Oleh Paskalis Kossay
Tokoh masyarakat Papua
SEBELUM masuk lebih jauh membahas sikap Abisai Rolo Walikota Jayapura berkaitan dengan rasisme, terlebih dahulu mari melihat apa arti kata rasisme dan kata diskriminasi.
Rasisme adalah keyakinan atau ideologi yang menganggap bahwa satu kelompok ras atau etnis lebih unggul atau lebih rendah dari yang lain, yang mengarah pada perlakuan tidak adil dan diskriminatif.
Rasisme dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari prasangka dan diskriminasi individu hingga sistem dan kebijakan yang melembaga yang menciptakan ketidaksetaraan.
Rasisme bukan hanya tentang sikap atau keyakinan pribadi, tetapi juga melibatkan tindakan, kebijakan dan struktur sosial yang menciptakan dan melanggengkan ketidakadilan berdasarkan ras.
Sedangkan diskriminasi adalah perlakuan tidak adil atau merugikan terhadap seseorang atau kelompok, individu berdasarkan karakteristik tertentu seperti ras, agama, jenis kelamin, usia, orientasi seksual, disabilitas atau status sosial.
Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk perlakuan yang berbeda, pembatasan akses, pengucilan, atau bahkan kekerasan.
Rasisme dan diskriminasi
Dari gambaran arti kata rasisme dan diskriminasi sebagaimana diuraikan diatas, maka kata rasisme lebih pada tataran ideologi atau keyakinan yang melembaga dalam sistem dan struktur sosial maupun politik.
Sedangkan diskriminasi lebih pada tataran praksis dalam bentuk prasangka dan tindakan yang dipraktekan melalui kebijakan dalam lembaga.
Bertolak dari konsep rasisme tersebut di atas, maka ucapan dan perkataan Abisai Rolo Walikota Jayapura yang beredar luas dalam rana publik saat ini dipastikan dapat memenuhi unsur rasisme dan perlakuan diskriminatif.
Oleh karena, ucapan Walikota Jayapura tersebut disampaikan dalam forum pertemuan resmi lembaga pemerintahan kota Jayapura dengan sadar dan keyakinannya bahwa yang selalu melakukan demo dan palang memalang di kota Jayapura hanya dari masyarakat gunung.
Pernyataan Walikota Jayapura tersebut mengandung unsur rasisme yang menjurus perlakuan diskriminatif pada ras dan etnis tertentu serta menyudutkan eksistensi dan derajat keberadaan masyarakat gunung di kota Jayapura.
Pernyataan rasisme Wali Kota ini sekaligus melembagakan opini publik bahwa yang melakukan keonaran terhadap keamanan dan ketertiban di kota Jayapura hanya oleh masyarakat gunung.
Pandangan rasisme seperti ini sering membawa dampak negatif yang luas , baik pada individu maupun pada masyarakat secara keseluruhan dan bisa menimbulkan konflik sosial serta hambatan dalam pembangunan.
Oleh karena itu negara sudah menetapkan agar setiap pemimpin dalam pemerintahan harus bersikap adil, jujur, terbuka dan demokratis pelayanan kepada masyarakat tanpa membeda-bedakan latar belakang suku, ras, etnis, agama dan status sosial.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, misalnya bertujuan untuk menghapus diskriminasi ras dan etnis serta memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi semua warga negara tanpa memandang ras dan etnis mereka.
Selain itu Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan, negara wajib mengakui dan menghormati hak hidup setiap warga negara dimanapun mereka berada termasuk di kota Jayapura yang merupakan bagian dari satu kesatuan struktur adat masyarakat Papua.
Karena itu tidak pantas, jika seorang walikota Jayapura memiliki pandangan rasis ingin mengusir etnis orang gunung pulang ke kampung halamannya.
Pandangan ini benar-benar rasis yang merusak tatanan struktur sosial kehidupan orang Papua dan melanggar prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang mengayomi seluruh kepentingan masyarakat tanpa membedakan latar belakang suku, ras, etnis dan status sosial.