Penghubung Komisi Yudisial dan Ihwal Pengawasan Hakim
OPINI  

Penghubung Komisi Yudisial dan Ihwal Pengawasan Hakim

Dr Methodius Kossay, SH, M.Hum, Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Papua. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Dr Methodius Kossay, SH, M.Hum

Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Papua

PENGHUBUNG Komisi Yudisial di daerah memiliki peran penting dan esensial. Ia perpanjangan tangan Komisi Yudisial Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya merujuk Pasal 24B ayat 1 UUD 1945 disebutkan sebagai berikut.

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

Untuk menjalankan amanat konstitusi tersebut, lahir peraturan pelaksana merujuk Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Kehadiran Penghubung Komisi Yudisial di daerah untuk membantu tugas dan kewenangan Komisi Yudisial khususnya di bidang pengawasan perilaku hakim melalui pemantauan di persidangan.

Pengawasan dilaksanakan berdasarkan laporan masyarakat atau inisiatif penghubung Komisi Yudisial di daerah terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Juga melakukan advokasi hakim terhadap orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabah hakim.

Kehadiran Penghubung Komisi Yudisial di daerah, tak lepas dari banyaknya permohonan pemantauan dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluruhan martabat hakim di Indonesia.

Penghubung Komisi Yudisial

Di dalam Pasal 3 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial Republik Indonesia secara tegas dinyatakan di sana.

Pasal 3 ayat 2 menyatakan, Komisi Yudisial dapat mengakat penghubungi di daerah sesuai dengan kebutuhan. Kemudian Pasal 3 ayat menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja penghubung Komisi Yudisial di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diataur dengan Peraturan Komisi Yudisial.

Sesuai dengan ketentuan di atas maka dibentuk Penghubung Komisi Yudisial di daerah melalui Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja Penghubung Komisi Yudisial di Daerah.

Penghubung Komisi Yudisial di Daerah saat ini sudah terdapat 20 unit di hampir sebagian wilayah Indonesia seperti Ambon, Kupang, Surabaya, Pekan Baru, Semarang, Palembang, Manado, Makassar, Mataram, Pontianak, Samarinda, Medan, Banda Aceh, Padang, Bandar Lampung, Banjarmasin, Kendari, Denpasar, Jayapura, dan Manokwari.

Tugas penghubung

Dalam menjalankan peran dan fungsinya yang diatur dalam Pasal 4 Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja Penghubung Komisi Yudisial di Daerah, Penghubung Komisi Yudisial membantu pelaksanaan tugas sebagai berikut.

Pertama, melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim. Kedua, menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.

Ketiga, melakukan verifikasi terhadap laporan dugaan pelanggaran (KEPPH) secara tertutup. Keempat, mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Kelima, tugas lain yang diberikan oleh Komisi Yudisial.

Dalam menjalankan amanah yang diisyaratkan tersebut, dinamika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara masih ada masyarakat (civil society) belum tahu dan memahami tugas pokok dan kewenangan Penghubung Komisi Yudisial di daerah.

Termasuk keberadaan kantor Penghubung Komisi Yudisial di daerah. Hal tersebut terjadi karena keberadaan kantor penghubung di daerah menjadi sentral pelaporan dugaan pelanggaran kode etik dan/atau perilaku hakim dan penanganan perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran maratabat hakim (MPKH).

Sentral

Penghubung Komisi Yudisial wilayah Papua, misalnya, saat ini baru berusia 6 bulan sejak dilantik dan dibentuk pada 4 November 2023. Kantor Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Papua yang berada di kota Jayapura, akan menjadi titik sentral dalam mengawal peradilan bersih di tanah Papua.

Cakupan yuridiksi kerjanya meliputi Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan. Tiga provinsi daerah otonom baru (DOB) dan satu provinsi induk yang kini menjadi Ibu Kota Jayapura.

Dengan melihat cakupan yuridiksi yang begitu besar dan luas di provinsi-provinsi tersebut, Penghubung Komisi Yudisial wilayah Papua diharapkan dan dituntut melakukan edukasi dan sosialisasi secara masif kepada masyarakat.

Hal itu perlu mengingat masih banyak warga belum mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi kewenangan Komisi Yudisial serta keberadaan Kantor Penghubung Komisi Yudisial di Papua.

Pengaduan

Pembangunan yang berjalan selama ini di Provinsi Papua, terkesan Jawa centris, terpusat. Akibatnya, cara pandang masyarakat yang terbangun yakni keberadaan Komisi Yudisial hanya terdapat di Jakarta. Padahal, ada Penghubung Komisi Yudisial di daerah.

