Sekadar Testimoni untuk Generasi Muda Papua Ikut Meriahkan Hardiknas 2023 - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Sekadar Testimoni untuk Generasi Muda Papua Ikut Meriahkan Hardiknas 2023

Dr Methodius Kossay, SH, M.Hum, CPM, anak kampung dari pedalaman Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan dan alumni Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti

Loading

SELASA, 2 Mei kita semua merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Perayaan Hardiknas menarik sebagai salah satu momentum merefleksikan arti pendidikan. Sebagai generasi muda, saya kembali menjejaki kisah perjalanan pendidikan sekadar menjadi refleksi mini rekan-rekan generasi muda khususnya mahasiswa asal tanah Papua.

Perjalanan pendidikan formal saya, bermula di bangku Sekolah Dasar di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. Saat kelas V, hijrah ke Semarang, Jawa Tengah.

Saya meneruskan SMP, SMA hingga kuliah S1 dan S2 di Universitas Atmajaya Yogyakarta (UAY). Usai dari Yogyakarta, saya lulus tes pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti, Jakarta. Tepat 29 April 2023 saya wisuda di Jakarta Convention Center, Jakarta. Pusat.

Puji Tuhan, saya lulus dengan predikat Cum Laude.  Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,94, sesuatu yang jauh di luar bayangan saya. Dalam hati doa terdaras: Terima kasih, Tuhan. Engkau sungguh Ajaib. Saya anak Indonesia dari pedalaman Papua Engkau kabulkan doaku dalam segala hal.

Meski demikian, capaian akademik ini bukan bebas tantangan, cobaan. Selalu saja ada. Sebagai generai muda asli bumi Cenderawasih yang lahir di kampung, di pedalaman gunung, semangat saya menyalah-nyalah sehingga selalu saya hadapi. Satu tekad yang selalu saya gelorakan dalam hati: saya mesti berprestasi.

Proses perjalanan pendidikan di bangku SD sampai dengan lulus S3, sekadar saya bagikan, sharing kepada generasi muda Papua terutama adik-adik saya dari tanah Papua yang tengah kuliah meraih cita-cita. Pengalaman ini sekadar inspirasi, spirit dan motivasi dalam belajar dan berjuang menyelesaikan pendidikan formal.

Pesan orangtua

Dinamika perubahan di tanah Papua terus berubah. Perubahan tersebut tidak bisa terbendung. Perubahan juga tidak akan mengenal jalan pulang. Ia terus bergerak alamiah. Kita sebagai manusia harus berusaha dan beradaptasi dengan situasi dan keadaan apapun.

Sejak saya menempuh pendidikan isu-isu seperti pelanggaran HAM dan kegagalan pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, kesehatan dan pendidikan di tanah Papua selalu menghantui pikiran dan terus mengisi ruang rasio saya.

Di situlah sumber motivasi, dorongan bagi saya untuk bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu. Jika tidak dimaknai secara positif dan tidak berhati-hati justru hal tersebut menjadi boomerang bagi diri saya sendiri.

Bahkan kuliah saya juga bergerak biasa-biasa, tidak serius, hanya main-main atau malas-malasan. Berada dalam zona nyaman dan ikut menikmati bahkan maratapi situasi dan kondisi yang terjadi di tanah Papua.

Dengan demikian, saya harus tahu tujuan saya kuliah. Target dan strategi saya menyelesaikan kuliah cepat dan tepat waktu sudah saya tentukan. Karena itu, saya harus bekerja keras, mengelola waktu dengan efektif.

Namun, ada pula alasan mendasar lainnya. Latar belakang ekonomi keluarga pas-pasan mengingat kedua orangtua saya adalah petani kecil.

 Menyesuaikan diri

Saya menyadari, sebagai orang asli Papua, sebagai anak muda, saya harus bangkit dan memberikan kontribusi bagi pembangunan di tanah Papua. Saya wajib mendisiplinkan diri dalam banyak hal. Saya harus keluar dari zona nyaman yang membatasi atau membengi saya untuk bergaul dengan rekan-rekan generasi muda lainnya di luar komunitas saya.

