TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Hakim tindak pidana korupsi (tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, Provinsi Papua menyatakan tidak memiliki kompetensi absolut dan perbaikan dakwaan bukan pilihan, opsi.
“Ada dua poin penting dalam putusan sela yang dibacakan majelis hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Jayapura pada Kamis (27/4) lalu,” ujar praktisi hukum Hyeronimus Ladoangin, SH kepada Odiyaiwuu.com dari Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Kamis (11/5).
Menurut Hyeron, dua poin dalam putusan sela dimaksud yaitu tentang kompetensi absolut dan dakwaan batal demi hukum. Dua jenis putusan ini, katanya, masing-masing memiliki konsekuensi berbeda, baik terhadap surat dakwaan maupun upaya hukumnya
“Untuk eksepsi batal demi hukum, penuntut umum atau terdakwa memiliki dua opsi yakni mengajukan banding atau memperbaiki dakwaannya,” kata Hyeron lebih jauh.
Tetapi, ia menambahkan, untuk eksepsi kompetensi absolut, satu-satunya upaya hukum yang tersedia adalah banding. Jika tenggat penyampaian memori banding tujuh hari kalender terlewati, putusan sela tersebut menjadi ‘putusan akhir’.
“Memang benar, dalam amar putusan nomor dua dinyatakan bahwa yang bukan kewenangan Pengadilan Tipikor adalah dakwaan kedua ketiga. Tetapi bersama dengan dakwaan pertama harus dilihat sebagai satu kesatuan dakwaan yang oleh hakim dinyatakan bukan merupakan kewenangannya untuk mengadili,” ujar Hyeron.
Dengan demikian, Hyeron berpandangan, upaya hukum yang tersedia untuk putusan sela a quo adalah banding. Jika banding sudah diterima, baru perbaikan dakwaan dilakukan untuk selanjutnya dilimpahkan kembali ke Pengadilan Tipikor.
“Sekali lagi, tenggat upaya banding tersebut adalah tujuh hari kalender terhitung sejak putusan dibacakan yang jatuh tempo pada 4 Mei 2023,” kata Hyeron. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)