Praktik selama ini, sebelum kehadiran penghubung di daerah, ketika ada temuan di lapangan dan terindikasi ada hakim yang melanggar KEPPH melaporkannya langsung ke Jakarta.

Selain itu juga ada yang tidak melaporkannya karena pertimbangan jarak dan ongkos perjalanan yang mahal ke Jakarta. Maka, untuk memudahkan masyarakat dalam pelaporan pengaduan, Komisi Yudisial membentuk Penghubung Komisi Yudisial di daerah yang juga menjadi salah satu tujuan hadirnya Penghubung Komisi Yudisial di daerah.

Cara pengaduan laporannya bisa langsung datang ke kantor penghubung Komisi Yudisial di daerah atau langsung ke Kantor Komisi Yudisial di Jakarta. Proses laporan pengaduan masyarakat juga bisa dilakukan melalui email pengaduan@komisiyudisial.go.id atau pelaporan.komisiyudisial.go.id.

Meski khusus di daerah-daerah tertentu di Indonesia seperti Papua, Papua Barat dan lainnya, laporan pengaduan secara online kadang berpengaruh terhadap jaringan yang kurang memadai atau bermasalah. Namun, dengan hadirnya Penghubung Komisi Yudisial di daerah, sangat membantu masyarakat yang ingin melakukan pengaduan laporan.

Advokasi hakim

Salah satu tugas Penghubung Komisi Yudisial di daerah adalah melakukan pengawasan terhadap hakim melalui pemantauan sidang di pengadilan. Selain itu, melakukan advokasi hakim yang juga sampai dengan saat ini, masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya.

Walaupun tugas mengenai advokasi hakim ini, sudah tersirat dalam  Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.

Maka dalam melaksanakan tugas advokasi hakim, melalui Undang-Undang Komisi Yudisial tersebut, dibentuk Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim.

Lahirnya peraturan tentang advokasi hakim ini, menjadi dasar dan legitimasi yang kuat dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

Banyak warga dan juga hakim di daerah yang belum tahu peran Komisi Yudisial dalam mengadvokasi hakim. Di daerah banyak hakim di pengadilan maupun di luar pengadilan yang mendapatkan masalah, baik tekanan psikologi maupun kekerasan fisik.

Misalnya mendapat ancaman, teror, intervensi, intimidasi, pencemaran nama baik, berlaku tidak sopan, dan lain sebagainya. Kondisi ini tentu mengganggu dan merendahkan kehormatan hakim dalam menjalankan profesi mulianya.

Di sini salah satu fungsi penghubung Komisi Yudisial dalam memberikan advokasi hakim yaitu memberikan advokasi dan perlindungan terhadap hakim yang direndahkan martabatnya.

Penghubung Komisi Yudisial dalam beberapa kali kunjungan membangun tali silaturami dengan beberapa pengadilan di daerah. Banyak yang melaporkan insiden terkait kasus-kasus yang masuk kategori merendahkan kehormatan hakim dan berujung pada pelaporan kepada pihak penegak hukum yaitu pihak kepolisian.

Langkah antisipatif

Selain perlindungan yang harus diberikan kepada hakim dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, juga perlu secara masif Penghubung Komisi Yudisial dalam melakukan edukasi, sosiasisasi, dan penyebaran informasi yang sifatnya antisipatif sebelum terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim (PMKH).

Deteksi dini dalam upaya pencegahan sebelum adanya perbuatan PMKH merupakan sebuah harapan yang saat ini dinantikan hakim di seluruh wilayah peradilan di Indonesia. Maka prinsip check and balance antara Penghubung Komisi Yudisial di daerah dan pengadilan yang ada di daerah penting.

Sehingga hakim dalam menjalankan tugasnya lebih independen dan imparsialitas, sesuai dengan ungkapan, jika hakim merasa aman dan terlindungi dari berbagai tekanan, maka imparsialitas dan kualitas putusannya akan terjaga. Maka diperlukan juga koordinasi, sinergi, dan komunikasi yang intens antara Penghubung Komisi Yudisial dan peradilan umum di daerah.

Dengan demikian penghubung Komisi Yudisial di daerah dapat menjadi garda terdepan dalam melayani dan harapan masyarakat untuk perduli terhadap proses hukum, khususnya hakim dan pengadilan.

Selain itu, membangun komunikasi dan koordinasi dengan jajaran pengadilan untuk lebih transparan dalam rangka memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan kepada pencari keadilan di daerah.

Tinggalkan Komentar Anda :