Oleh Alex Runggeary
Anggota Komunitas Badan Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Irian Barat (X-JDF) 1970-1997
SETELAH kebingungan sekian lama akhirnya Presiden Prabowo menugaskan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menangani masalah Papua. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka diharapkan berkantor di Papua.
Bagi pemerintahan ini merupakan surprise sebagaimana tergambar dalam penjelasan Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Imigrasi, dan Pemasyarakatan. Namun bagi mereka yang telah lama mengamati masalah pembangunan Papua, penugasan Gibran Rakabuming Raka sama sekali bukan hal baru.
Pada masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo, penugasan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin untuk masalah Papua telah ditetapkan lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2022 tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua.
Penugasan ini secara teknis bersifat khusus dengan tujuan khusus pula untuk mempercepat proses pembangunan di Papua dengan sumber dana otonomi khusus. Untuk itulah kemudian dibentuk Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang ketuanya adalah Wakil Presiden.
Fungsi utama badan ini adalah melakukan koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan di Papua. Sayangnya sampai hari ini badan ini belum mendemonstrasikan fungsi tersebut secara nyata. Lebih banyak menampakkan kebingungan pada tataran pelaksana. Bisa jadi karena pedoman dan arahan yang tidak begitu jelas. Atau standard operating procedure -SOP- yang tidak tersedia.
Mengapa? BP3OKP tidak melakukan sendiri analisa masalah untuk menemukan –core problem– mengapa pembangunan Papua dengan dana otonomi khusus selama 24 tahun ini gagal. Sekali menemukan core problem maka fungsi badan ini ini bisa dioptimalkan dengan menata sistem kerja yang berfokus pada tiga fungsi utama tersebut di atas guna melancarkan program pembangunan Papua sesuai amanat otsus.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah mencoba membantu menyusun Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP). Tetapi itu sungguh akan menjadi sia-sia kalau pola pikir dan tindak dalam menyusun program pembangunan tidak dapat disinkronkan pada tataran eksekutif, entah para gubernur, bupati, dan walikota.
Merekalah penanggung jawab pembangunan masyarakat mereka sendiri. Mereka memerlukan pihak lain yang memiliki kemampuan khusus untuk mendobrak hambatan yang selama ini dialami yang menyebabkan otsus gagal. Ini semestinya tugas wakil presiden dan tim BP3OKP yang belum nampak hingga saat ini.
Dengan penugasan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat ini, masyarakat Papua sangat berharap mereka bisa menikmati hasil pembangunan dengan dana pembangunan yang dikhususkan bagi mereka, namun sampai hari ini belum mereka rasakan juga. Sebagian dari mereka jelas jelas menolak otsus karena memang mereka tidak pernah merasakan dampaknya.
Namun, hari ada harapan baru dengan semangat baru. Mungkin di Jakarta penugasan Wakil Presiden ke Papua dilihat sebagai hal yang negatif. Di Papua masyarakat mengharapkan adanya perolehan. Selamat datang, Pak Gibran!








