Noel Harap Dapat Amnesti dari Presiden Prabowo, Berikut 22 Kendaraan Mewah Hasil OTT KPK

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel. Foto: Istimewa

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Wakil Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel berharap dirinya mendapat amnesti dari Presiden H. Prabowo Subianto. 

Noel mengutarakan harapan tersebut setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Noel menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.

“Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo,” ujar Noel sebelum memasuki mobil tahanan di kompleks Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (22/7).

Dalam kesempatan tersebut, mantan relawan Prabowo Mania 08 itu meminta maaf kepada Presiden Prabowo. Noel juga menepis tidak dijebak setelah menjadi tersangka. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama 10 orang lainnya dalam kasus tersebut.

Noel dan 10 orang tersebut dijerat Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Komisi antirasuah itu selanjutnya menahan Noel dan 10 tersangka lainnya untuk 20 hari pertama, terhitung 22 Agustus sampai 10 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK di Gedung Merah Putih

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto sebelumnya membenarkan Noel terjaring OTT. Fitroh mengatakan OTT terkait dugaan pemerasan pengurusan Sertifikasi K3. KPK, sebut Fitroh, juga menyita puluhan kendaraan.

Selain itu, lanjut Fitroh, KPK juga menyegel ruangan Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan RI.

Pasca penetapan tersangka, Noel meminta maaf kepada Presiden Prabowo. “Pertama, saya meminta maaf kepada Presiden Prabowo Subianto,” ujar Noel di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8).

Noel juga meminta maaf kepada anak dan istrinya. Ia kemudian meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Noel mengklarifikasi bahwa dirinya tidak ditangkap oleh KPK dalam OTT.

“Saya tidak di-OTT, pertama itu. Kedua, kasus saya bukan kasus pemerasan agar narasi di luar tidak menjadi narasi yang kotor memberatkan saya,” kata Noel.

KPK menyita 22 kendaraan mewah dalam OTT Noel pada Rabu (20/8) malam. Barang bukti tersebut kini dipamerkan di Gedung Merah Putih KPK sebagai bagian dari proses penyelidikan dugaan pelanggaran hukum yang menjerat pejabat negara tersebut.

Kendaraan yang disita terdiri dari 15 mobil dan 7 sepeda motor mewah, dengan berbagai jenis mulai dari sedan, SUV, hingga motor sport. Penyitaan ini menjadi sorotan publik karena jumlah dan nilai kendaraan yang tergolong sangat tinggi, sekaligus menegaskan keseriusan KPK dalam menindak dugaan praktik korupsi di kalangan pejabat negara.

Berikut daftar jenis-jenis kendaraan yang berhasil diamankan KPK. Mobil mewah terdiri dari Nissan GT-R R35, Toyota Corolla Cross, Hyundai Palisade (dua unit), Suzuki Jimny, Honda CR-V (tiga unit), Jeep, Toyota Hilux, Mitsubishi Xpander (dua unit), Hyundai Stargazer, BMW 330i, dan Mitsubishi Pajero Sport

Sedangkan sepeda motor terdiri dari Vespa Sprint S 150, Ducati Scrambler, Ducati Hypermotard 950, Ducati XDiavel, dan Ducati Multistrada (dua unit).

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, kendaraan-kendaraan tersebut diduga merupakan hasil dari praktik pemerasan yang dilakukan oleh Noel terhadap sejumlah perusahaan terkait pengurusan Sertifikasi K3. Selain kendaraan, KPK juga menyita sejumlah uang tunai sebagai barang bukti.

KPK telah menangkap 14 orang dalam OTT tersebut dan memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum mereka. Proses ini menjadi penentu apakah para pihak akan ditetapkan sebagai tersangka atau dibebaskan.

Penyitaan kendaraan mewah ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara. Kasus ini kembali menegaskan fokus KPK dalam memberantas praktik korupsi yang melibatkan pejabat publik dengan aset bernilai tinggi. (*)