TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Pesawat Cessna Grand Caravan PK-LTV milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika, Provinsi Papua nganggur alias parkir nyaris setahun di hanggar pesawat Bandara Internasional Mozes Kilangin Timika.
Pesawat tersebut dikembalikan oleh PT Asian One Air sejak 11 Oktober 2021 menyusul kisruh antara Pemkab Mimika dengan operator terkait urusan pajak.
Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mimika, Senin (8/8) meninjau keberadaan pesawat yang hampir setahun puasa terbang di hanggar pesawat yang berada di Bandara Udara Mozes Kilangin.
Kedatangan rombongan para wakil rakyat tersebut disambut Kepala Bidang Perhubungan Udara Dinas Perhubungan Mimika Djoko Irawan. Para wakil rakyat selanjutnya melihat langsung kondisi hangar, tempat pesawat milik Pemkab Mimika terparkir.
Sekretaris Komisi C DPRD Mimika Saleh Alhamid dalam kunjungan itu menanyakan seputar kondisi pesawat Cessna Grand Caravan PK-LTV, operasional hanggar pesawat serta jumlah maskapai yang menggunakan fasilitas hanggar milik Pemkab Mimika.
Djoko Irawan dalam penjelasannya kepada para wakil rakyat mengatakan, ada empat perusahaan penerbangan yang selama ini menggunakan hanggar yakni Smart Air, Asian One Air, SAM Air, dan SAS Air.
Sedangkan, terkait Cessna Grand Caravan PK-LTV, jelas Djoko, pihak PT Asian One Air sudah mengembalikannya sejak 11 Oktober 2021. Meski pesawat tidak tidak dioperasikan, usia spare part ada batas waktunya.
“Semua spare part itu ada batasan waktunya. Jadi, kalau pesawat sudah mempunyai 1000 jam terbang, perlu ada maintenance,” ujar Djoko.
Selain permasalahan jam terbang, lanjut Djoko, saat ini ada masalah lain yakni tidak ada perusahaan yang mengoperasikan pesawat tersebut.
“Pilot dan perusahaan yang menjadi operator pesawat sampai sekarang belum ada. Jadi kalau mau pesawat ini dioperasikan, kita siapkan operatornya dulu,” kata Djoko.
Saleh Alhamid mengkririsi kebijakan Pemkab Mimika yang sudah membeli pesawat tetapi tidak menyiapkan pilot dan perusahaan selaku operator.
“Anda siapkan pesawat tapi tidak ada pilot, tidak ada perusahaan operator. Ini tidak efektif jadinya,” kata Saleh.
Saleh juga mempertanyakan kontribusi ke daerah karena hanggar sudah dioperasikan sejak 2021. Namun, hingga kini belum pernah ada pemasukan ke kas daerah.
“Ini dibuat dari APBD. Kalau kita buat hangar, harus ada asas manfaat berupa pemasukan kepada pemerintah daerah,” lanjut Saleh. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)