Puisi Kepada Tuhan, tentang Mereka Karya Mahendra Duan

Eugene Mahendra Bala Duan, guru SMP YPPK Santo Antonius, Nabire, Papua Tengah. Foto: Istimewa

Loading

Kepada Tuhan, tentang Mereka

 

Tuhan, malam ini aku menulis pada-Mu

di meja yang penuh debu kenangan

Di luar, hujan jatuh seperti surat-surat dari langit

dan setiap tetesnya memanggil nama Ayah dan Ibu

Aku ingin percaya, rintiknya adalah langkah mereka

yang datang menemuiku dalam diam

 

Aku membuka jendela dan bertanya pada angin:

“Di mana mereka, yang dulu menuntun kakiku?”

Angin hanya tertawa lirih

membawa aroma tanah basah dan daun yang gugur

Katanya, mereka sekarang beristirahat

di taman yang tidak pernah layu bunganya

 

Tuhan, Engkau tahu, aku masih menyimpan suara mereka

di sudut terdalam ingatan

seperti lilin kecil yang tak padam meski hujan mengguyur

Kadang aku takut

jika suara itu akan pudar

dan aku tak lagi mampu mengingat tawa mereka

 

Aku pernah bertanya pada bulan:

“Apakah kau melihat mereka malam ini?”

Bulan mengangguk pelan

memantulkan cahaya yang lembut di wajahku

Katanya, mereka berjalan di antara bintang

menyulam doa untuk anak yang merindukan

 

Tuhan, aku bukan sekadar ingin tahu

tentang alamat surga atau gerbang emas-Mu

Aku ingin tahu, apakah di sana

mereka masih menatapku dari lengkung langit

atau sesekali berbisik di telingaku

ketika aku hampir menyerah pada dunia

 

Pohon tua di halaman rumah ikut bicara padaku:

“Mereka menitipkan kekuatan pada akar-akar kami

agar engkau tetap tegak meski angin kencang datang.”

Aku menyentuh kulit pohon itu

dan merasa hangat yang tak berasal dari matahari

Mungkin, itulah pelukan mereka yang tertunda

 

Tuhan, aku menulis ini dengan jemari yang gemetar

bukan karena dingin

tapi karena takut kehilangan jejak yang menumpuk dalam kata

Jika Engkau membaca surat ini

tolong bisikkan pada mereka:

anaknya masih berjalan, meski tertatih

 

Aku ingin sekali duduk di tepi surga

memegang tangan mereka

dan menceritakan semua luka yang kupikul

Tapi aku tahu, jalan ke sana

bukan milik langkah yang terburu

melainkan hati yang sabar menunggu waktu

 

Tuhan, izinkan aku mengirimkan doa

sebagai matahari pagi untuk mereka

menghangatkan istirahat panjangnya

dan menghapus sisa letih yang pernah mereka bawa

Biarlah doa itu berulang setiap hari

seperti mantra yang tak pernah selesai

 

Maka, malam ini aku menutup suratku

tapi tidak menutup rinduku.

Kepada-Mu, Tuhan, tentang mereka:

aku selalu menulis

selalu bertanya

selalu berharap—

hingga saat Engkau pertemukan kami kembali

di taman yang tak mengenal kata pisah

Nabire, 13 Agustus 2025

Eugene Mahendra Bala Duan lahir 18 Juni 1985 di Lewoleba, Lembata. Saat ini mengabdi sebagai guru di SMP YPPK Santo Antonius, Nabire, kota Provinsi Papua Tengah. Menulis opini di sejumlah media massa dan penikmat sastra. 

Puisi di atas lahir sebagai doa persembahan terindah penulis untuk orang tua terkasih: Yasintus Kia Duan dan Bernadetha Gawen. Pasutri guru ini sudah memenuhi panggilan Tuhan, sang Sabda. Semasa hidup, pasutri ini lama mengabdi sebagai guru. Sang ayah meninggal 31 tahun lalu disusul sang bunda pada 5 Oktober 2024.