Thom Beanal Sudah Berpulang Tapi Masih Ada - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Thom Beanal Sudah Berpulang Tapi Masih Ada

Ibrani Gwijangge, Pr, Pastor Rekan Paroki Katedral Tiga Raja Timika, Papua. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Ibrani Gwijangge, Pr

Pastor Rekan Paroki Katedral Tiga Raja, Timika, Papua

PERTAMA-tama saya ucapkan limpah terima kasih kepada kita semua, masyarakat Papua, para tokoh dan masyarakat suku Amungme, para tokoh dan masyarakat suku Mimika We, para tokoh dan masyarakat suku kekerabatan di Mimika, pimpinan dan umat Keuskupan Timika, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan PT Freeport Indonesia terlebih khusus keluarga besar Thom Beanal (selanjutnya, Thom) dan seluruh warga nusantara.

Memasuki bulan Juni ini kita sedih, putus harapan, menangis, terlebih keluarga almarhum. Kita terus berdoa memohon kekuatan Tuhan, atas terpanggilnya Thom dari antara kita. Thom adalah seorang ayah dalam keluarga, seorang tokoh masyarakat, seorang gembala dalam Gereja Katolik.

Dia telah melukiskan banyak kisah nyata selama hidupnya, merancang jalan-jalan hidup dan jalan-jalan selamat bagi banyak orang yang saat ini kita bisa kenang. Kisah dan jalan selamat yang dirintis di Amungsa dan Papua, telah dicerakan oleh sahabat seperjuangan, para tokoh, keluarga terdekat, pihak gereja, bapak, ibu, dan handai taulan sehingga kita bisa kenal siapa Thom yang sebenarnya.

Saya tidak mengulangi semua kisah hidup yang telah ada, tetapi kesempatan dalam homili ini saya sedikit merefleksikan nilai-nilai yang bisa menjadi sebuah inspirasi bagi kami generasi suku Amungme yang masih berziarah di dunia ini.

Kami generasi yang ditinggalkan sungguh merasa kehilangan tokoh dan orangtua panutan. Tetapi kami masih ingat nasehat turun temurun dalam suku kami, Amungme, sejak leluhur dan nenek moyang kami ajarkan.

Kami memiliki dua filosofi dasar yang mereka tanamkan dalam lubuk hati kami sebagai patokan, nilai hidup. Pertama, tentang adanya masa depan. Kedua, tentang adanya nilai persaudaraan di tanah adat Amungsa.

Adanya harapan masa depan sebagaimana terungkap dalam kalimat Awulkeweing Ningok Aro, Nok Dallo Ningalae. Kalewogolki Mingamo – Natala Yak Ilege, Ningaganak Jolae. Dikao Kailkinung Wang Nagam Kalego- Iwogon Mak Muiye.

Artinya, lihatlah pada kaki gunung Awulkeweing Ningok, bekas kaki itu tetap terpatri, tidak akan terhapus. Teruslah menanti, daun yang jatuh pasti tumbuh kembali. Perhatikanlah, sebatang umbian jalar di bawah tanah, pada waktunya akan bertunas naik ke permukaan.

Inilah kisasan mesianik, di mana akan bangkit seorang tokoh dari gunung Awulkewing Ningok, sebagai harapan baru dan pengganti tokoh yang sudah tiada. Lihat dan ikutlah jejak mereka sebab jejaknya tak pernah terhapus. Karena itu, walaupun Thom sudah pergi, tetapi ia tetap ada.

Kemudian, adanya nilai persaudaraan sebagaimana terungkap dalam kalimat, Wemo Kamae-Kalo Kamae, Nemeyak-Nemeye, Nawarak – Naware, Singogong Miniae, Hoenogong Miniae. Artinya, tidak ada perang, tidak ada permusuhan, tidak ada perkelahian hai pemilik sungai Singogong, pemilik sungai Hoenogong. Kita semua adalah saudara.

Inilah satu adagium yang mendorong setiap tokoh kita suku Amungme menerima dan bersahabat dengan siapa saja, makan bersama-sama, menjunjung tinggi nilai damai. Adagium jalan damai ini telah dirintis setelah  mereka menerima agama Katolik dan Kingmi di Amungsa.

Dengan rendah hati saya sebutkan nama tokoh generasi mula-mula yang meneruskan perdamaian ini setelah mereka mengenyam pendidikan seperti para orangtua: Urume Ki, Toagama Simon Petrus Wanmang, Umeki Kwalik, Thom Beanal, Andreas Angaibak, Nerius Katagame, Yoseph Yopi Kilangin, dan banyak tokoh terdahulu kita.

Para orangtua inilah promotor jalan tanpa kekerasan, berpikir, dan bertindak dalam menjalani tugas dan karya mereka bagi masyarakat di negeri Amungsa.

Pesan Injil hari ini, Yesus menyampaikan satu perumpamaan di mana penggarap-penggarap yang dipercayakan di kebun anggur-Nya bermain curang. Penggarap-penggarap itu malah membunuh utusan bahkan anak kandung pewaris dan pemilik kebun anggur itu sendiri.

Para pemuka Yahudi dari masa perjanjian Lama dicap sebagai pembunuh para nabi yang diutus Allah, bahkan dalam perjanjian baru, Yesus Putra Tunggal Allah sendiri para pemuka Yahudi ini hendak menangkap Dia, sampai akhirnya disalibkan. Dia itulah ahli waris! Mari kita bunuh dia, supaya warisan ini milik kita.

Memang kenyataannya, tanah Amungsa ini bagaikan kebun anggur yang Tuhan wariskan kepada suku Amungme. Para leluhur Amungme sudah meramalkan, bila kelak penggarap-penggarap zaman sekarang akan bermain curang di atas kebun anggur-Nya pewaris suku Amungme.

Tetapi dua nasehat mesianik tentang adanya harapan, masa depan dan kedua, adanya nilai persaudaraan di tanah adat Amungsa, menjadi satu pola hidup yang harus dipertahankan.

Thom dan kawan-kawannya sudah pergi tetapi ia dan teman-temannya tetap ada. Wejangan mereka jelas untuk memberi motivasi dan ada harapan. Lihatlah pada kaki gunung Awulkeweing Ningok, bekas kaki itu tetap terpatri dan tidak akan terhapus. Teruslah menanti. Daun yang jatuh pasti tumbuh kembali.

Perhatikanlah, sebatang umbian jalar di bawah tanah, pada waktunya akan bertunas naik ke permukaan. Hai para generasi suku Amungme, engkau adalah tokoh pengganti daun yang jatuh. Engkau adalah penerus yang berjuang menjaga kebun anggurmu.

Berilmulah seperti batang umbian yang harus berada di bawah tanah untuk bertunas. Engkau jangan berjalan sendiri-sendiri. Jangan terpecah bela. Jangan juga bermusuhan atau perkelahi. Ingatlah pesan ini: Wemo Kamae-Kalo Kamae, Nemeyak-Nemeye, Nawarak – Naware, Singogong Miniae, Hoenogong Miniae. Semoga demikian. Amin. (Renungan Hari ke-7 mengenang Almarhum Thom Beanal)

Tinggalkan Komentar Anda :