sudah betah di Puncak Jaya, di tengah anak didik, orangtua murid, dan masyarakat Mulia. Yudas berat meninggalkan Puncak Jaya dan bertahan jadi guru. Dunia pendidikan diakuinya sangat mengasyikkan karena menjadi laboratorium penyemaian calon generasi cerdas anak-anak asli tanah Papua.

“Awalnya, saya sempat berpikir. Kalau tugas baru itu sesuai bidang tugas saya, tak masalah. Tapi kalau di tempatkan di luar bidang saya, pasti saya tolak. Setelah saya cek, ternyata saya ditempatkan di Bidang Statistik Bappeda Dogiyai sehingga tawaran saya terima. Saat hendak ke Dogiyai, para siswa palang pesawat Bandara Mulia. Mereka tidak mengijinkan saya pindah ke Dogiyai. Anak-anak sampai taro batu di ban pesawat karena menolak saya pindah ke Dogiyai,” kata Yudas.

Panggilan mengemban tugas dan kepercayaan di Dogiyai terus menggema. Meski sempat tak naik pesawat di Bandara Mulia, Yudas kembali ke rumahnya. Diam-diam, berbekal pakaian di badan, SK, dan ijazah Yudas naik ojek dari Mulia menuju Bandara Ilu. Jarak tempuh Mulia ke Ilu sekitar satu setengah jam. Tiba di Ilu, ia bermalam di rumah saudara. 

“Saat ngobrol saya tanya apa besok ada penerbangan ke Jayapura atau Nabire. Saudara saya mengabarkan, besok ada penerbangan ke Nabire sehingga saya langsung berangkat. Tiba di Nabire, keesokannya saya menuju Dogiyai dan melapor diri sebelum bertugas di kantor Bappeda. Jadi, sejak 2012-2017 saya berkantor di sana. Kemudian, 2017-2022, terjadi Pilkada dan sempat ada konflik di antara para senior maka saya memutuskan melanjutkan studi S2 di IPDN tahun 2013-2016,” ujar Yudas.

Usai merampungkan studi S2 di IPDN, tahun 2018-2024 Yudas mendapat tugas sebagai Kepala Dinas Pendidikan Dogiyai. Tugas dan kepercayaan di dinas itu dijalani kurang lebih tujuh tahun. Sejak menjadi DOB definitif tahun 2008, wajah Dogiyai terus menggeliat di semua sektor pembangunan.  Namun, sejak Dogiyai dipimpin caretaker hingga bupati dan wakil bupati definitif dua masa pemerintahan, masih butuh sentuhan tangan pemimpin lebih dalam yang menyatu dengan masyarakat dan seluruh komponen agar membawa daerah lebih maju.

“Saya memutuskan masuk bursa pilkada tahun 2024. Istri saya dan saudara-saudara saya menolak niat saya masuk bursa karena masa tugas sebagai ASN masih lama. Saya beri alasan. Burung saja bisa terbang ke sana kemari mencari makan untuk anaknya. Apalagi, kita manusia dikasi karunia akal budi oleh Tuhan. Jadi kalau saya berhenti dari ASN lalu tidak dipercaya masyarakat sebagai pemimpin, saya percaya Tuhan pasti menyediakan berkat lain sebagai bekal hidup,” kata Yudas. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Yudas Tebai, SPd, M.Si

Lahir : Mauwa, Dogiyai, 8 Juli 1979
Alamat : Dogiyai, Papua Tengah
Agama : Katolik

Pendidikan

  • SD YPPK Mauwa tahun 1986-1992
  • SMP YPPK Santo Fransiskus Mowanemani tahun 1992-1995
  • SMA Adhi Luhur Nabire tahun  1995-1998
  • S1 FKIP Universitas Cenderawasih, Jayapura tahun 1998-2003
  • S2 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Bandung tahun 2014-2017

Pengalaman 

  • Guru kontrak Pemda Papua di SMA Negeri 1 Puncak Jaya, 2003-2004
  • Guru ASN SMA Negeri 1 Puncak Jaya tahun 2004-2012
  • Kepala Seksi Bappeda Kabupaten Dogiyai tahun 2012-2017
  • Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Dogiyai tahun 2018-2024
  • Bupati Kabupaten Dogiyai periode tahun 2025-2030

Kursus dan Diklat

  • Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Kemendikbud tahun 2007-2007
  • Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kepemimpinan IV Badan Diklat Provinsi Papua tahun 2011-2011
  • Diklat Kepemimpinan III Badan Diklat Provinsi Papua tahun 2017-2017

Organisasi

  • Ketua Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Lembah Hijau Kamuu (FK-PMLHK) Jayapura tahun 2001-2003
  • Sekretaris II Ikatan Pelajar Mahasiswa Nabire (IPMN) Jayapura tahun 2001-2002
  • Wakil Ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Mee (Ipmee) Jayapura tahun 2002-2003
  • Koordinator Bidang Organisasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jayapura tahun 2000-2002
  • Bidang Pendidikan dan Pengembangan Karir Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jayapura tahun 2004-2010

Penghargaan

  • Guru Profesional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2009
  • Guru Daerah Terpencil Pemerintah Daerah Kabupaten Puncak Jaya tahun 2009

Publikasi

  • Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Respek Untuk Penanggulangan Kemiskinan Kampung Dikiyouwa, Distrik Kamuu, Kabupaten Dogiyai. Lembaga Pengkajian Masyarakat IPDN tahun 2016

Tinggalkan Komentar Anda :