Oleh Anselma Doo
Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua
PENDIDIKAN berhak didapatkan oleh setiap individu tanpa batas usia. Oleh karenanya pendidikan perlu ditangani dengan serius dan terus membenah. Sebab melalui pendidikan mampu mengasah individu menjadi dewasa dan mampu menyelesaikan masalah baik dalam kehidupan diri sendiri dan lingkungannya. Maka dengan demikian penerapan pendidikan selayaknya harus terus ditingkatkan lebih kususnya di Papua.
Pendidikan juga menjadi hak asasi setiap individu anak bangsa untuk mencerdaskan generasi penerus. Demikian dambaan anak bangsa tetapi selama ini dilihat dari penerapan pendidikan di Papua sangat jauh dengan pendidikan di luar Papua. Pada bagian ini pendidikan masih belum menyentuh masyarakat sampai pelosok Papua.
Dinas pendidikan kabupaten mesti melakukan monitoring di sekolah- sekolah. Salah satu contoh nyata di kabupaten Deiyai Dinas kurang melakukan monitoring ke sekolah-sekolah yang berakibat kurang seriusnya kepala sekolah menangani sekolah yang dipimpinnya. Akibat lain kepala sekolah kurang menetap di sekolah mengakibatkan aktivitas sekolah tidak berjalan dengan lancar.
Dinas kurang melakukan monitoring ke sekolah-sekolah maka tidak dapat melakukan pemerataan tenaga pendidik karena tidak tahu secara langsung apa yang terjadi di lapangan. Tenaga pendidik terlihat tidak terjadi pemerataan di semua sekolah. Sekolah-sekolah di pusat kabupaten tenaga pendidik PNS lebih banyak daripada sekolah di pedesaan kampung yang jauh dari kota kabupaten.
Jumlah pendidik di kota pusat kabupaten sekitar 10-15 lebih, sementara di sekolah pedesaan kampong terlihat 1-3 bahkan hanya satu orang guru. Tenaga PNS yang sedang bertugas sebagian besar sudah mendekati pensiun. Sementara ini untuk menutupi tenaga yang kurang diangkat guru-guru kontrak oleh pemerintah Pusat agar daerah bisa menempatkan sesuai kebutuhan daerah.
Selain itu juga sekolah sendiri berinisiatif mengangkat guru honor dan guru bantu yang bisa menutupi kekurangan guru sekalipun hanya tamatan SMA. Malah memprihatinkan lagi penempatan tenaga pendidik yang mengantongi ijazah yang dibeli secara ilegal atau ijazah palsu. Bahkan ada tenaga pendidik menunaikan tugas sebagai guru sekadar menggantikan saudaranya yang meninggal.
Tingkat kehadiran pengajar di sekolah sangat jauh dari harapan, lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakhadiran kepala sekolah. Guru PNS lebih banyak waktu ke kota kabupaten dengan segala urusan sekolah sementara yang aktif mengajar di sekolah hanya guru kontrak, honorer dan guru bantu. Ada suasana lain yang terjadibahwa guru kontrak, guru honorer aktif mengajar hanya ketika ada dana bantuan pemerintah dan setelah itu tidak mengajar berakibat pada menurunnya tingkat kehadiran anak.
Guru tidak mengajar karena honor pemerintah tidak lancar untuk disalurkan. Anak memilih tidak ke sekolah karena guru tidak efektif mengajar di sekolah. Ketika guru hadir di sekolah anak-anak tidak ada di sekolah. Siapa yang harus dipersalahkan jika terjadi demikian? Apakah pemerintah, kepala sekolah, guru, orang tua ataukah siswa?
Peranan penting
Pendidikan memegang peranan penting. Tidak seorangpun dapat membantah. Semua sependapat bahwa pendidikan menjadi alat sangat penting untuk meningkatkan mutu kehidupan. Oleh karena itu perlu mencari jalan keluar. Pemerintah perlu memperhatikan lebih serius.
