Filep Wamafma dan Eddy Way Tampil Sebagai Pembicara Dalam Diskusi Terkait Otonomi Khusus Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Filep Wamafma dan Eddy Way Tampil Sebagai Pembicara Dalam Diskusi Terkait Otonomi Khusus Papua

Anggota DPD RI Dr Filep Wamafma, SH, M.Hum (kanan) dan Kepala Sub Bagian Pemerintahan dan Otonomi Khusus Bappeda Papua Eddy Way (kiri). Foto: Istimewa

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Papua Barat Dr Filep Wamafma, SH, M.Hum dan Kepala Sub Bagian Pemerintahan dan Otonomi Khusus Bappeda Provinsi Papua Eddy Way, Sabtu (12/2) tampil sebagai pembicara dalam diskusi terkait otonomi khusus Papua yang diselenggarakan secara virtual oleh Departemen Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik.

Selain Filep dan Eddy, tampil juga Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Theofransus Litaay, SH, LLM, Ph.D. Diskusi bertema Mengupas Landasan Filosofi Pembentukan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan Mekanisme Penganggaran.

Menurut Filep, kehadiran Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua masih menimbulkan pro-kontra, setuju atau tidak setuju atas otsus di tengah masyarakat.

Filep menambahkan, mereka yang setuju dengan otsus adalah mereka yang ada di tubuh pemerintah. Sedangkan yang tidak setuju adalah orang yang sangat konsisten dengan idealisme dan ideologi, tidak percaya eksistensi otsus itu sendiri.

“Inilah yang membuat saya coba melihat otsus Papua dalam konteks filsafat. Aneka pertanyaan muncul. Apakah dalam UU Otsus ada kata yang mengatakan ‘mencintai’ atau kalimat tentang ‘bijaksana’. Apakah UU Otsus adalah kebijaksanaan yang tepat untuk Papua? Ini merupakan pertanyaan yang bisa diteliti lebih jauh,” ujar Filep.

Atau sebaliknya, apakah UU Otsus dapat mewujudkan perlindungan pada orang Papua? Apakah UU Otsus mampu memberikan kewenangan kepada pemerintah dan rakyat untuk mengatur rumah tangganya sendiri?

“Filsafat ini hanya menemukan pertanyaan. Selanjutnya kita meneliti dan mencari kebenaran. Ini sebenarnya pertanyaan yang bisa dicari tahu oleh mahasiswa, bahkan bisa menjadi skripsi,” jelas Filep.

Filep menguraikan, dalam konteks UU Otsus, jika dilihat dari konsep dasar otonomi sebenarnya ada aturan yang mengatur diri sendiri, rumah tangga sendiri dan kewenangan yang ada dalam UU Otsus. Oleh karena itu, timbul pertanyaan apakah UU Otsus sudah mengakomodir semua aspek yang ada di Papua? Apakah UU Otsus sudah memproteksi hak-hak orang Papua?

“Inilah yang harus teman-teman cari dan temukan dalam UU Otsus. Saya sering bilang, ‘kita bicara Otsus bukan soal isi UU, tetapi mari kita bedah undang-undangnya’. Saya pikir diskusi ini merupakan salah satu bagian untuk kita melihat UU Otsus ini,” ujar Filep.

“Kita bisa lihat apakah UU Otsus ini sudah ada yang khusus atau tidak. Kalau sudah khusus apa yang khusus? Kalau tidak khusus, apa yang tidak khusus. Kita harus cari dalam penelitian untuk melihat UU Otsus di Papua,” lanjut Filep.

Mengenai otonomi manusia atau otonomi sekelompok masyarakat, kata Filep, UU Otsus Papua sebenarnya mengatur manusia. Manusia yakni manusia secara universal, kelompok, dan secara personal atau individu.

“Manusia secara person, individu, adalah orang asli Papua. Manusia secara kelompok, suku dan bangsa adalah masyarakat komunal. Sekarang timbul pertanyaan, apakah UU Otsus telah melindungi orang asli Papua? Apakah UU Otsus sudah mengakui hak-hak masyarakat adat di Papua? Silahkan diteliti,” kata Filep.

“Untuk mencari kebenaran ini harus kita teliti, tidak sebatas wacana atau opini. Kita harus meneliti aneka kebenaran ini. Filsafat memberikan ruang untuk kita meneliti tentang kebenaran. Mencari, mencari, dan mencari kebenaran,” ujarnya.

Sedangkan Eddy Way mengatakan, sebagai penyelenggara pemerintahan, tugasnya adalah mencari tahu suasana kebatinan yang tersembunyi, yang perlu direspon oleh penyelenggara pemerintah.

Dalam aspek kebijakan, kata Eddy, dalam UU Otsus hasil revisi adalah memotret atau melihat keadaan UU Otsus seperti melindungi dan menunjung tinggi harkat dan martabat.

“Otsus Papua mengangkat harkat dan martabat serta melindungi hak-hak dasar orang asli Papua, baik ekonomi, politik, sosial dan budaya dengan kepastian hukum, percepatan kesejahteraan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesinambungan keberlanjutan pembangunan,” kata Eddy.

Dalam konteks pemerintah, ujar Eddy, apa yang tercantum di dalam konsidiran UU Otsus harus masuk dalam logika menyusun semua dokumen perencanaan. Dengan demikian, ketika membicarakan dukungan perencanaan pembangunan yang disinkronkan dengan anggaran, akan terjadi hubungan timbal balik.

Ketua Departemen Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik Melkior Sitokdana mengatakan, pro dan kontra terhadap UU Otsus Papua telah berakhir. Karena itu, melalui diskusi yang digagas Pemuda Katolik menjadi pintu masuk bagaimana melihat peluang hadirnya UU Otsus Papua hasil revisi tersebut yang diikuti dengan langkah pemekaran sejumlah daerah otonom baru (DOB) provinsi di Papua untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama orang asli Papua.

“Kami sampaikan terima kasih semua narasumber dan semua peserta yang hadir. Semoga melalui diskusi ini kita bisa memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan implementasi UU Otsus di Papua,” ujar Melkor Sitokdana, dosen UKSW Salatiga dan putra asli Papua kelahiran Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :