Analis Minta Presiden Panggil Kapolri, Jusuf Kalla: Anggota DPR Bicara Asal-asalan dan Hina Rakyat

Presiden Republik Indonesia H. Prabowo Subianto. Sumber foto: presidenri.go.id

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com —  Analis sosial politik Eduardus Lemanto, Ph.D meminta Presiden Prabowo Subianto memanggil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo, M.Si menyusul aksi demonstrasi yang melanda Jakarta dan berbagai kota di Indonesia beberapa hari terakhir. Kondisi bangsa dinilai Edu tidaklah biasa.

“Eskalasi demonstrasi plus chaos secepat kilat. Ini luar biasa. Ada dalang? Dalang orang dalam? Dalang orang luar? Sebagai rakyat kami tidak tahu. Itu urusan Presiden dan perangkat-perangkat negara. Rakyat hanya mau tahu kapan para koruptor yang sudah diduga kuat terlibat korupsi dan yang nama-namanya sudah dan sedang menghiasi halaman utama media-media utama dibereskan? Rakyat sudah terlalu mual dengan kondisi ini,” ujar Edu di Jakarta, Jumat (30/8).

Menurut Edu, sebentar lagi rakyat ‘muntah’. Artinya, mereka (rakyat) segera keluar rumah, kos, kampus, kantor, sawah, kontrakan, lalu bergerak. Rakyat merasa gerah. Ia juga mempertanyakan, kapan Presiden mengganti Kapolri. Presiden, ujar Edu, perlu tahu bahkan sudah tahu bahwa kondisi Polri selama satu dekade terakhir nyungsep

“Sederetan kasus besar melibatkan institusi ini. Dari narkoba, judi online, pembunuhan berencana, dan seterusnya. Rakyat tahu, mereka hanya disuguhkan survei kredibilitas lembaga yang katanya membaik. Rakyat tahu bahwa program ‘Polri Tanam Jagung’, ‘Polri Tanam Pohon’ atau apalah semuanya sia-sia. Rakyat mungkin anggap itu semua drama,” kata Edu,  doktor Filsafat Politik lulusan Peoples’ Friendship University of Russia-Moscow.

Edu juga mengatakan, kapan Presiden menimbang dan bila perlu merevisi semua program, yang mungkin bukan hanya salah kelola atau salah alamat atau sasaran, tetapi memang salah prioritas atau bahkan bahkan belum terlalu penting untuk saat ini. 

“Misalkan Program Makan Bergizi Gratis, MBG yang hingga kini justru menuai banyak soal. Kami hanya menyuguhkan hasil ‘pengamatan mata cacing’; penglihatan dari bawah, yang mana Presiden memang mungkin tidak turun ke akar rumput karena banyak urusan di pucuk pohon kenegaraan ini,” ujar Edu lebih lanjut.

Menurutnya, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah berada di titik nadir, tata kelola negara yang tidak didasarkan pada ‘haluan kenegaraan’ tetapi pada ‘selera Presiden’ sehingga jangan membiarkan berbagai kasus berlarut-larut. Edu juga mempertanyakan, kapan Presiden menyingkirkan ‘para penjilat’ dan ‘petualang kekuasaan’ di lingkaran kekuasaan.

“Publik ada yang diam-diam namun juga bersuara lantang mengenai orang-orang ini. Tubuh mereka ada di dekat (Presiden). Namun, pikiran dan niat mereka sangatlah jauh. Kami tahu, itu mungkin soal timing. Namun, menunggu terlalu lama bisa menggerogoti kepemimpinan. Kami membaca sampai selesai buku Paradoks Indonesia dan Solusinya yang bapak tulis sendiri itu,” katanya.

Semua hal di atas, lanjut Edu, adalah menyoal keamanan dan ketertiban selama Presiden memimpin Indonesia. Sebagian besar, katanya, itu urusan Polri, baik Kapolri dan jajaran pimpinannya. 

“Presiden punya hak prerogatif untuk menentukan siapa yang bisa membantunya dengan pikiran dan niat tulus dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Juga yang mampu melahirkan public trust terhadap pemerintah,” ujar Edu.

Sementara itu, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Muhammad Jusuf Kalla menilai, pernyataan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang asal bicara menjadi penyebab utama demo pecah sejak Senin-Selasa (25-29/8). 

Jusuf Kalla meminta anggota DPR sebagai wakil rakyat untuk tidak berbicara sembarangan ketika menanggapi kritik dan keresahan masyarakat akibat sejumlah kebijakan. 

“Jangan bicara asal-asal dan jangan menghina masyarakat. Ini semua yang menjadi penyebab daripada masalah,” kata Jusuf Kalla mengutip Kompas.com di Jakarta, Jumat (29/8). 

Jusuf Kalla juga meminta para pejabat dan anggota DPR untuk menahan diri. Menurutnya, demo yang terjadi pada Senin awal pekan ini dan dua hari belakangan harus menjadi pelajaran yang besar. “Tentunya bagi para pejabat, para anggota DPR, untuk menahan diri, menjadi pelajaran yang besar,” katanya. 

Jusuf Kalla meminta masyarakat untuk turut menahan diri. Ia memahami bahwa masyarakat, termasuk pengemudi ojek online, merasa marah karena salah seorang temannya, Affan Kurniawan (21), tewas dilindas rantis barracuda yang dikendarai polisi. 

Namun, jika demo meluas karena tidak menahan diri, ekonomi akan terhenti dan pekerjaan setiap orang untuk memenuhi nafkah keluarga akan terganggu. “Kalau kota bergejolak seperti ini, maka kehidupan ekonomi akan berhenti. Bisa menimbulkan juga pendapatannya berkurang dan tentu berakibat jauh pada kehidupan masing-masing,” ujar Jusuf Kalla. (*)