Merajut Silaturahmi, Meneguhkan Identitas - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Merajut Silaturahmi, Meneguhkan Identitas

Eugene Mahendra Duan, guru SMP YPPK Santo Antonius Nabire, Papua Tengah. Foto: Istimewa 

Loading

Oleh Eugene Mahendra Duan 

Guru SMP YPPK Santo Antonius Nabire, Papua Tengah 

HALAL BIHALAL bukan sekadar seremoni tahunan pasca Idul Fitri, melainkan sebuah praksis sosial yang memuat nilai-nilai rekonsiliasi, penguatan solidaritas, dan pelestarian identitas budaya. 

Di tengah arus globalisasi yang deras, keberadaan komunitas diaspora seperti Keluarga Besar Lamaholot, Nusa Tenggara Timur, di Nabire, Provinsi Papua Tengah, memainkan peran signifikan. 

Halal bihalal komunitas kedaerahan di Nabire menjadi wadah penting dalam menjaga kesinambungan tradisi dan mempererat tali persaudaraan. Halalbihalal yang mereka gelar tahun ini bukan pula sekadar jadi momen temu kangen. Ia lebih dari itu, ruang refleksi bersama tentang makna keberadaan mereka sebagai komunitas kultural di tanah rantau.

Identitas dalam diaspora

Lamaholot adalah salah satu entitas etnolinguistik yang mendiami wilayah timur Nusa Tenggara Timur, meliputi Flores Timur daratan, Pulau Solor, Adonara, dan Lembata. Identitas Lamaholot tidak hanya dibangun melalui bahasa dan adat istiadat. 

Namun, melalui relasi sosial yang terpelihara kuat dalam struktur kekeluargaan yang bersifat komunal. Ketika anggota komunitas Lamaholot bermigrasi ke wilayah lain, seperti Nabire mereka membawa serta nilai-nilai kultural tersebut.

Di lingkungan yang plural seperti Nabire, mempertahankan identitas etnik menjadi tantangan sekaligus peluang. Tantangan muncul dalam bentuk asimilasi budaya yang dapat melunturkan ciri khas komunitas. 

Namun, justru dalam lingkungan majemuk, identitas dapat diteguhkan melalui kegiatan-kegiatan sosial seperti halalbihalal, di mana unsur budaya dan agama berkelindan dalam harmoni.

Tradisi halal bihalal di kalangan masyarakat Lamaholot di Nabire merepresentasikan akulturasi antara nilai Islam dan budaya lokal. Ini memperlihatkan kelenturan budaya Lamaholot yang mampu berdialog dengan nilai-nilai universal seperti toleransi, kasih sayang, dan kebersamaan. 

Melalui halal bihalal, komunitas Lamaholot tidak hanya merayakan Idul Fitri sebagai bagian dari agama, tetapi juga mengartikulasikan nilai-nilai budaya dalam konteks kekinian.

Halal bihalal menjadi ruang sosial tempat keluarga besar berkumpul, mempererat ikatan emosional antar generasi, dan memperbarui komitmen terhadap nilai-nilai luhur warisan leluhur. Dalam momen ini, terjadi pertukaran cerita, penyampaian pesan moral dari tetua adat, hingga pembentukan wacana kolektif tentang masa depan komunitas. 

Anak-anak dan remaja generasi kedua dan ketiga yang lahir dan besar di tanah Papua dapat menyaksikan langsung praktik budaya dan narasi identitas mereka, menjadikan halalbihalal sebagai ruang edukatif yang informal namun sangat efektif.

Konsolidasi sosial dan modal budaya

Kegiatan halal bihalal juga merupakan bentuk konsolidasi sosial yang memperkuat kohesi internal komunitas. Di tengah tantangan kehidupan urban dan ketersebaran geografis antar anggota keluarga, kegiatan seperti ini menjadi sarana penting untuk memperkuat modal sosial. 

Saling maaf-memaafkan tidak hanya berdimensi spiritual, tetapi juga menjadi sarana restoratif untuk menyelesaikan berbagai konflik kecil yang mungkin muncul dalam keseharian.

Lebih jauh lagi, melalui halal bihalal, komunitas Lamaholot di Nabire turut membangun modal budaya. Mereka memperkenalkan tarian daerah, lagu-lagu etnik, dan makanan khas Lamaholot dalam setiap gelaran. 

Ini bukan sekadar pelestarian, tetapi juga bentuk advokasi budaya yang memperkenalkan identitas mereka kepada masyarakat luas di Nabire. Kegiatan ini menunjukkan bahwa menjadi bagian dari komunitas etnik tertentu tidak berarti eksklusif, tetapi justru memperkaya keragaman dan memperkuat semangat kebangsaan.

Menjawab tantangan zaman

Kehadiran generasi muda dalam kegiatan halal bihalal juga menjadi indikator penting keberlangsungan tradisi. Di era digital, di mana keterikatan terhadap akar budaya seringkali tergerus oleh gaya hidup modern, upaya untuk melibatkan pemuda menjadi strategis. 

Halal bihalal dapat menjadi platform untuk menginternalisasi nilai-nilai kultural secara kreatif, misalnya, melalui dokumentasi kegiatan, diskusi budaya atau lomba kreatif yang berbasis kearifan lokal.

Lebih dari itu, komunitas Lamaholot di Nabire juga dapat menjadikan kegiatan ini sebagai titik tolak penguatan peran sosial mereka dalam pembangunan daerah. Dengan semangat gotong royong dan modal sosial yang kuat, mereka dapat berkontribusi dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial di lingkungan tempat tinggal mereka, tanpa harus menanggalkan identitas asal.

Harmoni dalam perbedaan

Halal bihalal Keluarga Besar Lamaholot di Nabire bukan hanya tentang nostalgia atau rutinitas tahunan. Ia adalah manifestasi nyata dari usaha mempertahankan akar sambil menumbuhkan cabang-cabang baru dalam konteks sosial yang berbeda. Di tengah pluralitas Papua, kegiatan ini adalah oase harmoni, ruang dialog antargenerasi, dan titik temu antara masa lalu dan masa depan.

Merajut silaturahmi dan meneguhkan identitas adalah dua tugas utama komunitas diaspora seperti Lamaholot. Keduanya tidak selalu mudah, tetapi dengan semangat kolektif dan komitmen terhadap nilai-nilai kultural. 

Hal itu bukan hanya mungkin, tetapi menjadi keniscayaan. Dalam konteks inilah, halal bihalal menjadi lebih dari sekadar tradisi; ia adalah strategi kultural untuk bertahan, tumbuh, dan memberi makna dalam keberagaman.

Tinggalkan Komentar Anda :