PALANGKARAYA, ODIYAIWUU.com — Pengurus Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Papua Tengah bersama pengurus empat Komisariat Cabang (Komcab) Pemuda Katolik di Papua Tengah, selama Kamis-Senin, (24-17/10) menghadiri Kongres Pemuda Katolik ke-XIX di Palangkaraya, kota Provinsi Kalimantan Tengah.
Dalam sesi Pleno ke-II bagian laporan pandangan umum, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Tengah Tino Mote menyampaikan sejumlah persoalan serius yang tengah dihadapi oleh masyarakat di Papua Tengah.
Persoalan utama yang diangkat Tino Mote terkait masalah lingkungan hidup dan program transmigrasi yang sedang hangat di seantero bumi Cenderawasih. Pria asli Meepago itu merasa geram dengan pernyataan Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara terkait program transmigrasi ke tanah Papua yang disebut untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan.
“Statemen menteri ini sangat konyol dan bodoh. Pemerintah Pusat tahu bahwa seluruh provinsi di tanah Papua masuk dalam angka kemiskinan tertinggi di Indonesia. Celakanya, si menteri dengan santai mengatakan bahwa program transmigrasi adalah bagian dari pemerataan kesejahteraan,” ujar Tino melalui keterangan tertulis dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (26/10).
Tino menegaskan, sebagai organisasi Katolik yang berpusat di bawah kepemimpinan Pemimpin Gereja Katolik sejagat Paus Fransiskus, seharusnya ensiklik Laudato si dibumikan di seluruh tanah air dan menjadi tanggungjawab bersama dalam menjaga dan melindungi hutan dan lingkungan hidup.
“Pemerintah Pusat menganggap tanah Papua sebagai pulau kosong tak berpenghuni sehingga tanpa memperhatikan usaha penolakan masyarakat adat setempat, terus melancarkan Proyek Strategi Nasional di Papua Selatan,” katanya.
Selain itu, lanjut Tino, pemerintah juga mengabaikan berbagai perusahaan ilegal yang masuk dan beroperasi di wilayah Meepago (Papua Tengah) guna mengeruk kekayaan tambang seperti emas dan lain-lain serta melancarkan aktivitas penebangan liar, illegal logging tanpa malu serta mempertahankan kelangsungan ekosistem.
Perusahaan-perusahaan itu bukan tidak mungkin, tengah, sedang, dan akan menggali kuburan massal bagi manusia Papua Tengah dan membuat hutan dan lahan masyarakat adat berada dalam intaian bencana.
“Kondisi keamanan di tanah Papua sangat tidak bisa diandalkan oleh rakyat dalam menegakkan hukum yang adil. Proyek Strategi Nasional di Papua Selatan dan perusahaan-perusahaan ilegal itu justru di-cover pihak militer sehingga menjadi satu ancaman besar bagi setiap masyarakat yang hendak menuntut hak miliknya,” ujar Tino.
Pihaknya mendesak pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga terkait meningkatkan terlebih dahulu pendidikan yang rendah di tanah Papua, kesehatan yang tidak bisa menjamin kehidupan sehat orang asli Papua serta ekonomi yang sangat rendah bagi pendapatan rakyat.
“Dalam forum resmi ini, saya dengan tegas menolak Proyek Strategi Nasional, Program Transmigrasi dan aktivitas penghancuran hutan dan lahan masyarakat adat yang dilakukan secara ilegal oleh berbagai korporasi besar,” kata Tino.
Menurut Tino, persoalan hutan adat di tanah Papua, Proyek Strategi Nasional di Papua Selatan dan Program Transmigrasi menjadi suara bersama enam Komda Pemuda Katolik seluruh regio Papua dan beberapa Komda Pemuda Katolik lain yang ikut menyuarakan persoalan itu dalam forum Kongres Pemuda Katolik di Palangkaraya.
Dengan memperhatikan beberapa dukungan suara, persoalan PSN, perlindungan hutan adat, dan program transmigrasi, lanjut Tino, direkomendasikan menjadi Rekomendasi Eksternal Kongres XIX Pemuda Katolik tahun 2024. Rekomendasi itu untuk diperhatikan khusus oleh Pengurus Pusat Pemuda Katolik terpilih dan Departemen Gugus Tugas Papua Pemuda Katolik periode 2024-2027.
Selain persoalan di atas, Tino juga menyampaikan ke forum kongres terkait ruang demokrasi orang asli Papua yang terus dibungkam. Selain itu, pendropan militer yang terus meningkat menjadikan masyarakat hidup bukan lagi dalam suasana damai. Ruang demokrasi di tanah Papua dibungkam,
“Pendropan aparat keamanan dalam jumlah besar justru menimbulkan kecemasan dan kegelisahan bagi masyarakat di honai (rumah) dan tanah leluhurnya. Ketakutan dan trauma berkepanjangan menjadi keseharian orang asli Papua,” kata Tino dalam kongres bertajuk Komitmen Pemuda Katolik Mengawal Keberlanjutan Pembangunan Menuju Indonesia Emas 2045. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)