Bahkan menjauhkan prasangka-prasangka buruk terhadap orang bahkan lingkungan sekitar saya. Saya harus memberanikan diri bergaul dan membawa diri untuk terlibat dalam aneka komunitas generasi muda dengan latar budaya dan bahasa dari berbagai wilayah lainnya di luar komunitas saya.

Tujuannya, dari aneka komunitas budaya dan bahasa berbeda saya belajar banyak hal. Menimba ilmu dari rekan-rekan berbeda budaya bahkan bahasa tersebut. Selama saya mengenyam pendidikan saya berjuang untuk melawan aneka godaan seperti meneguk minuman keras (miras), merokok, bergaul bebas laiknya remaja.

Selain itu, saya sungguh menyadari diri bahwa selama menempuh pendidikan dasar hingga perguruan tinggu saya tidak memiliki cukup uang untuk membeli hal-hal tersebut.

Saya pernah mengalami hal pahit di mana saya tidak dikirim uang bulanan. Jalan pintas saya tempuh: barang-barang bekas seperti botol aqua, karton bekas, dan barang-barang bekas lain yang ada di kos saya jual atas nama bertahan hidup.

Beradaptasi

Potongan ziarah hidup penuh tantangan selama pengenyam pendidikan berat namun sebagai manusia yang dikaruniai Tuhan akal budi saya selalu memiliki kesadaran personal. Tak ada pilihan lain selain harus siap beradaptasi dan menerima perubahan yang sedang terjadi di tanah Papua.

Situasi dan kondisi politik pasca pemekaran sejumlah daerah otonom baru provinsi dan kabupaten/kota membuat kita generasi muda Papua harus benar-benar berpikir objektif dan rasional untuk menyelamatkan nasib generasi kita sendiri.

Pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di tanah Papua juga harus serius dalam memperhatikan nasib generasi muda Papua. Banyak anak muda yang tidak terurus dengan baik dan tidak berada dalam pengawasan, baik orangtua maupun pemda di tanah Papua.

Banyak generasi muda mati sia-sia akibat mengkonsumsi miras, narkoba, dan jatuh dalam gaya hidup konsumerisme tanpa memikirkan dirinya dan orangtuanya di kampung halaman di tanah Papua. Mereka larut dalam kesenangan sesaat namun melumpuhkan langkah perjuangannya meraih sukses.

 Potensial

Perubahan sosial kemasyarakat terus berlangsung. Karena itu, sebagai generasi muda Papua, tidak ada pilihan bagi kita selain menerima perubahan itu belajar, belajar, belajar. Generasi muda Papua punya kemampuan luar biasa besar. Pengalaman membuktikan, generasi muda Papua juga memiliki kapasitas personal masing-masing saat terjun dalam bursa kerja.

Generasi muda Papua perlu memaksimalkan potensi dirinya agar membawa manfaat bukan sekadar untuk diri sendiri namun juga masyarakat dan daerahnya di masa akan datang. Jangan ragu terhadap kemampuan dan kualitas diri.

Sebagai generasi muda kita harus benar-benar menunjukkan kemampuan ilmu pengetahuan namun tetap rendah hati. Pengetahuan, sikap, dan skill merupakan tiga hal yang perlu dimiliki generasi muda Papua saat ini.

Sebagai generasi emas Papua kita mesti berjuang sekaligus berkompetesi dengan orang lain dari berbagai wilayah di Indonesia yang sedang berjuang juga untuk mengabdi, bekerja di tanah Papua. Generasi muda tanah Papua juga perlu memiliki sikap melihat realitas yang terjadi di daerahnya.

Pertama, sikap adaptif. Generai muda Papua harus menjadi pribadi yang mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi akhir-akhir ini di tanah Papua. Generasi muda harus mampu beradaptasi dengan isu krusial pemekaran daerah otonom baru di tanah Papua.

