JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Birokrat kesehatan Papua drg Aloysius Giyai, M.Kes mengatakan, semua instrumen dan kebijakan pembangunan di empat daerah otonomi baru (DOB) di tanah Papua harus memihak kepentingan dan nasib orang asli Papua (OAP) di seluruh sektor. Sebab tujuan pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi khusus Papua sejatinya adalah kesejahteraan orang asli Papua.
“Jika tidak, ya, daerah otonom baru gagal. Lalu kita sekadar memancing kaum migran baru untuk datang dan menjajah kita. Bukan rasis, tapi ini fakta hari ini. Daerah otonomi baru hadir untuk orang asli Papua. Karena itu, saat ini siapapun yang diberi kepercayaan oleh negara dan Tuhan, atur ini baik-baik. Jika tidak, suatu saat akan terjadi konflik sosial,” kata Alo Giyai saat tampil sebagai pembicara seminar nasional bertajuk Grand Design Pembangunan Papua Pasca Pemekaran Menuju Papua Baru yang digelar Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Papua, Jumat (28/7).
Menurut Alo, salah satu hal yang diperhatikan pemerintah provinsi di empat daerah otonom baru yaitu Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya ialah keberpihakan pada orang asli Papua dalam pengisian jabatan birokrasi baik yang diambil dari provinsi induk dan kabupaten/kota maupun pengadaan calon pengawai negeri sipil baru.
“Keterwakilan, representasi orang asli Papua harus 80 persen dan non OAP 20 persen, terutama dalam mengisi organisasi perangkat daerah (OPD) pendukung seperti sekretaris daerah, dinas atau badan keuangan, Bappeda, Badan Kepegawaian Daerah, dan pengampu urusan wajib pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Jika ini hanya teori, DOB tidak berhasil, gagal,” kata Alo yang juga menjabat Direktur RSUD Jayapura.
Alo menambahkan, hal lain yang tak kalah penting ialah pemerintah provinsi di empat DOB di tanah Papua harus melakukan rekognisi dan perlindungan bagi orang asli Papua dapat terimplementasikan. Rekognisi paling mendasar meliputi pengakuan eksistensi masyarakat hukum adat, sumber penghidupan, dan cara mengelola hak ulayat. Aktivitas ekonomi seperti penanaman modal harus berjalan secara cermat.
“Penanaman modal harus berpijak pada rencana tata ruang wilayah dan jika akan menggunakan tanah ulayat perlu mekanisme yang lebih ketat. Misalnya investasi yang dilakukan harus sesuai dengan potensi lokal dan tanah yang digunakan hanya dapat dimanfaatkan dengan sistem sewa, pinjam pakai atau bagi hasil. Dalam konteks langkah perlindungan lain dan mendesak adalah merumuskan kebijakan baru mengenai Regulasi pengelolaan arus migrasi,” kata Alo, birokrat asal Mee dan penulis tujuh buku karyanya.
Dari sisi SDM, Alo mengakui hingga kini stigma terbelakang dan tidak mampu masih dilekatkan kepada penduduk orang asli Papua. Hal tersebut berdampak pada proses rekrutmen di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Papua, di mana presentasi pekerja orang asli Papua sangat sedikit dibandingkan non OAP. Padahal, ia percaya, jika diberi ruang, OAP akan mampu bekerja untuk membangun negerinya.
“Dalam hal tender proyek atau pekerjaan di dinas-dinas pun harus ada keberpihakan kepada OAP. Proyek dengan anggaran di bawah Rp 2 miliar harus diberikan kepada pengusaha orang asli Papua. Selama ini saya lakukan seperti itu. Kalau di atas itu, silahkan bersaing melalui lelang terbuka,” ujar Alo tegas.
Di sisi lain, Aloy mengajak kaum muda dan mahasiswa Papua untuk meningkatkan kompetensi diri dan belajar berwirausaha dari masa dini. Sebab hal ini rata-rata menjadi kelemahan umum yang ditemukan yang ikut menghambat pengembangan diri dan karir ke depan.
“Hari ini tidak berlaku ijazahmu tapi keterampilan dan keahlianmu. Karena perkembangan dunia membutuhkan itu. Kalian bisa kalau kalian aktif berorganisasi secara benar,” katanya.
Sementara itu pemateri lainnya dari Universitas Cenderawasih Dr Yustus Pondayar, SH, MH mengatakan, anak muda dan mahasiswa di Papua harus menyiapkan diri untuk bersaing lewat studi yang benar. Perlu juga mengasah intelektulitas dan keahlian untuk mengisi daerah otonom baru. Sebab persaingan akan tetap terbuka di berbagai bidang.
“Contoh, kalau mau jadi kontraktor, kerjakan tugas dengan baik. Jangan kerja setengah-setengah dan habiskan di Entrop (tempat hiburan malam-Red), apa gunanya. Harus intropeksi diri. Jangan terbawa dengan semangat yang mengancurkan diri,” ujar Yustus.
Selain Yustus dan Alo, hadir sebagai pemateri lainnya Sekretaris DPD AMPI Provinsi Papua H. Jayakusuma, SE. Seminar dipandu moderaror Bendahara DPD AMPI Papua Haryanto Rumagia, S.PTK. Seminar dihadiri sekitar 100 mahasiswa dan kaum muda dari berbagai organisasi kemasyarakatan pemuda di Kota Jayapura. (Gusty Masan Raya, Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)