JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Praktisi hukum Agus Widjajanto, SH, MH, Sabtu (1/6) akan meluncurkan buku Membangun Karakter Anak Bangsa Melalui Pemahaman Falsafah Leluhur dan Nilai Pancasila bertepatan peringatan Hari Lahir Pancasila 2024 yang diperingati setiap awal Juni di Indonesia.
“Buku ini kami tulis sebagai bentuk keprihatinan yang mendalam sebagai anak bangsa atas kondisi bangsa yang telah kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa. Padahal, jati diri ini adalah ruhnya Indonesia namun tergerus pengaruh budaya dan doktrin asing,” kata Agus kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (31/5).
Menurut Agus, salah satu pengaruh budaya itu terjadi karena kemajuan teknologi informasi. Kemajuan pada gilirannya membuat tidak ada lagi batas wilayah sebuah negara. Semua orang bisa dengan mudah mengakses informasi tanpa filter melalui gadget. Padahal tidak semuanya benar.
“Informasi yang kadang sulit untuk disaring tapi diterima begitu saja. Akibatnya banyak nilai-nilai jati diri bangsa tergerus, juga ajaran luhur bangsa dan nilai-nilai Pancasila,” kata Agus.
Agus, praktisi hukum kelahiran Kudus, Jawa Tengah, mengungkapkan, rasa kebangsaan perlahan tapi pasti luntur pada generasi muda. Banyak generasi muda saat ini mulai tidak paham dan meninggalkan budaya sendiri sebagai sebuah bangsa yang sangat minim pengetahuan atas sejarah bangsanya.
Di sisi lain, katanya, peralihan kepemimpinan nasional dari Orde Baru ke Orde Reformasi seakan memberikan kesan bahwa semua orang mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya. Baik dalam mengekspresikan diri maupun mengeluarkan pendapat yang memang telah dijamin oleh konstitusi.
“Tapi banyak juga yang mengabaikan hakikat kebebasan itu sendiri, terutama menyangkut tanggung jawab dan menghormati hak dari orang lain yang menjadi ajaran luhur para pendiri bangsa,” ujar Agus.
Ajaran yang mengajarkan secara bijak sesuai dengan nilai nilai luhur bangsa ini sebagai bangsa yang besar dan berbudaya tinggi. Fenomena degradasi moral, kata Agus, bukan saja menyangkut budaya tapi seluruh aspek kehidupan baik politik, ekonomi, hukum serta sosial.
“Buku ini memuat ajakan agar segenap anak bangsa, di samping mengejar kemajuan dengan hal hal baru, tapi juga jangan melupakan etika luhur dan budaya bangsa sendiri, agar tercipta keselarasan di semua lini kehidupan,” kata Agus.
Agus juga mengingatkan, menjaga nilai-nilai luhur bangsa bukan hanya tanggung jawab pemerintah melainkan semua pihak, stakeholder. Baik kaum pendidik, agamawan, budayawan dan setiap insan sebagai warga negara.
Selain itu, Agus berharap agar upaya membangun kembali karakter bangsa terus digalakkan agar bangsa ini kembali jati dirinya sesuai warisan leluhur dan para pendiri bangsa serta raja-raja nusantara yang agung di masa lalu.
Dalam buku tersebut, ia menekankan bahwa hidup sejatinya adalah agar bisa memberikan pencerahan kepada sesama sebagai lilin penerang kehidupan, urip kuwi sejatine urup. Semua stakeholder kembali membumi kepada Ibu Pertiwi dan tidak pernah lupa budaya dan adat istiadat sendiri sebagai bangsa timur.
Tentu sesuai nilai luhur Pancasila yang bukan sekadar sebagai dasar negara, namun falsafah dan pandangan hidup bangsa yang mulai dilupakan generasi muda anak bangsa.
Oleh karena budaya masyarakat adalah paternalistik, semua harus dimulai dari para pemimpin yang memberikan suri tauladan sekaligus panutan bagi semua anak bangsa dengan perilaku yang menopang etika, moral, nilai-nilai agama, dan hukum.
“Tiada gading yang tak retak, tapi setidaknya buku ini sebagai upaya mengembalikan pemikiran terhadap sesama anak bangsa agar tidak melupakan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudaya,” ujar Agus. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)