Geopolitik Global dan Arah Masa Depan Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Geopolitik Global dan Arah Masa Depan Papua

Yakobus Dumupa, Pendiri dan pembina portal berita Odiyaiwuu.com. Foto: Dok. Odiyaiwuu

Loading

Oleh Yakobus Dumupa
Anggota Majelis Rakyat Papua (2012-2016) dan Bupati Dogiyai (2017-2022)

PAPUA telah lama menjadi ruang tarik-menarik antara kepentingan lokal, nasional, dan global. Di balik hijaunya hutan dan kayanya tanah Papua, tersembunyi sejarah panjang yang rumit, termasuk proses integrasi ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1960-an yang masih menjadi kontroversi hingga kini. Namun di era global yang terus berubah, pertanyaan yang makin mengemuka bukan hanya soal sejarah, melainkan arah masa depan Papua: apakah akan tetap dalam NKRI, ataukah suatu saat keluar sebagai entitas politik merdeka? Untuk menjawabnya, kita tidak bisa hanya melihat dari dalam negeri. Kita harus menengok ke panggung geopolitik global.

Masa Lalu yang Dipengaruhi Dunia

Sejarah politik Papua tidak pernah berdiri sendiri. Saat Belanda bersiap melepaskan jajahannya di Asia Tenggara, muncul perdebatan soal status Papua Barat. Indonesia menegaskan klaim atas Papua sebagai bagian dari warisan wilayah Hindia Belanda, sementara Belanda berupaya menjadikan Papua sebagai negara tersendiri di bawah pengaruhnya. Ketegangan ini menarik perhatian Amerika Serikat dan Uni Soviet di tengah Perang Dingin.

Demi menahan pengaruh komunisme yang makin kuat di Asia Tenggara, AS memilih mendukung Indonesia. Hasilnya adalah Perjanjian New York 1962, yang menjadi dasar penyerahan Papua ke Indonesia melalui PBB, dengan syarat diadakannya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Pepera dilakukan dengan sangat terbatas, dan hasilnya tetap diperdebatkan. Namun, status Papua sebagai bagian dari Indonesia diterima dunia, terutama karena didorong oleh kalkulasi geopolitik Barat.

Panggung Global yang Terus Bergerak

Kini, lebih dari lima dekade sejak Pepera, dunia telah berubah. Perang Dingin berakhir, namun geopolitik tetap dinamis. China telah bangkit sebagai kekuatan global, menciptakan poros kekuatan baru yang menantang dominasi Barat. Di sisi lain, isu-isu hak asasi manusia, perubahan iklim, dan keadilan global semakin menempati ruang utama dalam diplomasi internasional. Semua ini membentuk lanskap baru yang bisa berdampak besar bagi Papua.

Pertama, isu hak asasi manusia (HAM) menjadi kartu politik yang sensitif. Di berbagai forum internasional, kelompok-kelompok pro-kemerdekaan Papua makin gencar menyuarakan pelanggaran HAM di Papua. Negara-negara Pasifik seperti Vanuatu, Tonga, dan Solomon Islands secara terbuka menyuarakan dukungan terhadap Papua. Meskipun belum menyentuh keputusan PBB, suara mereka menggema sebagai sinyal bahwa Papua tetap diperhatikan dunia.

Kedua, munculnya kekuatan-kekuatan baru seperti China dan Rusia yang bersedia membuka hubungan dengan berbagai kelompok separatis di belahan dunia, termasuk Papua, bisa menciptakan peluang dan risiko baru. Jika Indonesia semakin erat dengan kekuatan Barat, maka bukan tidak mungkin kekuatan tandingan menggunakan isu Papua sebagai alat tekan.

Ketiga, sumber daya alam Papua menjadikan wilayah ini sangat strategis. Di tengah ketegangan global atas kendali sumber daya—dari nikel hingga emas dan gas—Papua menjadi lokasi incaran, baik oleh perusahaan-perusahaan multinasional maupun negara-negara besar yang menyusun strategi energi jangka panjang. Bila Papua suatu saat mampu membuka hubungan ekonomi dan politik secara langsung ke luar negeri, tanpa intervensi Jakarta, maka daya tawarnya bisa meningkat pesat.

