Oleh Benyamin Lagowan
Warga Kota Jayapura
HAPPY birthday my beloved Jayapura city! Itu doa dan ucapan syukur memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-113 Kota Jayapura tanggal 7 Maret 2023. Jayapura adalah kota cinta, intelektual, karier, masa depan, pengharapan, pekerjaan, solidaritas, ideologi, kemanusiaan, sekolah, lahir, mati bahkan hidup warganya.
Warga penghuni kota Jayapura tentu punya memahami ungkapan ini: di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Selamat Ulang Tahun ke-113 Kota Jayapura, kota kami yang paling indah dan permai. Terus jaya dan tetap ada karena kau adalah mama yang melindungi, menjaga, dan memelihara eksistensi kami selama ini.
Kota Jayapura adalah barometer Papua. Dalam hal apapun kota ini menjadi barometer. Dr Frans Pekey, M.Si adalah Penjabat Walikota Jayapura pasca purnatugas Walikota terdahulu, Dr Benhur Tommy Mano, SE, MM (BTM) pada Mei 2022 lalu.
Di masa Frans Pekey sebagai Penjabat Walikota Jayapura, HUT Kota Jayapura kali ini merupakan yang pertama yang akan dilaluinya pemimpin tertinggi di kota administrasi Kota Madya atau ibukota Provinsi Papua.
Tentu ada rasa syukur, gembira serta kebanggaan di relung hati Walilota Frans Pekey, warga kota maupun keluarganya. Utamannya keluarga besar masyarakat adat Meepago dan Lapago di Jayapura dan juga seluruh masyarakat kota Jayapura yang plural, heterogen.
Mengapa? Karena ia adalah Penjabat Walikota kedua pasca Daniel Pahabol S.Pd MM yang pernah menjadi Penjabat Walikota Antar Waktu periode 2017-2018. Keduanya adalah putra Papua Pegunungan (Lapago dan Meepago) yang dalam sejarah memecahkan rekor sebagai orang Papua pedalaman pegunungan yang menjadi Walikota pertama dan kedua meski hanya sebagai penjabat antar waktu (PAW) atau penjabat sementara.
Fans Pekey adalah sosok birokrat murni Papua yang meniti karier berjenjang, mulai dari bawah hingga meraih puncak saat ini. Frans juga intelektual, penulis, dosen luar biasa, dan pemikir Papua.
Dari hasil olah pikira pernah dikonseptualisasikan dengan menulis beberapa judul buku terkait kajian formulasi kebijakan otonomi khusus (otsus) Papua dan dinamika birokrasi pemerintahan Papua di era otsus.
Frans pernah menulis dua buku menarik, Formulasi Kebijakan Otonomi Khusus Papua: Dinamika Formulasi Kebijakan Yang Semu dan Papua Mencari Jalan Perdamaian: Telaah Konflik dan Resolusi di Bumi Cenderawasih. Kedua judul buku ini dijual di tokoh buku terkemuka di kota Jayapura seperti toko buku Gramedia Jayapura beberapa tahun silam.
Frans, sapaan akrabnya, meruapakan birokrat murni sejak awal pengangkatannya sebagai pegawai pemerintah di kantor Walikota Jayapura tahun 1990-an. Posisi Frans sebelum didapuk sebagai Penjabat Walikota Jayapura adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Jayapura yang dipercayakan BTM sejak 2019.
Sebelumnya, pada periode pertama BTM, Frans sempat dipercaya menjadi Asisten 2 Biro Umum Setda, sebelum akhirnya ditunjuk menjabat Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Jayapura sejak 2013.
Pembawaannya yang kalem, murah senyum, dan smart menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang menjumpainya. Frans beragama Katolik. Ia salah satu umat Paroki Kristus Terang Dunia Waena, Keuskupan Jayapura. Frans seorang umat yang saleh dan taat.
Ia alumni SMA YPPK Taruna Dharma Kotaraja. Juga alumnus S-1 jurusan Administrasi Negara Universitas Cenderawasih (Uncen) dan S2 jurusan Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada serta doktor bidang Administrasi Publik jebolan Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.
Tak terasa, usia Kota Jayapura sudah mencapai ke-113 tahun. Satu abad lebih. Artinya, kota ini sudah cukup tua. Bila disamakan dengan usia manusia, artinya seusia dua generasi. Usia yang tidak muda lagi.
Saya berada di kota ini sejak tahun 2009. Mengikuti dengan baik ritme, dinamika, dan perkembangan kota ini dalam dua periode terakhir. Kota yang kerap dilabeli Port Numbay ini memiliki banyak rekam peristiwa, suka duka, dan kegembiraan. Aneka peristiwa itu datang dan pergi silih berganti.
Salah satu momen terbesar yang bakal diingat segenap generasi penerus kota ini adalah konser band legendaris Black Brothers yang diselenggarakan memeriahkan HUT ke-106 awal 2016. Tangis haru, suka cita, dan euforia pecah di Taman Imbi Jayapura malam itu.
Ribuan masyarakat tumpah ruah, entah garis keras, haluan kiri dan kanan, Papua dan non Papua, hitam putih, rambut lurus dan keriting. Semua menyatu, memadati Taman Imbi, Gedung Kesenian, kantor DPRP, kantor Bawaslu hingga Toko Gelael hingga jalan-jalan seputar Hotel Yasmin. Malam itu generasi milenial yang tak pernah melihat langsung aksi memukau group band legendaris Black Brothers. Sebuah kesempatan emas dan bersejarah.
Konser monumental itu terlaksana dengan meriah dan sukses, meski tak semua personil group Black Brothers dapat mentas di panggung. Ada beberapa di antara anggota personil mereka sudah meninggal dunia. Walikota Jayapura BTM kala itu sebelum puncak acara menyatakan, pesta puncak perayaan HUT kota adalah pesta rakyat. Pesta yang khusus dipersembahkan untuk warga kota Jayapura.
Ribuan rakyat dari beragam usia, suku, etnis, dan ras turun memadati kota kecil yang dulu bernama Holandia atau Kota Baru itu. Bagi saya, itu sebuah wujud pengabdian dan persembahan terbaik era BTM dan jajarannya untuk masyarakat Kota Port Numbay yang mereka kasihi dan hormati.
Tujuh tahun sudah berselang, kini di tahun 2023, warga kota baru Jayapura kembali memasuki HUT yang ke-113. Bila ditahun 2016 itu unik, karena uniknya Walikota dijabat oleh BTM dan sukses gelar konser Black Brothers.
Maka tahun 2017 lalu, HUT Kota Jayapura dimeriahkan saat Daniel Pahabol menjadi Penjabat Walikota. Lalu kini giliran digelar HUT ke-113 Kota Jayapura di bawah kepemimpinan Frans Pekey. Ada keunikan tersendiri karena dua HUT di dua periode kepemimpinan BTM terjadi di bawah nakhoda kepemimpinan dua putra Papua Pegunungan. Wujud nyata Kota Jayapura adalah milik semua suku bangsa negeri ini seolah menjadi nyata. Bangga!
Di HUT ke-113 Kota Jayapura tahun 2023, ada doa dan asa kota ini menjadi honai (rumah) besar sumber berkat untuk semua etnis masyarakat di atasnya. Dengan terus bertumbuh dan maju menjadi kota metropolitan yang ramah lingkungan dan kondusif serta welcome bagi siapapun terutama orang asli Papua yang ingin mengabdi dan membangun negeri ini berlandaskan motto Hen Tecahi Yo Onomi T’mar Ni Hanased. Tuhan memberkati kita semua. Waa… waa… waa…