Termasuk berbagai peristiwa yang berada di depan mata seperti konflik bersenjata antara TPNPB-OPM dan TNI-Polri yang terus meningkat pasca penculikan Pilot Susi Air. Juga persipan Pemilu tahun 2024 yang tinggal menghitung hari. Generasi muda Papua dituntut untuk beradaptasi dengan realitas tanah Papua belakangan.

Kedua, berpikir kritis. Kita sebagai mahasiswa Papua harus berpikir kritis menyikapi berbagai situasi dan kondisi yang terjadi di tanah Papua. Sebagai calon intelektual kita harus mampu berpikir, berbicara, dan mengeritik secara objektif, rasional, dan berbasis data.

Dalam menyikapi berbagai persoalan yang terjadi di tanah Papua, kita juga dituntut mampu melihat dari berbagai sudut pandang, berpikir di luar kebiasaan, berkolaborasi dengan orang lain mendiskuskusikan guna ikut menawarkan alternatif solusi, jalan keluar. Generasi muda Papua terlibat melakukan kontrol sosial dalam berbagai kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di tanah Papua.

Ketiga, sikap empati. Generasi muda Papua perlu peka terhadap situasi rekan-rekan sesama generasi asal Papua lainnya di sekitar kita. Sebagai generasi muda dengan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki, kita harus benar-benar memahami apa kesulitan yang akan sedang dialami rekan-rekan dari tanah Papua.

Kita perlu berempati dan menjadi menjadi bagian dari mereka agar ikut mengurai kesulitan yang dialami orang lain. Bukan cenderung hidup dalam komunitas sekampung, sedistrik atau sekabupaten bahkan seprovinsi.

Empati dapat mewujud di mana saat ada adik-adik mahasiswa asal Papua yang kesulitan makan, minum, dan biaya kuliah segera dikomunikasikan agar dapat diatasi.

Keempat, berintegritas. Sebagai generasi muda, mahasiswa Papua harus menunjukkan integritas diri selaku calon intelektual. Apa yang dikatakan harus sesuai dalam tindakannya. Sebagai mahasiswa harus memberi contoh yang baik. Termasuk dalam kata dan perbuatan.

Mengukur apakah seseorang berintegritas dapat dilihat dari hal-hal kecil. Misalnya, janji menyelesaikan kuliah, mengikuti rapat atau menelpon balik rekan sesama mahasiswa untuk urusan organisasi harus ditepati. Integritas harus dimulai dari diri sendiri dengan penuh kesadaran.

Jika mahasiswa atau generasi muda tidak terbiasa dengan hal-hal kecil seperti itu, akan berdampak pada hal yang lebih besar. Karena itu, komitmen, kepercayaan, prinsip, dan kejujuran merupakan modal utama membangun pribadi berintegritas.

Kelima, optimis. Generasi muda Papua harus bersikap optimis, bukan pesimis sebelum memulai bekerja atau menghadapi persoalan. Banyak generasi muda Papua merasa diri minder dan kurang pede dalam melakukan sesuatu.

Bila ada yang merasa minder, kurang pede, maka sejak saat ini saya mau bilang bahwa berhentilah merasa pesimis. Munculkan sikap optimis bahwa kita juga bisa melakukan apa yang dilakukan orang lain. Biasakan diri untuk berpikir dan bertindak positif dan harus mencoba. Jangan putus asa sebelum mencoba.

Keenam, proaktif. Anak muda Papua harus bersikap proaktif. Sebagai generasi muda, mahasiswa selalu siap dalam situasi dan kondisi yang dilaluinya. Termasuk aneka kegiatan yang sifatnya edukatif dan bertujuan mengembangkan potensi diri dalam organisasi.

Kita sebagai seorang mahasiswa perlu untuk selalu memperbaharui diri terhadap apa yang kita lakukan. Menjadi proaktif berarti berpikir dan bertindak lebih jauh untuk mencapai tujuannya.

 

Dr Methodius Kossay, SH, M.Hum, CPM

Anak kampung dari Wamena, Jayawijaya;

Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti

Tinggalkan Komentar Anda :