Tahun 1964 Gé Fraternus Ruijs tiba di Indonesia. Misionaris muda dari Ordo Fratrum Minorum (OFM) ini berkarya di Keuskupan Bogor. Dua puluh tahun ia menunaikan Misi di Bogor, tanah Pasundan. Papua menjadi lahan perutusan Ruijs berikutnya. Siapa sosok Ruijs sebenarnya?
PASTOR Gé Fraternus Ruijs, OFM lahir pada tahun 1935 di Kethel, dekat dengan Schiedam, negeri Belanda. Terlahir sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Pater Ruijs (sapaan akrabnya) adalah anak bungsu dalam keluarganya.
Ayah bekerja sebagai pegawai pada satu perusahan swasta dan ibu bekerja sebagai ibu tumah tangga. Seluruh masa kecil dihabiskannya bersama dengan keluarga asal di Kethel, Belanda.
Pada usia 12 tahun, Ruijs muda mengutarakan keiginannya untuk menjadi biarawan kepada kedua orang tuanya. Kenyataannya berbeda dengan keinginnya.
Ayahnya berkeinginan agar Ruijs menjadi seorang ahli hukum. Berbeda pula dengan sang ibu yang sangat merestui putranya untuk menggapai cita-citanya menjadi biarawan.
Seluruh masa sekolah diselesaikan di negeri Belanda. Dalam buku harian Pater Ruijs, OFM, ia mengaku mewujudkan cita-cita yang bertolak belakang dengan keinginan orangtua.
“Memang tidak muda untuk menggapai cita-cita kita, kalau hal itu bertentangan dengan maksud keluarga. Namun itu semua, tidak menjadi masalah kalau Tuhan berkeinginan baik pada kita,” ujar Ruijs.
Berbekal tekad dan panggilan yang kuat, akhirnya Pater Ruijs bergabung dalam persaudaraan Fransiskan Belanda pada tahun 1956. Ia mulai menjalani masa novisiat OFM di Belanda.
Setahun kemudian ia mengucapkan kaul pertamanya. Sebelum masuk menjadi biarawan Fransiskan, kedua kakaknya terlebih dahulu sudah menjadi biarawan Fransiskan.
Misi di Indonesia
Setelah menyelesaikan studi filsafat dan teologi sebagai calon imam, akhirnya Gé Fraternus Ruijs ditabiskan menjadi imam Fransiskan pada tahun 1963. Sebagai imam muda, mula-mula ia berkarya di negeri Belanda untuk melayani persaudaraan dan Gereja lokal, sebelum akhirnya diutus ke Indonesia dan Papua.
Pada tahun 1964, ia menjadi salah satu dari empat orang Fransiskan yang siap berkarya di Indonesia. Sebagai seorang yang akan menjadi misionaris, Pater Gé Fraternus Ruijs mulai mengikuti kursus yang diperuntukkan untuk misionaris yang akan ke tanah Misi. Kursus itu meliputi bidang kesehatan, antropologi, bahasa, sosial dan lain sebagainya.
Pada akhir tahun 1964, Pater Ruijs tiba di Indonesia. Setiba di Indonesia, ia mulai berkarya sebagai pastor di wilayah Jawa Barat, Keuskupan Bogor. Ia melayani sekelompok kecil umat Katolik di desa-desa yang pada umumnya mayoritas Islam.
Pater Ruijs banyak memberi peneguhan dan semangat kepada umat yang sangat sedikit itu. Ia menjadi salah satu pastor yang giat berkarya tanpa mengenal lelah. Dia berkarya di tanah Jawa kurang lebih 20 tahun lamanya.
Hal ini cukup terbukti darinya adalah melayani dan membuat laporan bulanan tentang keadaan paroki, bukan hanya secara global tetapi sangat terperinci dan teratur.
Misalnya tentang kehadiran umat dalam perayaaan-perayaan di gereja, kebiasaan mereka untuk menerima komuni dan sakramen-sakramen lain atau aktivitas muda-mudi yang mendapat perhatian khusus dari pastor paroki.
Begitu juga jumlah katekumenat dan persiapan permandian, pelajaran agama oleh pastor dan guru-guru agama yang menjadi rekan kerja pastor, kunjungan pastor kepada umat dan kunjungan pastor kepada pasien di rumah sakit.
Lebih dari itu, masih banyak hal lain yang ditunjukan dan dibuat oleh Pater Ruijs, OFM, seorang biarawan Fransiskan dan imam.
Setelah 20 tahun berkarya di daerah Jawa Barat, pada 1983 Pater Ruijs pindah tugas ke Papua. Pada awalnya ia berkarya sebagai pastor di wilayah Hollandia (sekarang Jayapura raya).
Ia menjadi Pastor Paroki Santo Fransiskus Asisi APO sebelum akhirnya dipindahkan sebagai pastor di wilayah Keerom dan Waris. Dan masih beberapa daerah lain di Papua.
Di bumi Cenderawasih Pater Ruijs banyak memberi tenaganya demi pewartaan Injil bagi sesama. Ia dikenal sebagai orang yang serius dalam mengerjakan sesuatu dan tegas dalam menggambil suatu keputusan. Ia juga menjadi pastor yang melayani sebagian umat Katolik Jawa yang bertransmigrasi di wilayah Keerom.
Berkarya di Papua kurang lebih sembilan tahun lamanya dan di Jawa selama kurang lebih 20 tahun, waktu yang begitu lama akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke negeri Belanda untuk selamanya.
Di Belanda ia menghabiskan masa tuanya bersama dengan para Fransiskan yang sudah lama berkarya di Papua. Pater Ruijs kembali ke Belanda pada tahun 1992.
Di Belanda ia tinggal di Biara Fransiskan Heerlen. Sebelum akhirnya pindah lagi ke Biara Fransiskan Rotterdam dan menetap untuk selamanya di Biara Fransiskan Nijmegen.
Di Biara Nijmegen kondisi kesehatan Pater Ruijs mulai melemah layak seorang lansia pada umumnya. Namun hal itu tidak membuatnya tinggal begitu saja. Ia masih terus melayani umat di sekitarnya. Ia percaya bahwa hidupnya harus dipersembahkan kepada Tuhan, sang Pemilik Kehidupan.
Tak disangka pada 5 April 2016 Pater Ruijs, OFM dijemput oleh saudari maut badani atau meninggal dunia dengan tenang di biara Fransiskan (OFM) Nijmegen, Belanda. Pater Gé Fraternus Ruijs, OFM telah memberi banyak hidupnya untuk karya pewartaan Injil bagi sesamanya, baik di tanah Pasundan maupun tanah Papua.
Pater Ruijs bahkan mengabaikan kondisi kesehatannya dan juga mengabaikan keinginan pribadinya. Ia meninggal dunia dengan tenang dalam usia 80 tahun. Menjadi Fransiskan selama 60 tahun dan menjadi imam (pastor) selama 52 tahun.
Vredigando Engelberto Namsa, OFM
Biarawan Fransiskan Provinsi Fransiskus Duta Damai Papua