WAMENA, ODIYAIWUU.com — Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Paskalis Kossay menyayangkan perintah efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025 menyasar pula pada dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua dengan angka fantastis sebesar Rp 509.455.378.000,00.
“Saya perlu tegaskan, kehadiran otonomi khusus Papua memiliki nilai politik yang strategis. Munculnya otonomi khusus bagi Papua bukan tanpa sebab musabab. Saya mengusulkan agar sebaiknya alokasi dana otsus Papua tidak masuk dalam agenda efisiensi,” ujar Paskalis Kossay kepada Odiyaiwuu.com dari Wamena, kota Provinsi Papua Pegunungan, Senin (24/2).
Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 memerintahkan Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk menetapkan besaran efisiensi anggaran belanja masing-masing kementerian/lembaga tahun 2025, termasuk menetapkan penyesuaian alokasi transfer ke daerah Tahun Anggaran 2025, termasuk menyentuh dana otonomi khusus.
“Dana Otonomi Khusus Papua itu bagian dari komitmen pemerintah dalam penyelesaian masalah di dalam otonomi khusus. Oleh karena itu alokasi dana otonomi khusus Papua sepantasnya tidak boleh diganggu dengan alasan apapun,” kata Paskalis, mantan anggota Komisi Intelijen DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Papua.
Paskalis juga menyayangkan langkah efisiensi hingga menyasar alokasi dana Otonomi Khusus Papua. Padahal, saat ini Papua sudah ada enam provinsi, masing-masing Provinsi Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.
“Semua provinsi itu memiliki status otonomi khusus. Jika alokasi dana otsus terkena efisiensi, bagaimana pemerintah daerah membangun enam provinsi dengan tingkat kesulitan dan kemahalan sangat tinggi. Ini mestinya disadari pula pemerintah pusat,” ujar Paskalis.
Menurutnya, dana alokasi umum (DAU) yang selama ini masuk sebagai sumber pendapatan daerah pun mulai dipangkas karena agenda efisiensi. Kini, dana otsus Papua juga malah dikenai efisiensi dalam jumlah besar.
“Saya mengusulkan, sebaiknya alokasi dana otsus Papua dibiarkan dan tidak masuk dalam agenda efisiensi. Pemerintah pusat mesti sungguh menyadari kenapa otsus itu lahir. Pemerintah dan masyarakat tahu sebab musabab kelahiran otsus. Kalau dana otsus terkena efisiensi, masyarakat Papua bisa melihat otsus masih setengah hati,” ujar Paskalis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, hasil rekonstruksi efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) tidak berubah dari rencana awal, yakni total Rp 306,69 triliun. Kepastian itu dilakukan meski banyak suara penolakan dari kalangan pegawai negeri sipil yang berlindung di balik akun anonim di media sosial namun memiliki pengikut dalam jumlah hingga ratusan ribu.
Sri Mulyani memastikan, meski terjadi penyesuaian nilai efisiensi masing-masing K/L, nominal secara total tidak berubah dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
“Masih sama, tidak berubah (setelah rekonstruksi),” ujar Sri Mulyani usai menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2025). Dalam rapat dua hari ini, Rabu dan Kamis tanggal 12—13 Februari 2025, seluruh K/L membahas efisiensi anggaran di DPR.
Sejumlah K/L yang sebelumnya lolos dari efisiensi, kini juga terkena penghematan. Sementara nilai efisiensi sejumlah K/L menyusut. Salah satunya Kementerian Keuangan sendiri. Dari dokumen rekap yang beredar, awalnya Kemenkeu mengalami efisiensi sebesar 23,23% atau sekitar Rp 12 triliun. Dalam raker tersebut, DPR menyetujui penghematan yang dilakukan senilai Rp 8,99 triliun dari total pagu awal senilai Rp 53,19 triliun.
Sri Mulyani memaparkan bahwa instansinya melakukan penghematan dengan menerapkan prinsip efisiensi, yakni belanja gaji tidak dilakukan efisiensi. Sementera belanja barang dan modal dilakukan efisiensi, seperti perjalanan dinas, alat tulis kantor (ATK), seminar, kajian, acara, seremonial, peringatan, dan lainnya.
Adapun penghematan utamanya dilakukan terhadap lima program, yakni kebijakan fiskal, pengelolaan penerimaan negara, pengelolaan belanja negara, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko, serta dukungan manajemen.
Secara terperinci, efisiensi terbesar berasal dari program dukungan manajemen (dukman) senilai Rp 8,05 triliun dari total pagu senilai Rp 50,46 triliun. Artinya, alokasi setelah efisiensi untuk program dukman tersisa Rp 42,41 triliun.
Program Kebijakan Fiskal susut Rp 47,35 miliar menjadi Rp 11,84 miliar. Kemudian program Pengelolaan Penerimaan Negara susut Rp 716 miliar menjadi Rp 1,67 triliun. Selain itu, program Pengelolaan Belanja Negara susut cukup dalam dari Rp 45,45 miliar menjadi hanya Rp 8,27 miliar.
Terakhir, efisiensi dilakukan terhadap program Pengelolaan Perbendaharaan, Kekayaan Negara, dan Risiko senilai Rp 137,78 miliar menjadi hanya Rp 100,35 miliar. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)