Kemungkinan Skenario Masa Depan

Berdasarkan dinamika geopolitik global yang terus berkembang, terdapat beberapa kemungkinan skenario masa depan Papua yang layak dipertimbangkan secara serius.

Pertama, Papua tetap berada dalam bingkai NKRI, namun dengan tekanan internasional yang terus meningkat. Dunia internasional semakin vokal menyoroti pelanggaran HAM, ketimpangan pembangunan, serta tuntutan penentuan nasib sendiri di Papua. Tekanan global ini memaksa pemerintah pusat untuk memperbaiki kebijakan, membuka ruang demokrasi yang lebih luas, serta memberikan makna baru bagi otonomi yang selama ini dinilai tidak efektif.

Kedua, terjadi peningkatan otonomi khusus atau bahkan penerapan model federalisme. Dalam situasi ini, baik tekanan internasional maupun desakan dari dalam negeri mendorong Indonesia untuk menawarkan sistem pemerintahan yang lebih desentralistik. Papua tetap menjadi bagian dari Indonesia, tetapi dengan status politik, hukum, dan ekonomi yang jauh lebih mandiri dan otonom. Ini menjadi kompromi yang bertujuan meredakan ketegangan tanpa harus membuka pintu menuju pemisahan wilayah.

Ketiga, Papua bisa menuju kemerdekaan dengan dukungan internasional. Skenario ini dapat terjadi apabila kondisi dalam negeri Indonesia memburuk—misalnya instabilitas politik, konflik horizontal, atau krisis ekonomi berat—dan pada saat yang sama dukungan global terhadap hak penentuan nasib sendiri Papua semakin menguat. Jika opini global berubah dan lembaga-lembaga global seperti PBB membuka kembali kemungkinan referendum, maka jalan menuju kemerdekaan terbuka, meskipun prosesnya panjang dan penuh tantangan.

Keempat, muncul konflik berkepanjangan yang melibatkan intervensi asing. Ini adalah skenario terburuk. Jika kekerasan terus meningkat dan pemerintah Indonesia gagal menyelesaikannya secara damai, maka Papua bisa menjadi titik konflik yang menyeret kekuatan-kekuatan besar dunia, baik secara diplomatik maupun militer. Seperti halnya Timor Timur di masa lalu atau konflik di Ukraina, intervensi asing bisa berubah dari tekanan politik menjadi operasi kemanusiaan atau bahkan konflik terbuka.

Peran Aktor Global dan Diplomasi Papua

Saat ini, kelompok diaspora Papua telah membentuk jaringan internasional yang aktif di berbagai forum. United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), misalnya, terus mendorong Papua menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG) dan memanfaatkan forum Dewan HAM PBB. Meski belum mencapai hasil konkret, diplomasi ini memperkuat posisi Papua dalam percakapan global.

Sementara itu, Indonesia juga terus melobi negara-negara besar agar tidak ikut campur urusan Papua. Hubungan erat dengan AS, Australia, Jepang, dan negara-negara ASEAN menjadi tameng utama Indonesia dalam mempertahankan posisi politiknya. Namun, jika Indonesia tidak berhasil memperbaiki kondisi Papua dari dalam, kekuatan lobi ini bisa goyah.

Kunci di Tangan Rakyat Papua dan Kebijakan Jakarta

Pada akhirnya, masa depan politik Papua tidak hanya akan ditentukan oleh Jakarta atau kekuatan global, tetapi juga oleh rakyat Papua sendiri. Dalam dunia yang semakin terhubung, suara rakyat Papua bisa melampaui batas-batas negara dan menarik perhatian dunia. Namun suara itu akan kehilangan gaung jika tidak dibarengi dengan konsolidasi internal, persatuan, dan agenda yang jelas.

Indonesia masih memiliki peluang besar untuk mempertahankan Papua secara bermartabat jika mampu merangkul dan mengangkat harkat rakyat Papua secara adil dan manusiawi. Namun bila ketimpangan, kekerasan, dan pembungkaman terus terjadi, maka peluang intervensi global akan semakin terbuka.

Geopolitik global adalah pedang bermata dua: bisa menjadi pelindung, bisa pula menjadi pemisah. Semua tergantung bagaimana kita, baik Jakarta maupun Papua, membaca arah angin dunia dan memutuskan jalan yang bijak ke depan. ***

Tinggalkan Komentar Anda :