DEKAI, ODIYAIWUU.com — Kabar nestapa dunia pendidikan datang dari Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan. Kabar itu dialami para siswa dan siswi, orangtua murid, masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Yahukimo serta stakeholder, khususnya di Distrik Amuma, Yahukimo.
Pasalnya, selama kurang lebih 12 tahun terakhir proses belajar mengajar (KBM) tidak berjalan alias berhenti. Para murid di sekolah negeri itu juga dikabarkan tidak mengikuti ujian akhir sekolah. Kabar miris tersebut muncul di saat masyarakat Indonesia tengah bersiap merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2025.
Pegiat sosial dan hak asasi manusia (HAM) dari Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKM) Papua Theo Hesegem, SH, MH mengatakan, pada Senin (28/7) ia menerima laporan dari Ardi Usha Layge Payage, SH di Dekai yang menyebutkan, kegiatan belajar mengajar di SD Inpres Amuma vakum alias tidak berjalan selama kurang lebih 12 tahun terakhir.
“Pada Senin, 28 Juli 2025 kami menerima laporan Ardi Usha Layge Payage, SH melalui pesan singkat Whatsapp bahwa proses belajar mengajar di SD Inpres Amuma mengalami kevakuman alias tidak berjalan,” ujar Theo Hesegem dari Wamena, kota Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Jumat (1/8).
Menurut Hesegem, laporan itu disampaikan Layge Payage dari Yahukimo setelah ia melakukan pemantauan kondisi SD Inpres Amuma, Layge Payage, ujar Hesegem, mengaku sangat prihatin sehingga perlu menyuarakan kondisi SD tersebut demi masa depan anak-anak.
Suara keprihatinan tersebut, kata Hesegem, diharapkan didengar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Prof Dr Abdul Mu’ti dan mengambil langkah cepat dengan memberi atensi sehingga banyak generasi muda tanah Papua khususnya di SD Inpres Amuma terselamatkan pendidikannya.
“Dalam laporan yang kami terima, SD Inpres Amuma mengalami kevakuman. Para murid di distrik tersebut tidak mengikut ujian. Selama ini tidak ada tenaga guru. Para guru tidak pernah aktif mengajar sehingga proses belajar mengajar tidak berjalan,” kata Hesegem, pegiat HAM dan Direktur Forum Pemberantasan Minuman Keras dan Narkoba Papua Pegunungan.
Proses belajar mengajar SD Inpres, kata Hesegem, vakum sejak tahun 2013 hingga 2025. Artinya, kurang lebih 12 tahun sekolah tersebut tidak beroperasi. Para murid terlantar, guru-guru juga tak ada yang aktif mengajar di sekolah tersebut.
Hesegem merasa prihatin dan mengingatkan agar persoalan yang dialami SD Inpres Amuma segera diperhatikan Pemkab Yahukimo melalui Dinas Pendidikan setempat. Dengan demikian, persoalan yang dialami sekolah tersebut segera dicari solusinya.
Para guru yang ditugaskan mengajar di SD tersebut perlu menyadari kalau mereka tidak melaksanakan akan merugikan anak-anak murid. Abai terhadap tugas juga abai amanat suci negara di bidang pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa.
“Guru-guru tersebut juga telah melanggar hak murid untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Para guru juga menghancurkan masa depan mereka. Kami meminta Pemerintah Kabupaten Yahukimo melakukan pemantauan di SD Inpres Amuma,” kata Hesegem.
Hesegem juga meminta Pemkab Yahukimo segera menyikapi kondisi yang terjadi di SD tersebut dan mengambil tindakan terhadap para guru yang tidak melaksanakan tugasnya.
“Kami sangat mengharapkan SD Inpres Amuma untuk diaktifkan kembali demi masa depan anak-anak. Guru-guru tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya telah melanggar hak anak dalam pendidikan,” kata Hesegem. (*)