KARUBAGA, ODIYAIWUU.com — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tolikara mendorong perubahan status sebagian wilayah Taman Nasional Mamberamo Foja (TNMF) menjadi kawasan produksi terbatas, guna membuka akses pembangunan di Distrik (Kecamatan) Wari, Douw, dan Egiam.
“Tiga distrik ini mengalami kesulitan akses dan ketersediaan infrastruktur karena masuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Mamberamo Foja. Padahal, masyarakat adat setempat telah lama menjaga alam secara turun temurun sesuai adat setempat,” ujar Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Tolikara Dr Imanuel Gurik, SE, M.Ec.Dev dari Karubaga, kota Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan, Minggu (20/7).
Pembatasan akses ke sejumlah distrik dalam kawasan konservasi taman nasional tersebut malah menghambat hak-hak dasar warga masyarakat, terutama akses atas pendidikan, kesehatan, dan lahan hidupnya. Pembukaan akses bagi masyarakat lokal melewati taman nasional bukan bertujuan mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam.
“Langkah pembukaan akses ke distrik-distrik itu bukan upaya eksploitasi atas sumber daya alam dalam kawasan lindung itu, tetapi solusi yang adil yang memungkinkan pembangunan berkelanjutan, membuka konektivitas antar wilayah serta mengaktifkan potensi pertanian, agroforestry, dan BUMDes,” kata Imanuel, mantan Kepala Bappeda Tolikara
Menurut Imanuel, usulan tersebut juga sudah disampaikan saat berlangsung Rapat Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Papua Tengah dan Papua Pegunungan di Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, dengan dukungan penuh dari Bupati Tolikara dan pemerintah lintas provinsi. Pertemuan dihadiri juga Sekretaris Daerah Tolikara Dr Yosua Noak Douw, S.Sos, M.Si, MA dan sejumlah pimpinan OPD Tolikara.
“Perubahan zonasi dalam kawasan Taman Nasional Mamberamo Foja diharapkan memperkuat peran serta masyarakat adat sebagai pelaku pembangunan, bukan sekadar objek konservasi. Konservasi tidak boleh meniadakan hak hidup masyarakat. Keadilan ekologis adalah hak konstitusional,” ujar Imanuel, doktor Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis lulusan Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura.
Imanuel menambahkan, langkah strategis berikutnya adalah dialog lintas sektor, kajian akademik terpadu, revisi RTRW, serta perlindungan hukum atas hak ulayat.
“Pemerintah pusat dan lembaga konservasi diharapkan membuka mata bahwa Papua bukan hanya kawasan hijau, tetapi ruang hidup manusia yang dinamis,” kata Imanuel, Magister (S2) jebolan Program Magister Ekonomi dan Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tahun 2009. (*)