Menunggu Senja
BUKIT-bukit terluka berdarah
terkoyak panas yang merambati batu-batu
Angin berbisik lirih, membawa debu
ke wajah-wajah kecil yang bersorak lugu
Aku berlari di atas pasir yang mendesah
mengejar nafas laut yang kian perlahan
Gelombang mengajakku berdamai
saat senja mengulurkan tangannya—lembut
merangkul anak-anak yang melukis bayang
di atas ombak yang lelah
Langit menorehkan jingga di cakrawala
serupa janji yang tertunda
Anak-anak menatap lukisan itu
seperti mencari makna yang terlupa
Di bawah awan yang merona,
aku pulang —tertambat pada pertanyaan
yang tak terjawab.
Apa yang disembunyikan langit?
Rindu siapa yang dihempaskan senja
ke samudera yang berbisik pelan?
Lembata, 26 Mei 2021
Hidup yang Terus Berputar
GERIMIS malam ini berbisik lirih
seolah menyulam dingin ke relung jiwaku
Esok pagi, aku menyentuh kembali kristal-kristal
yang berjejak di lengkung daun talas
menggelinding resah, menelusuri pori-pori waktu
di tubuh yang mulai rapuh
Kemarin, kita menyanyikan syukur di bawah cahaya
Malam ini, gema duka memantul di dinding hati
Hidup melahirkan tunas baru
mekar berseri, menguning layu, gugur ke bumi
Namun, dari kedalaman gelap itu
tunas-tunas baru kembali bersinar
Hidup menulis hukumnya sendiri
Kadang bergerak cepat seperti pagi yang merayap diam-diam
kadang lambat seperti malam yang enggan berlalu
Kita datang dari rahim yang gelap
dan akan kembali pada rahim tanah
menyemai benih hidup baru yang akan bertumbuh
Detik ini kita bersorak
sedetik kemudian air mata menjadi bahasa kita
Hidup, laksana nyala korek api
digesek hingga berkilau
membakar, lalu padam
Fananya begitu nyata
seperti bunga mekar yang hancur diterjang badai
atau layu di bawah terik yang kejam
Namun, di akhir jalan itu
ada tetes-tetes bening yang mengalir perlahan
membasuh jejak langkahmu
menyucikan hati, menyisakan kepingan cahaya
Dan ketika pintu rumah abadi terbuka
engkau pun pulang —murni
dalam pelukan kekekalan.
Lembata, 2 Oktober 2020
Ukirlah Hidupmu, Anakku
ANAKKU
hujan mencoba menyejukkan hari-hari kita yang panas membara
namun bilik hati tetap menyala laksana tungku pemanggang
Bara iri dan dengki menghanguskan api persaudaraan
menjadi abu yang tercecer di sudut kehidupan
Hari-hari kita penuh sesak dengan bayang-bayang negatif
Padahal, suara hati memanggil: berpikirlah positif!
Jika kita sudah merancang diri sebagai musuh
maka tak terhindarkan, kelak kita akan saling menghancurkan
Mana yang lebih mulia?
Membangun tembok-tembok sektarian
atau merawat kesatuan dalam kebersamaan?
Jejak yang kita ukir hari ini
akan menjadi penentu wajah masa depan kita.
Anakku,
tinggalkanlah ego yang memecah belah
Rancang ulang mimpimu dengan tangan yang tulus
ukirlah hidupmu dengan cinta dan kebijaksanaan
Jangan biarkan rumah ini menjadi arena permusuhan
di mana kita menciptakan musuh dari darah dan daging sendiri
Hidup adalah karya
dan ukiran terbaikmu akan abadi dalam keindahan kebersamaan.
Lembata, 30 Desember 2024
Albertus Muda, S.Ag, Gr adalah putra Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur. Lahir di Ataili, Wulandoni, Lembata pada 9 Juli 1980. Menamatkan pendidikan dasar di SDI Ataili, SMPK APPIS Lamalera. Menyelesaikan pendidikan menengah di SMAS Seminari Sancti Dominici Hokeng, Keuskupan Larantuka, Flores Timur.
Melanjutkan studi hingga lulus di STP-IPI Malang Filial Jayapura dan Sarjana Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik di STP-IPI Malang, Jawa Timur. Ia pernah bekerja sebagai Redaktur Pelaksana Tabloid Bulanan SMANDU STAR.
Pernah pula menjadi Redaktur Pelaksana Suara Guru Lembata, wartawan wartapendidikan.com, dan Majalah Cakrawala NTT. Menulis opini di sejumlah media lokal dan nasional seperti Harian Flores Pos, Victory News, Timor Express, Pos Kupang, wartapendidikan.com, odiyaiwuu.com, dan mediaindonesia.com.
Pernah bekerja sebagai Penyuluh Agama Non PNS pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata. Saat ini mendedikasikan diri sebagai guru di SMA Negeri 2 Nubatukan, Lembata. Dapat dihubungi melalui email: mudaalbertus@gmail.com.