KPK Didesak Tindaklanjuti Dugaan Gratifikasi Kasus Mogok 8.300 Karyawan Freeport Indonesia - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

KPK Didesak Tindaklanjuti Dugaan Gratifikasi Kasus Mogok 8.300 Karyawan Freeport Indonesia

Gedung KPK RI Jalan Kuningan Persada, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Sumber foto: liputan6.com, 29 Desember 2015.

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua diminta segera menindaklanjuti pengaduan temuan dugaan gratifikasi dalam kasus mogok 8.300 buruh PT Freeport Indonesia (PTFI), perusahaan tambang dunia yang beroperasi di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. 

“Sejak menerima pengaduan gratifikasi dari PT Freeport Indonesia, oknum pegawai dinas terkait tidak pernah melapor ke KPK sesuai mekanisme Pasal 12c Ayat 1, Ayat 2, 3, dan 4 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (PBH) Papua Emanuel Gobay, SH, MH kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Senin (17/2).

Menurut Emanuel, kasus mogok kerja ribuan buruh PTFI yang terjadi sejak 1 Mei 2017 hingga 2025 sudah diketahui pihak Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Mimika dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM, dan Ketenagakerjaan Provinsi Papua. Tujuah hari sebelum mogok kerja pihak buruh sudah melayangkan surat pemberitahuan mogok kerja kepada Dinas Ketenagakerjaan Mimika. 

Surat pemberitahuan itu merujuk ketentuan Pasal 140 Ayat 1 Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan itu menyebutkan, sekurang-kurangnya dalam waktu tujuh hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja atau buruh dan serikat pekerja atau serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. 

Dengan demikian, Emanuel menyebutkan ada temuan dua tindakan dugaan gratifikasi. Pertama, dana Rp 29.621.200 yang diberikan PTFI kepada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM, dan Ketenagakerjaan Papua untuk kegiatan di Jakarta terkait nasib 8.300 buruh yang mogok kerja. 

Kedua, pemberian fasilitas berupa akomodasi dan transportasi senilai Rp. 62.452.400 kepada dinas yang sama sesuai hasil audit inspektorat tertanggal 21 Juni 2021 merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah tersebut menyebut, setiap PNS dilarang menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran disiplin PNS. 

Menurut Emanuel, apabila tindakan tersebut dikaji menggunakan rumusan Pasal 12b Ayat 1 dan Ayat 2 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki implikasi hukum.

Pertama, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan yang nilainya Rp 10.000.000,00 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi. 

Selain itu, yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

 Kedua, pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.

Menurutnya, sudah dapat disimpulkan sebagai dugaan tindakan gratifikasi tersebut adalah tindak pidana korupsi. Pasalnya, berdasarkan jumlah uang dalam dua tindakan ada dugaan gratifikasi. Pertama, dana Rp 29.621.200 yang diberikan PTFI kepada pihak Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM, dan Ketenagakerjaan Papua untuk kegiatan di Jakarta yang berkaitan dengan nasib 8.300 buruh mogok kerja. 

Kedua, pemberian fasilitas berupa akomodasi dan transportasi senilai Rp 62.452.400 kepada dinas yang sama diberikan jumlahnya di atas dari Rp 10.000.000,00 dan penerima gratifikasi sejak menerima gratifikasi tidak pernah melaporkan ke KPK sesuai mekanisme yang diatur dalam Pasal 12c Ayat 1, 2, 3, dan Ayat 4 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Emanuel menegaskan, berpijak dasar hukum dan analisa hukum di atas dapat disimpulkan bahwa pernyataan Vice President Corporate Communications PTFI Katri Krisnati mengatakan, PTFI berkomitmen kuat terhadap prinsip-prinsip anti korupsi dan anti gratifikasi dalam menjalankan kegiatan usahanya. 

Perusahaan memberikan dukungan kepada pihak eksternal bila telah menjalani proses kepatuhan yang ketat guna memastikan bahwa dukungan tersebut dapat diberikan sesuai dengan ketentuan perundangan dan kebijakan perusahaan. 

“Atas dasar itu KPK dan Kejati seharusnya wajib menjalankan tugasnya memberikan hak atas keadilan bagi warga negara yang menjadi korban atas tindak pidana korupsi dalam bentuk gratifikasi yang dilakukan oleh PTFI,” kata Emanuel. 

Menurut Emanuel, hal tersebut sesuai ketentuan pada Pasal 17 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyebut setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

“Pengurus mogok kerja melalui DPRD Mimika telah menyampaikan aduan dengan melampirkan hasil audit Badan Inspektorat Pemerintah Papua temuan tahun 2022 yang diduga adanya gratifikasi dari manajemen PTFI terhadap oknum pejabat Pemprov Papua dan Pemkab Mimika,” katanya. 

Dugaan gratifikasi manajemen PTFI, lanjut Emanuel, terkait penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara pihak manajemen PTFI dengan karyawan mogok kerja kepada Pelaksana Tugas Direktur Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V Imam Turmudhi saat Rakor dengan DPRK Mimika Provinsi Papua Tengah, bertempat di kantor DPRD Mimika, Rabu (12/2 2025) dengan harapan agar KPK dapat menindaklanjuti pengaduan dugaan tindakan korupsi berupa gratifikasi.

Menurut Emanuel, perwakilan pengurus mogok kerja PTFI melalui Fredo Ardo sudah mengajukan pengaduan dugaan tindakan korupsi berupa gratifikasi pada Kamis (13/2 2025) yang dilampiri hasil audit Inspektorat Pemprov Papua temuan tahun 2022 yang diduga adanya gratifikasi dari manajemen PTFI kepada oknum Pejabat Pemprov Papua dan Pemkab Mimika.

Dugaan adanya gratifikasi tersebut terkait penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara manajemen PTFI dengan karyawan mogok kerja yang tercatat dalam Tanda Terima Surat Masuk Kejaksaan Tinggi Papua dan diterima langsung petugas PTSP bernama Uut dengan harapan agar Kejati Papua dapat menindaklanjuti pengaduan dugaan tindakan korupsi berupa gratifikasi.

“Kami minta Kepala Kajati Papua segera menindaklanjuti pengaduan temuan gratifikasi yang dilakukan PTFI terhadap oknum pegawai Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM, dan Ketenagakerjaan Papua dalam kasus mogok kerja 8.300 buruh PT Freeport Indonesia,” ujar Emanuel.

Selain itu, pihaknya juga mendesak Penjabat Gubernur Papua dan Penjabat Bupati Mimika segera memberikan sanksi kepada tiga belas orang PNS Dinas Perdagangan, Koperasi, UMKM, dan Ketenagakerjaan Papua dan PNS Dinas Ketenagakerjaan Mimika yang terlibat dugaan gratifikasi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,” kata Emanuel. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :