Puisi Karya Sapardi Djoko Damono: Hujan Bulan Juni dan Hatiku Selembar Daun

Puisi Karya Sapardi Djoko Damono: Hujan Bulan Juni dan Hatiku Selembar Daun

Sapardi Djoko Damono. Sumber foto: detik.com, 19 Juli 2020

Loading

Hatiku Selembar Daun

 

Hatiku selembar daun

melayang jatuh di rumput

Nanti dulu

biarkan aku sejenak terbaring di sini

ada yang masih ingin kupandang

yang selama ini senantiasa luput

Sesaat adalah abadi

sebelum kausapu tamanmu setiap pagi

 

Aku Ingin

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

 

Dalam Doaku

 

Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, 

yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, 

yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

 

Ketika matahari mengambang di atas kepala,

dalam doaku kau menjelma pucuk pucuk cemara yang hijau senantiasa, 

yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin

yang mendesau entah dari mana

 

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,

yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu

bunga jambu, 

yang tiba tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

 

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun disana, 

bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya

di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

 

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,

yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, 

yang setia mengusut rahasia demi rahasia, 

yang tak putus-putusnya bernyanyi

bagi kehidupanku

 

Aku mencintaimu,

itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan

keselamatanmu

 

Hanya

 

Hanya suara burung yang kau dengar

dan tak pernah kaulihat burung itu

tapi tahu burung itu ada di sana

 

Hanya desir angin yang kaurasa

dan tak pernah kaulihat angin itu

tapi percaya angin itu di sekitarmu

 

Hanya doaku yang bergetar malam ini

dan tak pernah kaulihat siapa aku

tapi yakin aku ada dalam dirimu

 

Sajak Kecil Tentang Cinta

 

Mencintai angin harus menjadi siut

Mencintai air harus menjadi ricik

Mencintai gunung harus menjadi terjal

Mencintai api harus menjadi jilat

 

Mencintai cakrawala harus menebas jarak

Mencintai-Mu harus menjelma aku

 

Hujan Bulan Juni

 

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

 

Tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

 

Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

Sumber  Hujan Bulan Juni (1989)

Sapardi Djoko Damono lahir 20 Maret 1943 di Solo, Jawa Tengah. Ia anak pertama dari dua bersaudara pasangan orangtua Sadyoko dan Sapariah. Sekolah mulai SD hingga SMA ia lalui di Solo kemudian merantau ke Yogyakarta ia diterima di jurusan Sastra Inggris di Universitas Gadjah Mada hingga meraih gelar tahun 1964. 

Tahun 1970-1971, ia terbang ke Hawaii untuk menempuh pendidikan non gelar di University of Hawaii, Honolulu. Tahun 1989, Sapardi meraih gelar doktor (S-3) Universitas Indonesia (UI). Disertasinya membedah novel-novel di Jawa tahun 1950-an. Baru tahun 1995, ia dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Sastra kampus negeri itu.

Sapardi memiliki sejarah panjang pengabdiannya di jalur pendidikan. Ia guru di ruang kuliah dan guru di tengah masyarakat. Ia tentu mengajar bagaimana cara olah gerak mimik dan tubuh yang baik saat berpuisi bagi banyak orang terutama para penyair Indonesia bahkan dunia. 

Tahun 2005, ia memasuki masa pensiun sebagai guru besar Fakultas Ilmu Budaya, UI. Ia pernah menjadi Direktur Pelaksana Yayasan Indonesia Jakarta (1973-1980), redaksi Horison (1973), Sekretaris Yayasan Dokumentasi Sastra HB Jassin (sejak 1975), anggota Dewan Kesenian, anggota Badan Pertimbangan Perbukuan Balai Pustaka Jakarta (sejak 1987) dan lain-lain. 

Tahun 1986, Sapardi mengemukakan perlunya mendirikan organisasi profesi kesastraan di Indonesia. Ia mendirikan Himpunan Sarjana-Kesusasteraan Indonesia (Hiski) pada 1988 dan terpilih sebagai Ketua Umum Hiski Pusat selama tiga periode. 

Sapardi juga tercatat sebagai anggota Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI), dan sebagai anggota Koninklijk Instituut vor Taal Land-en Volkenkunde (KITLV). Selain aktif di dunia sastra dalam negeri, Sapardi juga sering menghadiri berbagai pertemuan internasional, seperti Translation Workshop dan Poetry International di Rotterdam, Belanda (1971) dan Seminar on Literature and Social Exchange in Asia di Australia National University Canberra. Ia meninggal pada 19 Juli 2020 di Rumah Sakit Eka BSD, Tangerang Selatan, Banten, setelah sempat dirawat karena penurunan fungsi organ tubuh.

Tinggalkan Komentar Anda :