Mengapa Angka Pasien Rujukan Sangat Tinggi? - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Mengapa Angka Pasien Rujukan Sangat Tinggi?

Titus L Mohi, S.Si, M.Si, tokoh pemuda Provinsi Papua Pegunungan. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Titus L Mohi, S.Si, M.Si

Tokoh Pemuda Provinsi Papua Pegunungan

PERTANYAAN ini sangat mengganggu pikiran kita sebagai orang asli Papua terutama kita yang hidup di era otonomi khusus (otsus). Mengapa? Di era Otsus dalam bidang kesehatan mendapatkan prosentase anggaran mencapai 20 persen dari total anggaran penerimaan otsus. 

Namun pasien rujukan yang difasilitasi oleh pemda melalui dinas teknis maupun pasien mandiri dari wilayah pegunungan untuk berobat ke Jayapura sangat tinggi. 

Kondisi ini patut diakui karena disebabkan banyak hal. Misalnya, fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kurangnya tenaga dokter dan medis di Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) bahkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), persedian obat-obatan yang kurang serta faktor keamanan. 

Akibatnya, pelayanan kesehatan di wilayah pegunungan tidak berjalan maksimal. Mulai dari pelayanan di tingkat Pustu, Puskesmas sampai di RSUD pun menghadapi kendala yang hampir sama terutama akibat kekurangan tenaga dokter spesial. Kondisi ini membuat banyak pasien rujukan untuk berobat ke Jayapura sekalipun hanya difasilitasi biaya tiket oleh pemerintah. 

Sedangkan biaya berobat dan biaya administrasi Rumah Sakit di Jayapura atau di kota lainnya menjadi tanggungan pribadi termasuk tanggungan biaya penjaga pasien. Sedihnya lagi adalah setelah sembuh pasien hasil rujukan mau kembali pulang ke daerah atau kampung mengalami kendala. 

Kendala seperti ini di era pemerintahan Bupati Pegunungan Bintang periode 2015-2020 Costan Oktemka, SIP pernah membuat solusi yang pro rakyat dengan mengalokasikan dana dari otsus bidang kesehatan. Tujuannya, untuk penanganan pasien rujukan mulai dari Pustu, Puskesmas dan RSUD, menyediakan rumah singgah di Sentani komplit dengan fasilitas kesehatan. 

Misalnya, mobil ambulan, dokter umum dan tenaga medis lainnya termasuk kerjasama dengan penerbangan AMA untuk mengangkut pasien rujukan dari kampung-kampung di seluruh wilayah Pegunungan Bintang. Termasuk juga pasien rujukan yang meninggal diurus oleh pemerintah.

Konsep ini sangat baik untuk bisa ditiru oleh para pengambil kebijakan di seluruh wilayah Pegunungan, dalam rangka mengurangi angka kematian ibu dan anak, gizi buruk (stunting) dan penanganan penyakit lainnya.

Selain konsep penanganan ala Oktemka, yang perlu dan fokus bagi pemimpin  di wilayah Papua Pegunungan mulai dari provinsi hingga delapan kabupaten di Papua Pegunungan adalah memperkuat kapasitas para tenaga yang bergerak dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif di tingkat pustu atau klinik. 

Selain itu, mendorong kerjasama lembaga pengelola pendidikan tinggi khusus di bidang kesehatan dan pendidikan, mendorong para dokter muda yang merupakan putra daerah untuk melanjutkan pendidikan spesialis (selain kontrak tenaga kesehatan) dengan membentuk Satuan Petugas Kesehatan (Satgaskes) untuk didistribusi ke seluruh distrik. 

Kemudian, menyediakan fasilitas sarana prasarana terutama jaringan internet, kerjasama dengan pihak penyedia maskapai penerbangan baik Pesawat maupun heli, menyediakan rumah singgah bagi ibu bersalin dan pasien rujukan, menyediakan biaya makan bagi penjaga pasien rujukan termasuk biaya penanganan pasien rujukan yang meninggal. 

Selain itu yang perlu dipikirkan oleh para pemimpin daerah di wilayah pegunungan adalah mencari solusi bagi ASN yang bertugas di distrik mulai dari staf distrik, Pustu dan Puskesmas dalam pengurusan nasib. Karena realitanya, petugas distrik lebih banyak waktu di kota dengan alasan dalam rangka pengurusan nasib (golongan dan pangkat). 

Kondisi ini terjadi akibat tidak berjalannya fungsi para kasubag kepegawaian di masing-masing instansi. Supaya mereka yang bertugas di distrik lebih fokus pada pelayanan, solusinya adalah membuat aplikasi (bank data) bagi ASN yang dikoneksikan dari BKD Kabupaten, BKD Provinsi dan BKN Pusat. 

Untuk tujuan ini para Kasubag Kepegawaian di instansi terkait didorong membuat jadwal secara periodik dan wajib menyimpan data ASN mulai dari SK CASN dan SK ASN (datanya discan). Hal ini dilakukan selain mempermudah pengurusan nasib para ASN maupun antisipasi force majeure. Dengan demikian, petugas medis betah di tempat tugas serta  pemerintah wajib memperhatikan kebutuhan makan dan jaminan keselamatan. 

Apabila kondisi ini bisa dilakukan dengan membuat perencanaan sesuai kebutuhan dan kondisi riil masyarakat, pelayanan kesehatan yang pro orang asli Papua di era otsus akan nampak. Selama ini pelayanan kesehatan di wilayah Papua Pegunungan mendapatkan angka raport merah, semoga dengan perbaikan pelayanan kesehatan dan berdasarkan evaluasi kinerja dinas teknis selama beberapa tahun belakangan ini, tentu memberikan dampak yang signifikan. 

Tujuan otsus jelas yaitu mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua. Para pengambil kebijakan harus sadar bahwa sisa masa otsus hanya 17 tahun lagi. Ini kesempatan bagi orang asli Papua, tentu para pengambil kebijakan harus membuat program yang afirmatif bagi orang asli Papua agar dengan konsep afirmatif akan menjawab tujuan otsus. 

Hal terpenting adalah fasilitas kesehatan RSUD Wamena harus dilengkapi untuk kepentingan bagi pasien orang asli Papua dan pasien rujukan di wilayah Papua Pegunungan. Pentingnya sharing dana dari tujuh kabupaten dengan Pemda Jayawijaya dalam rangka penanganan pasien rujukkan di RSUD Wamena. 

Deposit dana ke beberapa maskapai penerbangan (pesawat dan heli) dan mendorong kerjasama dengan pihak swasta/LSM yang bergerak di bidang kemanusiaan. Hal ini tentu dalam rangka mengurangi angka pasien rujukan ke Jayapura dan ke kota lainnya dan kualitas hidup orang asli Papua akan lebih baik karena programnya afirmatif bagi mereka.

Tinggalkan Komentar Anda :