Surat Terbuka Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk Presiden: Pulau Kami, Harga Diri Kami!  - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
DAERAH  

Surat Terbuka Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk Presiden: Pulau Kami, Harga Diri Kami! 

Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam periode 2024-2029 Muzakir Manaf. Foto: Istimewa

Loading

BANDA ACEH, ODIYAIWUU.com — Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam periode 2024-2029 Muzakir Manaf atau akrab dengan sapaan Mualem menulis sepucuk surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia H. Prabowo Subianto.

Surat tersebut meluncur dari Serambi Mekah di tengah ketegangan administratif yang membayangi batas wilayah Aceh dan Sumatera Utara. Gubernur Muzakir Manaf, mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), menulis sepenuh hati kepada Presiden Prabowo bukan sebagai politisi, melainkan sebagai sahabat seperjuangan di dua sisi sejarah yang dulu bertentangan.

Publik tentu tahu siapa sosok Mualem. Perjalanan hidupnya sarat pengalaman bagi masyarakat Serambi Mekkah. Beranjak dari posisi seorang panglima perang hingga kursi gubernur lewat jalur politik demi memajukan rakyatnya.

Mualem lahir di Seuneudon, Aceh Utara, 3 April 1964. Ia tumbuh dalam suasana ketidakadilan dan ketegangan politik yang dialami rakyat Aceh. Semangat perjuangan membekas dalam hatinya sejak muda.

Pada tahun 1986, di saat usianya menyentuh angkat 22 tahun Mualim dikirim bersama beberapa pemuda Aceh lainnya untuk menjalani pendidikan militer di Camp Tajura, Libya. 

Di sana ia bersama rekan-rekan pemuda Aceh mendapatkan pelatihan militer kurun waktu tahun 1986-1989. Mualem tidak hanya menjadi prajurit tangguh tetapi juga sempat dipercaya sebagai pengawal pribadi pemimpin Libya (kala itu) Muammar Qadafi.

Surat bertajuk Pulau Kami, Harga Diri Kami! ini menolak untuk menjadi sekadar dokumen politik. Ia adalah seruan yang lahir dari luka sejarah, dari memori tentang darah, damai, dan harga diri yang tak ingin diinjak ulang. 

Empat pulau masing-masing Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang, kini menjadi titik api setelah ditetapkan masuk dalam wilayah administrasi Sumatera Utara melalui dua Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Kepmendagri), salah satunya ditandatangani tahun 2025. 

Berikut isi lengkap surat tersebut: 

Surat Terbuka Gubernur Aceh kepada Presiden Republik Indonesia 

Bapak Presiden yang saya hormati, H. Prabowo Subianto — sahabat seperjalanan, yang dulu pernah menjadi lawan, kini menjadi saudara dalam cita-cita besar Republik. 

Izinkan saya menulis surat terbuka ini. Bukan sekadar sebagai Gubernur Aceh, melainkan sebagai seorang anak bangsa yang pernah berseberangan jalan dengan Bapak, tetapi kini dipertemukan oleh jalan damai dan persatuan. 

Barangkali tak banyak pemimpin republik ini yang memahami Aceh sedalam Bapak. Dahulu, kita pernah berdiri di dua sisi berbeda dari sejarah. Saya di hutan-hutan Aceh, memimpin pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), memperjuangkan hak-hak rakyat kami. Bapak kala itu berdiri sebagai bagian dari militer Indonesia, menjaga kedaulatan negara ini. Kita pernah berhadapan dalam pertempuran yang getir, di tengah darah dan air mata rakyat Aceh. 

Namun sejarah menuntun kita ke jalan yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Perjanjian damai Helsinki membuka pintu persatuan. Senjata kami letakkan, dendam kami kubur, dan kami memilih berjalan bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jalan itu tidak mudah, tetapi kami berani melangkah, demi anak cucu Aceh yang haus damai. 

Sejak 2012, saya menambatkan kepercayaan politik saya kepada Bapak. Ketika banyak pihak mempertanyakan pilihan politik saya itu, saya meneguhkan hati bahwa Bapak dapat dipercaya. Ketika banyak pihak ragu, saya percaya pada keberanian dan ketulusan Bapak. Dalam kemenangan maupun kekalahan, kami berdiri di belakang Bapak—hingga hari ini, ketika Bapak memimpin negeri ini sebagai Presiden Republik Indonesia. 

Namun kini, luka lama seakan menganga kembali. Empat pulau kami —Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang— telah dialihkan ke Sumatera Utara melalui Kepmendagri 050-145 Tahun 2022 dan dikukuhkan lagi dengan Kepmendagri 300.2.2-2138 Tahun 2025. 

Bagi sebagian orang, ini mungkin sekadar urusan administratif. Namun bagi kami, orang Aceh, tanah adalah kehormatan. Harga diri kami. Keempat pulau itu bagian dari sejarah kami sejak masa Kesultanan Aceh. Sejak 1965, Pemerintah Daerah Istimewa Aceh telah menetapkan pengelolaannya melalui SK No. 125/IA/1965. Bahkan dalam masa damai, kami membangun mushalla, rumah singgah nelayan, hingga patok-patok batas yang sah. 

Sejak 2018, kami telah berulang kali mengajukan keberatan resmi kepada pusat. Surat demi surat kami kirimkan. Data kami lengkapi. Namun semua seolah hilang dalam riuh rendah birokrasi. 

Bapak Presiden, 

Saya menulis bukan dalam semangat permusuhan. Tidak. Saya menulis sebagai saudara lama Bapak. Kita pernah bertempur, kini berjalan dalam satu barisan. Saya percaya, dalam hati seorang prajurit seperti Bapak, kehormatan wilayah dan keadilan rakyat adalah sesuatu yang suci. 

Izinkan kami memohon: 

Bukalah kembali proses verifikasi. Hadirkan kembali dialog yang adil. 

Kembalikan keempat pulau itu dalam pelukan Aceh —bukan semata demi memperluas wilayah, tetapi demi menegakkan keadilan sejarah dan menjaga kehormatan rakyat kami yang telah setia menjaga perdamaian.

Bapak Presiden, 

Aceh tidak meminta lebih dari yang seharusnya. Kami hanya ingin agar luka yang telah kita jahit bersama tidak kembali robek oleh ketidakadilan yang bisa kita cegah. Sebab saya percaya, seperti halnya prajurit memegang sumpah setianya, Bapak akan menjaga keutuhan rasa keadilan negeri ini. 

Semoga Allah SWT senantiasa memberi kekuatan kepada Bapak dalam memimpin negeri besar ini dengan kebijaksanaan dan keadilan. 

 

Hormat saya

Muzakir Manaf (Mualem) 

Gubernur Aceh

Tinggalkan Komentar Anda :