NABIRE, ODIYAIWUU.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Tengah Donatus Mote, SIP, MM mendorong agar sekolah kedinasan yang sedang membuka pendaftaran penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2025 kuota Kabupaten Deiyai memprioritaskan anak-anak asli Deiyai.
“Penerimaan calon mahasiswa kedinasan tahun 2025 kuota Deiyai harus memprioritaskan orang asli Deiyai. Keberpihakan terhadap generasi muda Deiyai merupakan kunci dalam menciptakan transformasi sosial dan pembangunan sumber daya manusia yang berkelanjutan,” ujar Donatus, Ketua Fraksi Otsus DPRP Papua Tengah dari Waghete, Deiyai, Jumat (20/6).
Legislator utusan adat atau Otsus Papua ini menegaskan, anak-anak Deiyai harus mendapatkan afirmasi nyata dalam akses terhadap pendidikan kedinasan yang merupakan jalur strategis untuk membentuk aparatur yang kompeten dan berintegritas.
“Usai kuliah mereka akan kembali mengabdikan diri untuk membangun Deiyai dan Papua. Saya minta secara tegas agar sekolah-sekolah kedinasan khusus kuota Deiyai harus prioritaskan anak-anak Deiyai. Mereka adalah generasi masa depan yang layak didukung penuh oleh pemerintah setempat. Kesempatan sekolah kedinasan harus benar-benar dimanfaatkan putri-putri asli Deiyai.” ujar Donatus.
Langkah memberikan prioritas bagi anak-anak Deiyai merupakan amanah Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Hal tersebut juga sejalan dengan visi dan misi Bupati Deiyai Melkianus Mote dan Gubernur Papua Tengah Meki Fritz Nawipa.
Kedua pucuk pimpinan daerah itu, kata Donatus, selalu menekankan pentingnya pembangunan sumber daya manusia asli Papua sebagai fondasi utama menuju daerah yang mandiri, berdaya saing, dan sejahtera.
Dalam delapan Misi Bupati Deiyai, poin pertama termuat jelas yaitu mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Untuk mewujudkan misi tersebut, ujar Donatus, kesempatan yang diberikan oleh pemerintah melalui sekolah kedinasan harus dijemput dan dimanfaatkan oleh anak-anak asli Deiyai.
Donatus menambahkan, visi Gubernur Papua Tengah juga jelas yaitu membangun Papua Tengah dari pinggiran dengan menempatkan orang asli Papua sebagai subjek utama pembangunan. Pendidikan adalah jantung dari misi itu.
“Proses seleksi harus dilakukan secara adil, inklusif, dan mempertimbangkan konteks otonomi khusus Papua. Saatnya anak-anak asli Deiyai mengisi sekolah-sekolah kedinasan sebagai utusan dari daerah otonomi khusus di tanah Papua,” ujar Donatus.
Sebagai legislator utusan masyarakat Deiyai, Donatus menegaskan dirinya tidak mau lihat ada sekolah-sekolah kedinasan kuota Deiyai diisi oleh bukan marga asli Deiyai. Terutama sekolah kedinasan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) harus benar-benar memprioritas 32 marga yang tersebar di Deiyai.
“Kami tidak mau lihat seperti pengalaman tahun tahun sebelumnya yang selalu saja ada anak-anak luar dari Deiyai diloloskan dalam kuota Deiyai yang seharusnya diisi oleh anak-anak asli Papua di Deiyai,” ujar Donatus.
Menurut Donatus, apapun alasannya penerimaan calon mahasiswa STPDN kuota Deiyai harus diisi oleh anak-anak asli Deiyai. Hak pendidikan bagi anak-anak Papua, termasuk Deiyai jangan dirampas lagi. Jangan pula karena kepentingan tertentu hak mereka diabaikan begitu saja.
“Sebagai anggota DPRP Papua Tengah Jalur Pengangkatan, saya berharap Pemerintah Deiyai terutama panitia seleksi harus netral, bijaksana, dan berkeadilan dalam proses rekrutmen. Otonomi khusus Papua bukan sekadar bicara tentang uang, tetapi bagaimana menerjemahkannya dalam semua aspek, termasuk pendidikan bagi orang asli Papua khususnya di Deiyai,” ujar Donatus, mantan jurnalis di Papua Tengah. (*)