Saat formasi pengangkatan pegawai negeri. Tenaga pendidik perlu melakukan formasi khusus sehingga semua sekolah dapat terisi dengan guru pegawai negeri. Tenaga-tenaga kontrak dan honorer yang sedang mengajar dengan latar belakang pendidikan sebagai guru diangkat menjadi pegawai negeri.
Pernyataan ini juga sudah tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Selanjutnya, Undang-undang Sisdiknas (2003:2) juga menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaliandiri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Undang-Undang Sistim Pendidikan (2003) jelas menyebutkan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Dari pengertian dan fungsi pendidikan di atas dapat dikatakan bahwa fungsi pendidikan itu merupakan suatu proses yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Pendidikan itu harus berjalan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia. Tanpa pendidikan tidak akan ada transformasi pengetahuan serta nilai-nilai dan norma sosial dari generasi tua ke generasi muda.
Cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa begitu indah yaitu menyelamatkan generasi bangsa. Namun, pendidikan dewasa ini khusnya di Deiyai masih melewati jalan terjal. Upaya untuk membangun pendidikan belum seutuhnya menyentuh subyek dan objek pendidikan di setiap satuan pendidikan.
Belum menyentuh
Kebijakan otonomi daerah sejalan dengan kebijakan desentralisasi pendidikan. Pemindahan kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah untuk mengelolah dan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan adil. Berjalannya otonomi daerah seiring dengan otonomi pendidikan tidak banyak menjawab atau belum menyentuh kebutuhan pendidikan di pedalaman Papua dan khususnya di Deiyai.
Menurut Hasbullah (2007:41) berhasil tidaknya otonomi daerah sangat ditentukan oleh tiga hal. Pertama, adanya komitmen dari pemerintah pusat untuk memberdayahkan daerah. Kedua, adanya itikad baik dari pemerintah dalam membantu keuangan daerah. Ketiga, adanya perubahan prilaku elit lokal untuk dapat membangun daerah. Masih terjadi kesenjangan proses pendidikan.
Efrizal Nazution dalam artikelnya tentang problematika pendidikan di Indonesia menulis bahwa pendidikan nasional dewasa ini merupakan subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis. Pendidikan dimasukkan dalam perebutan kekuasaan oleh partai-partai politik.
Hal ini mau menggambarkan bahwa pendidikan bukan lagi membangun manusia Indonesia tetapi untuk membangun kekuatan dari partai politik praktis tertentu yang berorientasi kepentingan golongan tertentu. Keadaan seperti ini sangat nampak di daerah pedalaman Papua. Banyak kepala daerah yang menempatkan pemimpin pendidikan di daerah dengan tidak memperhatikan profesinya di bidang pendidikan dan pengalaman kerja sebelumnya.
Sebaliknya, menempatkan orang-orang sesuai keberpihakan politik praktis lapangan dengan istilah bahasa gaul Papua, “ko kas isa berapa?, ko dukung sa kapan? Akibat dari menempatkan orang tidak sesuai profesi, maka terjadi kesenjangan pendidikan. Hal ini terlihat di Papua umumnya dan khususnya di kabupaten-kabupaten yang ada di daerah Meepago, Papua.
Alangkah baiknya pada dinas pendidikan kabupaten perlu menempatkan pemimpin pendidikan sesuai latar belakang pendidikan, profesi dan pengalaman kerja yang cukup. Selanjudnya, pemerintah melalui dinas terkait, perlu melakukan pemerataan tenaga pendidik, sarana, dan prasarana untuk semua sekolah.
Pemerintah perlu mengalokasikan dana untuk memberikan tunjangan khusus bagi pendidik yang aktif mengajar, baik berstatus PNS maupun yang honorer bahkan tenaga kontrak di daerah terisolir dan jauh dari kota kabupaten. Perluh melaksankan monitoring ke sekolah secara rutin untuk melakukan penilaian kelayakan yang melibatkan masyarakat dan siswa setempat. Pemerintah perlu selektif saat penerimaan pegawai. Pasalnya, ada banyak ijazah palsu bergelar sarjana pendidikan, yang digunakan hanya untuk menjadi pegawai negeri.