GEAREK, ODIYAIWUU.com — Tim Kemanusiaan Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) dan United Nations Universal Declaration of Human Rights Campaign beserta sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nduga, Jumat-Sabtu (19-20/12) memasang baliho himbauan dan larangan konflik bersenjata di Distrik Gearek dan Pasir Putih, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.
“Pemasangan baliho ini bertujuan melindungi warga masyarakat sipil dengan harapan mereka tidak lagi menjadi korban konflik bersenjata. Pemasangan baliho ini sekaligus sebagai tanda larangan terjadinya pertumpahan darah di kalangan warga masyarakat sipil di Gearek dan Pasir Putih serta Nduga umumnya,” ujar Direktur YKKMP Theo Hesegem dari Gearek, Nduga, Papua Pegunungan, Minggu (21/12).
Niat dan kerja keras pegiat HAM Theo Hesegem bersama tim kemanusiaan, termasuk kalangan anggota DPRK Nduga, terbilang menantang dan melelahkan demi menyapa warga pengungsi sekaligus menyampaikan seruan agar operasi militer dan konflik segera dihentikan sehingga warga sekaligus umat Kristiani penuh sukacita dan damai merayakan Natal dan menyambut Tahun Baru 2026 dengan gembira.
“Pada Selasa (16/12), tim kemanusian melakukan perjalanan menuju ke Distrik Gearek, melintasi wilayah Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan. Tiba di Asmat tim mengunjungi pengungsi korban konflik Gearek di Kampung Tomor didampingi perwakilan Pemerintah Kabupaten Nduga Otomi Gwijangge, S.Hut. MPWK beserta anggota DPRK Nduga Ans Serera, S.Sos, Matius Kerebea dan Leri Gwijangge, SAP, MM. Kami semua nginap semalam di Tomor,” kata Hesegem.
Menurut Hesegem, pada Rabu (17/12), tim kemanusian dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Pasir Putih. Dalam perjalanan, saat berada di pertengahan Kali Wosak tim bertemu warga Distrik Pasir Putih yang mengungsi di Kampung Yunusugu, Asmat, Provinsi Papua Selatan.
Saat bertemu warga pengungsi, Otomi Gwijangge dan anggota DPRK Nduga lainnya menyampaikan terima kasih kepada Kepala Kampung Yunusugu Ronald (nama rekaan) yang telah menampung pengungsi sehingga tim bisa bertemu dengan mereka. Dalam pertemuan itu, warga menyampaikan keluh kesanya, termasuk kabar duka karena seorang pengungsi meninggal dunia.
“Warga Nduga yang mengungsi di kampung ini adalah bagian dari saya sehingga sebagai manusia ciptaan Tuhan saya wajib menampung mereka di rumah kami. Saya berharap agar setelah bapak-bapak mengunjungi pengungsi, doa dan harapan kami mereka segera kembali ke kampungnya masing-masing di Distrik Pasir Putih agar bisa merayakan Natal dan Tahun Baru dengan aman dan damai,” kata Ronald.
Setelah pertemuan dengan warga Pasir Putih, tim menyerahkan bantuan bama yang diterima salah satu perwakilan pengungsi. Melihat warga hidup dalam kondisi sangat memprihatinkan tim kemanusiaan menyampaikan agar warga segera meninggalkan Yunusugu dan kembali ke rumahnya masing-masing di Pasir Putih sehingga dapat mengikuti ibadah Natal dan Tahun Baru bersama.
Dalam pertemuan tersebut, Hesegem juga menyampaikan bahwa timnya akan memasang baliho di Gearek dan Pasir Putih. Rencana pemasangan baliho sudah disampaikan tertulis kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, selaku Panglima Tertinggi. Tim Bersama anggota perwakilan Pemkab Nduga dan DPRK Nduga melanjutkan perjalanan menuju Pasir Putih dan Gearek.
“Perjalanan kami mulai dari Kampung Yusugu pada Rabu (17/12) dan tiba di Gearek Jumat (19/12) sekitar pukul 14.28 WIT. Tim kemanusian kemudian bertemu warga pengungsi di Gereja Daud, Klasis Wosak Bawah yang sedang menunggu tim. Kami kemudian doa singkat bersama warga pengungsi di gereja itu,” ujar Hesegem yang juga Ketua Forum Pemberantasan minuman Keras Papua Pegunungan.
Hesegem mengatakan, pada (19/12), tim bersama masyarakat melakukan pemasangan baliho di halaman Gereja Kemah Injil Kingmi Jemaat Daud, Gearek. Namun, sebelum pemasangan baliho diadakan ibadah bersama di halaman gereja.
Pendeta Pilemon Koranue didampingi Wakil Ketua Klasis Wosak Bawah Pendeta Yusen Kerabea, S.Th dalam kesempatan itu menyampaikan terima kasih atas kunjungan tim demi menyelamatkan warga dan umat. Pasalnya, setelah aparat keamanan serangan menggunakan bom di Kampung Weneworasosa, umat tercerai berai dan mengunsi di hutan.
“Sekitar 45 warga mengungsi ke Kenyam. Sebagi hamba Tuhan kami merasa kehilangan umat kami. Karena itu, kami berdoa dan berharap agar setelah kedatangan bapak-bapak dan tim memasang baliho memberikan kami jaminan keamanan. Meski merasa kehilangan domba-domba kami tetapi kedatangan bapak-bapak tim menjadi penghibur luar biasa besar,” kata Pendeta Pilemon.
