JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Komunitas Ana Kota Ende (Anakonde) Jakarta akan menggelar halal bihalal di anjungan NTT Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Sabtu (3/5) dalam rangka peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni. Halal bihalal melibatkan peserta seluruh masyarakat diaspora NTT di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Halal bihalal dalam rangkaian peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni diawali dengan webinar bertema Pesan Dari Ende untuk Bangsaku yang dilaksanakan Senin (29/5). Webinar menghadirkan sejumlah pembicara.
Mereka adalah ulama, intelektual dan Rektor Institut Agama Islam Latifah Mubarokiya (IAILM) Suryalaya Dr Asep Salahudin, MA, pengelola Serambi Bung Karno di Ende Pater Josef Seran SVD, anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Rikard Bagun, ahli sastra dan linguistik Universitas Udayana Dr Maria Mathildis Banda, dan aktivis sosial politik Ir Honing Sanny, SH, MH.
Bupati Ende Drs Jafar Ahmad, M.Si dalam sambutannya mengapresiasi webinar sekaligus mengharapkan warga Ende diaspora dunia membantu mengampanyekan pentingnya kota Ende dalam proses lahirnya Pancasila.
“Saya mengharapkan agar di masa akan datang pelaksanaan peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila tetap dilaksanakan di Ende, Flores. Saat ini rumah pembuangan Bung Karno dan pohon sukun tempat Bung Karno merenung selama di Ende menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi,” ujar Jafar melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (30/5).
Jafar juga mengharapkan agar komunitas Anakode ikut membantu memperjuangkan agar Ibu Inggit, istri Bung Karno diangkat menjadi pahlawan nasional mengingat perjuangan serta pengorbanannya mendampingi Bung Karno selama di pembuangan sangat besar.
Asep menguraikan aktivitas Bung Karno selama masa pembuangan di Ende tahun 1934-1938. Ia memberikan catatan terkait isi duabelas surat yang dikirimkan Bung Karno kepada Ketua Perhimpunan Islam A Hassan di Bandung.
Menurut Asep, selama di Ende Bung Karno justru menjadi lebih Islami dengan rutin melakukan pengajian dan menghabiskan waktu untuk membaca kitab-kitab yang dikirim oleh sahibnya A Hassan dari Bandung.
“Meski demikian, Bung Karno tetap kritis dan menolak praktek-praktek Islam yang dalam pandangan Bung Karno kolot dan kaku. Bung Karno menginginkan Islam yang inklusif, terbuka, dan tanggap dengan perubahan termasuk menerima kemajuan,” ujar Asep.
Asep yang juga Staf Ahli BPIP periode 2017 -2019 memberi apresiasi kepada Gereja Katolik Ende karena berperan memberi ruang dan menjadi partner diskusi selama Bung Karno berada di Ende. Dalam interaksinya, Bung Karno mempelajari bagaimana spirit misionaris yang semuanya imam Katolik Eropa melakukan edukasi dan pelayanan kepada masyarakat di Ende.
“Bung Karno juga melakukan otokritik dengan mengajak para ulama untuk meniru apa yang dilakukan para pastor di Ende. Pengalaman itulah yang membuat Bung Karno ketika di Bengkulu mendorong Muhammadyah melakukan apa yang dikerjakan para misionaris,” ujar Asep lebih jauh.
Honing Sanny berpandangan, di Ende Bung Karno terlahir kembali setelah menjadi orang kalah. Bung Karno secara terbuka menuliskan empat buah surat kepada Belanda menyatakan menyerah, tidak mau berpolitik karena siksaan selama berada dalam tahanan setelah keluar dari penjara Sukamiskin.
“Kenyataan itulah yang membuat Bung Hatta menulis dalam Daulat Rakyat dengan nada kecewa yang mengatakan bahwa sikapnya itu meresakan seluruh gerakan radikal,” ujar Honing, mantan anggota DPR RI Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Menurut Honing, meski dalam keterbatasan namun berkat keluwesan pergaulan Bung Karno dengan kelompok gereja serta diskusi yang bernas, menjadi endapan yang akhirnya meluap saat pidato tentang dasar negara dalam Rapat BPUPK 1 Juni 1945 tentang Pancasila yang menurut Bung Karno sendiri hasil refleksinya selama berada di Ende.
Sedangkan Mathildis Banda mengatakan, selain menulis 12 surat terkait Islam selama di Ende, Bung Karno juga membuat dua belas tonil. Tonil-tonil itu dipentaskan group tonil Kelimutu di Gedung Imaculata, milik Gereja Katolik.
Tonil-tonil itu ditulis dan dipentaskan di mana Bung Karno tampil sebagai sutradara dan pelatih. Secara umum, ujar Maria, pementasan tonil efektif dipakai Bung Karno untuk mengekspresikan kehendak merdeka.
“Bila selama di Jawa Bung Karno membakar semangat massa dengan pidato politik yang menggelegar, di Ende dengan tonil Bung Karno melakukan edukasi terhadap masyarakat yang mayoritas kelas paling bawah yang sebagaian besar tanpa pendidikan,” ujar Maria.
Pastor Yosef Seran SVD memfokuskan pemaparannya terkait peran Gereja Katolik dalam memberi ruang kepada Bung Karno selama berada di Ende. Secara rutin Gereja Katolik memberi kesempatan kepada Bung Karno untuk berkunjung membaca buku dan berdiskusi terkait spirit keinginan merdeka. Termasuk juga menerima masukan tentang hal-hal prinsip bernegara dari para pastor Eropa.
“Pertanyaan Pater Huijtink tentang bagaimana negara yang dicita-citakan mengingat ibu Bung Karno yang Hindu dan berasal dari Bali. Juga bagaimana dengan orang Flores dalam negara menjadi refleksi Bung Karno,” kata Pastor Yosef.
Pastor Yosef juga menjelaskan bagaimana Gereja Katolik juga memberi fasilitas gedung Imaculata sebagai tempat Bung Karno mementaskan tonil. Semua peristiwa terkait interaksi Bung Karno bersama Gereja Katolik, ujarnya, saat ini diabadikan dengan membangun Serambi Bung Karno.
Rikard Bagun, mantan Pemimpin Redaksi Kompas sekaligus pengurus Yayasan Ende Flores yang melakukan renovasi besar situs situs Bung Karno di Ende justru mengajukan pertanyaan retoris. Apa yang sudah Indonesia berikan untuk Ende?
Wartawan senior asal NTT juga juga berbicara tentang masa depan dan bagaimana mendorong generasi muda mengembalikan Ende, Flores sebagai pusat lahirnya gagasan-gagasan besar.
“Pancasila sebagai gagasan besar Bung Karno yang lahir dari perenungan selama di Ende harus juga dijadikan kekuatan agar ke depan lahir lagi gagasan-gagasan besar. Saya mengajak agar Anakonde secara rutin melakukan diskusi-diskusi terkait isu-isu kebangsaan,” ujar Rikard.
Akhir webinar, Dr Ing Ignatius Iryanto membuat rumusan singkat dari semua materi yang disampaikan para pembicara. Rumusan pakar fisika quantum lulusan Jerman yang saat ini juga memiliki keahlian terkait peran CSR, sekaligus menjadi pesan dari acara tersebut. Webinar dipandu moderator Ir Bernadus Raldy Doy.
“Saya mengajak semua pihak untuk hadir dalam acara halal bihalal yang akan diadakan di Anjungan NTT tanggal 3 Juni 2023,” ujar Raldy Doy, mantan General Manager Hubungan Masyarakat TV One. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)