Freeport Temukan Potensi 3 Miliar Ton Emas dan Tembaga di Papua, Laba Tahun 2024 Rp 67 Triliun

Suasana tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Sumber foto: cnbcindonesia.com, Kamis, 13 Maret 2025

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Clayton Allen Wenas mengungkapkan adanya potensi sumber daya mineral baru sebesar tiga miliar ton bijih di wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport Papua.

Temuan ini, kata Tony Wenas —sapaan akrab Clayton Allen Wenas — membuka peluang besar bagi perpanjangan umur operasi tambang setelah 2041, tahun berakhirnya izin kontrak saat ini.

Menurut Tony Wenas, saat ini Freeport memiliki cadangan sekitar 1,3 miliar ton bijih yang akan ditambang hingga 2041. Namun, di luar itu, perseroan menemukan sumber daya mineral tambahan yang jumlahnya diperkirakan mencapai 3 miliar ton.

“Cadangan kita yang ada di wilayah IUPK sekarang adalah 1,3 miliar ton bijih, yang akan diambil sampai 2041. Kemudian ada lagi sumber daya yang kira-kira jumlahnya 3 miliar ton, tetapi itu belum menjadi cadangan, masih berupa sumber daya,” ujar Tony saat berlangsung Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DRP RI di Gedung DPR/MPR RI Senayan mengutip idxchannel.com di Jakarta, Senin (24/11.

Tony menjelaskan, dari 3 miliar ton sumber daya tersebut, hanya sebagian yang dapat dicatat sebagai cadangan. Dalam praktik pertambangan, katanya, proses konversi sumber daya menjadi cadangan biasanya menyusut sekitar 30-40 persen.

“Kalau 3 miliar itu nanti jadi cadangan, kemungkinan turun sekitar 30 sampai 40 persen, sehingga mungkin tersedia sekitar 2 miliar ton cadangan,” kata Tony, magister hukum jebolan Universitas Indonesia dan Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat.

Tony menambahkan, bila sumber daya itu berhasil dikonversi menjadi cadangan, umur tambang Freeport dapat diperpanjang hingga 25 tahun lagi, dengan asumsi tingkat produksi saat ini mencapai 75 juta ton bijih per tahun.

Meski potensinya besar, lanjut Tony, sumber daya tersebut belum dapat dikategorikan sebagai cadangan karena belum melalui proses eksplorasi lanjutan, studi kelayakan, dan desain teknis tambang.

“Untuk mengubah sumber daya menjadi cadangan perlu eksplorasi menyeluruh. Prosesnya bisa memakan waktu 10 sampai 15 tahun, termasuk eksplorasi, engineering design, feasibility study, sampai pembangunan terowongan-terowongan,” katanya.

Menurut Tony, Freeport belum memulai eksplorasi intensif karena cadangan yang ada saat ini masih mencukupi kebutuhan operasi hingga 2041.

“Itu (eksplorasi) tidak kami lanjutkan. Kenapa belum? karena kan cukup masih sampai 2041, berarti saya tidak bisa justified untuk spending,” katanya.

Namun, ia menegaskan potensi 3 miliar ton ini merupakan peluang jangka panjang yang dapat menjamin keberlanjutan operasi Freeport di Papua setelah izin IUPK berakhir.

Tony sebelumnya mengatakan, PT Freeport Indonesia mencatatkan laba bersih sebesar US$ 4,1 miliar atau sekitar Rp 67,32 triliun (asumsi kurs Rp 16.420/US$) pada tahun 2024.

Secara tahunan, laba Freeport meningkat dari tahun 2023 sebesar 28,12% US$3,2 miliar. Sementara tahun 2025, Tony memproyeksikan penurunan laba ke angka US$3,7 miliar.

“Laba bersih tahun lalu adalah 4,1 miliar dolar. Tahun ini dikira-kirakan 3,7 miliar dolar karena memang tadi angka produksinya mengalami penurunan karena kahar,” kata Tony saat RDP dengan Komisi VI DPR RI mengutip cnbcindonesia.com di Jakarta, Kamis (13/3). (*)