Menurut Pendeta Pilemon, warga yang sebagian besar warga jemaatnya melarikan diri dan mengungsi di beberpa tempat. Ia berdoa dan berharap agar melalui upaya dan komunikasi Hesegem dan tim dengan Pemkab Nduga dapat segera memulangkan warga di lokasi pengunsian sehingga kembali ke kampungnya masing-masing guna mengikuti ibadah Natal bersama dan menyambut tahun baru.
“Dalam suasana Natal kami hamba Tuhan dari Gereja Daud Gearek dan Gereja Geliat Pasir Putih meminta agar aparat keamanan dari TNI-Polri tidak melakukan operasi militer. Natal adalah perayaan kelahiran Yesus Kristus yang dirayakan umat Kristiani di seluruh dunia. Kami berdoa dan berharap dapat merayakan Natal penuh sukacita, aman, dan damai,” ujar Pendeta Kerabea.
Baik Pendeta Pilemon maupun Pendeta Kerabea mengatakan, akibat operasi militer warga jemaat mengungsi kemana-mana. Para hamba Tuhan merasa kehilangan warga jemaatnya yang entah ke mana mereka mengungsi. Setelah operasi militer para hamba Tuhan maupun warga jemaat mengalami trauma atas peristiwa itu. “Namun, kami rasa tenang ketika bapak-bapak mengunjungi kami dan melakukan pemasangan baliho,” kata Pilemon dan Kerabea.
Sedangkan Otomi Gwijangge dalam sambutannya mewakili Pemkab Nduga mengatakan, pihaknya menyampaikan permohonan maaf mengingat saat ini Bupati Nduga sedang tidak bisa hadir karena sedang menunaikan tugas di luar daerah sehingga ia hadir mewakili pemerinrah daerah.
“Kami atas nama Pemkab Nduga sangat prihatin atas kejadian pemboman yang dilakukan 12 Desember 2025 oleh pasukan TNI non organik, yang membuat masyarakat kami rasa takut, trauma dan mengungsi ke mana-mana. Ada yang mengungsi ke Asmat, ada yang mengungsi ke hutan, dan ada yang mengungsi ke Kenyam,” ujar Otomi Gwijangge.
Menurut Hesegem, tim berharap agar setelah pemasangan baliho semua warga pengungsi kembali ke kampungnya masing-masing di Gearek dan Pasir Putih untuk mengikuti ibadah Natal dan Tahun Baru. Terkait pemulangan, tim akan segera melaporkan kepada Bupati Nduga bagaimana proses pemulangan warga pengungsi.
Hesegem menambahkan, pada Sabtu (20/12) tim memasang baliho di halaman Gereja Kemah Injil Kingmi di Tanah Papua di Jemaat Geliat Pasir Putih. Pemasangan baliho tersebut penting agar hak-hak masyarakat sipil dijamin menurut hukum humaniter internasional. Namun, sebelum memasang baliho dilakukan ibadah bersama di ruangan Gereja Geliat.
Dalam kesempatan itu, Otomi Gwijangge mengatakan, pihak Pemkab Nduga juga akan segera memulangkan warga Gereak yang sedang mengungsi di Kenyam. Pihaknya juga merasa bersyukur karena warga Gereak yang mengungsi di Yusugunsudah kembali ke rumahnya masing-masing.
Hesegem mengatakan, masyarakat Pasir Putih berharap agar setelah pemasangan baliho operasi militer tidak dilakukan oleh aparat keamanan. Pemasangan Baliho bertujuan melindungi warga sipil agar tidak menjadi korban lagi. “Pemasangan baliho ini juga menenangkan masyarakat, supaya mereka dapat beraktivitas dengan tenang tanpa diganggu oleh siapapun,” ujar Hesegem.
Sebelumnya, pada Rabu (15/12) tim kemanusiaan YKKMP bersama tiga anggota DPRK Nduga, Ans Serera, S.Sos, Matius Kerebea, dan Leri Gwijangge, SAP, MM bertolak dari Wamena dan tiba di Kenyam, kota Kabupaten Nduga. Tim kemudian bertemu pengungsi di SD Inpres Kenyam.
Usai pertemuan, kata Hesegem, tim memberikan bantuan berupa bahan makanan (bama) kemudian mengadakan pertemuan dengan Kepala Kepolisia Resor (Polres) Nduga AKBP Alredo Rumbiak dan Komandan Kodim 1706/Nduga Letkol Inf Saeri, SE. MM yang dihadiri kepala distrik, kepala kampung, intelektual, mahasiswa, dan kepala suku.
Menurut Hesegem, pesan dalam baliho ini juga jelas agar aparat TNI-Polri dan TPNPB OPM melihat dan bertindak dengan hati-hati, professional, dan terukur tanpa mengorbankan warga sipil. Langkah pemasangan baliho dan mengembalikan komunikasi intensif memulangkan warga pengungsi merupakan upaya menyelamatkan anak bangsa sekaligus minimalisir sorotan pemerintah dan masyarakat internasional.
“Pemasangan baliho baliho ini di dua distrik ini tidak bermasud membatasi kedua bela pihak yang berkonflik, baik TNI-Polri maupun TPNPB OPM. Kami berniat membatasi kedua bela pihak agar tidak melakukan aktivitas perang dimana masyarakat sipil berada. Saya bertanggung jawab penuh memasang baliho ini demi menyelamatkan manusia yang merupakan sebagai ciptaan Tuhan,” kata Hesegem. (*)










