TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Tiga mama Papua asal Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua masing-masing Ance Badokapa, Yemina Douw, dan Mince Pakage diamankan aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Mimika Baru, Kepolisian Resor Mimika, Polda Papua saat ketiganya menjual noken bermotif bendera Bintang Kejora di Jalan Yos Sudarso Timika, Sabtu (7/5) sekitar pukul 14.00 WIT
Menurut Mince Pakage, yang berprofesi tani ia bersama Ance dan Yemina sudah sepuluh tahun menjual aneka kerajinan khas Papua guna memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan biaya pendidikan putra-putri mereka. Aktivitas tambahan ini mereka lakukan di sela-sela menjalani rutinitasnya berkebun di kampung halamannya.
“Mama Ance Badokapa nekad bawa juga balitanya ke Timika untuk kami sama-sama jual aneka kerajinan khas Papua, termasuk noken bermotif Bitang Kejora, simbol budaya kami yang sudah diakui dunia. Pada penyelenggaraan PON XX di Jayapura, aneka kerajinan khas mama-mama Papua juga kami sering jual dan tak ada masalah. Kami nekad tinggalkan kampung untuk jualan di Timika buat tambah uang makan dan ongkos anak sekolah. Tiba-tiba kami ditangkap dan dibawa ke pos polisi,” ujar Mince Pakage.
Mince sempat protes karena dituding menjual aneka kerajinan khas karya mama-mama Papua, termasuk noken bermotif Bintang Kejora. Padahal, Bintang Kejora merupakan simbol budaya Papua yang diakui Presiden Abdurrahman Wahid. Bahkan banyak asesori khas Papua lainya juga menggunakan motif tersebut yang merupakan simbol khas budaya Melanesia.
“Jualan khas Papua ini bukan dibeli pejabat negara seperti Bapak Presiden Jokowi beli di Panti Asuhan Hawai di Sentani sana saat PON XX. Kami jual untuk dapat untung 10 atau 20 ribu buat makan di rumah dan ongkos anak-anak kami biar kelak dorang jadi orang pintar. Tapi kalau kami dibikin susah begini, lalu kami cari makan di mana lagi. Mohon hargai kami pedagang kecil musiman ini. Kami perlu makan dan ongkos anak kami biar dorang jadi pintar,” kata Mince.
Sementara itu, Yemina Douw mengaku saat sedang berjualan sekitar pukul 13.00 WIT, sekitar lima anggota polisi mendatangi tempat jualan mereka lalu disuruh kumpulkan semua noken yang bermotif bintang kejora. Ketiga pedagang kecil ini disuruh ikut ke Markas Polisi Sektor Mimika Baru mengunakan sebuah mobil Sabhara.
“Saat kami tanya alasan dibawa ke Mapolsek Mimika Baru, anggota polisi ini mengaku mereka disuruh atasan. Setiba di kantor polisi, kami disuruh tunggu karena kabarnya Kapolsek Mimika Baru sedang antar istrinya ke rumah sakit. Hingga pukul 17.29 WIT, kami masih berada di halaman kantor Polsek Mimika Baru,” kata Yemina.
Ferry Pakage, saudara kandung Mince meminta aparat Polres Mimika segera meninggalkan pola menjaga keamanan dan ketertiban terutama bagi warga masyarakat kecil yang berjualan sekadar mencari sesuai nasi. Mama-mama Papua ini sangat mencintai pekerjaan sambilan mereka menjual aneka kerajinan khas Papua guna menopang kebutuhan ekonomi keluarga, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya.
“Adik saya bersama tiga temannya itu jualan asesori khas Papua, termasuk noken bermotif Bintang Kejora sekadar memenuhi eknonomi dan membiayai pendidikan anaknya. Ibu Yemina Douw nekad berjualan ke Timika karena peluang mendapat uang sangat besar. Beliau sedang ongkos anaknya yang sedang kuliah di STIKES Widyagama Malang dan kini sudah duduk di semester tujuh. Saya minta Pak Kapolres Mimika segera melepaskan mereka,” kata Ferry Pakage saat dihubungi Odiyaiwuu.com di Waghete, kota Kabupaten Deiyai, Sabtu (7/5).
Fery yang tengah menempuh studi S-3 di Malang ini mengingatkan, jika Indonesia ingin membatasi penjualan hasil kerajinan khas mama-mama Papua maka sebaiknya menutup semua tempat penjualan pasar mama-mama di seluruh tanah Papua, termasuk Mimika. Aparat kepolisian, ujar Fery, perlu memahami bahwa noken Papua sudah terdaftar sebagai Warisan Budaya tak Benda (Intangible Cultural Heritage) di United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco) atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa pada 4 Desember 2012.
“Tindakan mengamankan pedagang kecil yang menjual noken Papua kurang patut. Noken itu sudah ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda Unesco. Pengakuan Unesco ini juga merupakan bentuk pengakuan dan semangat bagi mama-mama Papua memuliakan dan melindungi noken yang saat ini dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di tanah Papua. Tindakan ini menunjukkan perilaku dan wajah negara ini semakin hari semakin bodoh di mata publik tanah Papua,” kata Ferry, intelektual muda Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)