Oleh Yulius Pekei, S.Pd, M.Pd
Dosen STK Touye Paapaa Deiyai, Keuskupan Timika
SAAT ini proses pendidikan dasar menengah, hingga perguruan tinggi di sebagian kabupaten baik di Provinsi Papua, Papua Pegunungan, Papua Selatan, Papua Tengah serta di wilayah Papua Barat maupun Papua Barat Daya menampakkan wajah buram. Sebut saja lebih parah di daerah Konflik Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Maibrat dan lain-lain.
Dunia pendidikan di daerah-daerah di wilayah provinsi-provinsi tersebut menghadapi tantangan serius menyusul konflik kekerasan yang kerap terjadi, yang melibatkan anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) dengan aparat TNI-Polri. Konflik tersebut segera digandakan dengan topografi tanah Papua dan akses yang masih sangat sulit.
Anak-anak di wilayah-wilayah yang kerap diderah konflik kehilangan kesempatan mengikuti proses belajar-mengajar bahkan kehilangan guru yang menjauh dalam waktu lama akibat tak nyaman mengajar. Potret buram dan roda pendidikan memilukan ini tersaji dalam rasa dan tatapan mata telanjang.
Untuk menghadapi persoalan serius seperti konflik kekerasan ini sungguh memerlukan guru-guru atau pendidik serta semua pihak melihat dan memahaminya dengan serius. Guru-guru sangat memerlukan suasana aman dan damai sehingga mereka menunaikan kewajibannya mendidik dan mengajar anak-anak didiknya demi meraih masa depan generasi emas tanah Papua.
Optimisme sebagai sikap mental positif sangat diperlukan dunia pendidikan, termasuk bebas dari konflik kekerasan. Di saat bersamaan, kerinduan mengejar mutu pendidikan terus meningkat baik oleh pelaku Pendidikan, pemerintah, dan masyarakat hingga peserta didik. Semua pihak tentu satu cita-cita bahwa pendidikan merupakan urat nadi kemajuan bangsa dan negara.
Mutu pendidikan
Mutu pendidikan di tanah Papua tentu menjadi pekerjaan besar semua pemangku kepentingan, stakeholder untuk terus meningkat. Ini tentu tak lain bermuara pada satu tujuan: menghasilkan generasi muda tanah Papua yang pintar dan berdaya saing.
Melalui pendidikan berkualitas akan mencapai kesadaran masyarat tanah Papua memajukan daerahnya. Melalui pendidikan berkualitas dengan sokongan situasi yang aman dan nyaman, akan lahir anak bangsa yang unggul, memiliki ilmu pengetahuan, berkarakter, dan berbudi pekerti luhur.
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Irman Gusman saat berbicara di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, menegaskan, jika ingin menjadi bangsa yang maju, pendidikan berkualitas merupakan hal utama. Pendidikan adalah urat nadi jika hendak menjadi bangsa yang maju.
Melalui pendidikan berkualitas, anak bangsa dapat dididik menjadi generasi unggul, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, punya karakter, budi pekerti, berjiwa inovatif, dan kreatif. Ada beberapa kasus di mana negara yang kaya sumber alam, justru mengalami kemiskinan dan konflik (beritasatu.com, 31/1 2014).
Irman mencontohkan semisal negara Pantai Gading yang merupakan penghasil kakao terbesar dunia atau Ghana, Nigeria, dan lainnya. Banyak kasus, beberapa negara yang kaya sumber alam seperti di kawasan Afrika, justru tidak berbanding lurus dengan tingkat kemajuan dan kesejahteraan.
Fenomena itu, kata Irman, terjadi karena faktor rendahnya sumber daya manusia. Karena itu, mutu pendidikan harus ditingkatkan agar mendapatkan sumber daya manusia (SDM) berdaya saing.
Persis di sini, gambaran serupa juga terjadi di tanah Papua. Pulau jumbo paling timur Indonesia itu memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) melimpah ruah. Namun, di saat bersamaan proses pendidikan masih dalam potensi konflik kekerasan yang membayang setiap saat.
Data United Nations Development Programme (UNDP) dalam Human Development Index tahun 2013 menyebutkan, Indonesia berada di ranking ke-121 dari 168 negara di dunia. Tanah Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang tergolong rendah mutu pendidikannya.
Dalam konteks tanah Papua, pemerintah, penyelenggara pendidikan dan para guru memiliki tantangan tersendiri di tengah situasi penuh konflik kekerasan. Meski demikian, semua elemen ini harus mampu mengendalikan pendidikan ke arah yang baik demi masa depan generasinya.
Di tengah konflik kekerasan yang kerap terjadi, pendidikan dengan dana jumbo jangan dijadikan lahan basa mencari uang demi kepentingan pribadi dan mengabaikan nasib serta masa depan anak didik setiap satuan pendidikan.
Hanya dengan begitu, sebagian tantangan pendidikan jalan di tempat seiringnya konflik kekerasan yang terus membelit teratasi. Berbagai pemangku kepentingan juga jangan jadikan masalah konflik kekerasan untuk bersama tidak mengurus pendidikan di tanah Papua demi masa depan anak-anak dan generasi emas bumi Cenderawasih.