JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Selama dua pekan usai menerima SK Gubernur Papua Nomor SK-821.2-1260 tentang Pembatalan/Pencabutan Surat Keputusan Gubernur Papua Nomor SK. 821.2-2231 tertanggal 19 Agustus 2021 dan Pengembalian Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama ke Jabatan Semula, drg Aloysius Giyai, M.Kes langsung bergerak cepat melakukan monitoring ke seluruh unit pelayanan.
Alhasil, Alo, mantan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, menemukan sejumlah persoalan dalam proses monitoring tersebut dan langsung mengambil langkah seperti membayar jasa para medis di rumah sakit tersebut.
Alo diangkat kembali Pelaksana Harian Gubernur Papua menjadi Direktur RSUD Jayapura pada Rabu (3/5 2023) setelah sebelumnya dinonaktifkan Gubernur Lukas Enembe.
“Saya terima SK dari BKD Jumat (5/5) malam dan keesokannya langsung kontrol ke ruangan-ruangan. Saya sangat sedih karena ada banyak masalah. Contohnya di instalasi dapur, bagaimana petugas masak tiga bulan lamanya dengan rice cooker untuk rumah sakit besar ini karena boilernya rusak. Tidak bisa masak di tempat biasa,” ujar Alo Giyai kepada Odiyaiwuu.com di Jayapura, Papua, Rabu (17/5).
Akibat, ujar Alo, birokrat senior dan tokoh kesehatan Papua, makanan tidak bagus dan setiap hari dikeluhkan pasien. Namun, ia mengaku tidak apa-apa dan tidak usah dipersoalkan tetapi langsung diambil langkah untuk perbaikan.
Selain itu, kata Alo, hal lain yang lebih memprihatinkan ialah berdasarkan data yang diperolehnya, selama ini, banyak pasien malah dirujuk ke Rumah Sakit Provita, Rumah Sakit Marthen Indey atau dibawa keluar Papua. Penyebabnya, alat Computerized Tomography Scan atau CT Scan sudah rusak selama satu setengah tahun.
“Saya sudah rapat dengan tim perencanaan rumah sakit dan bagian pelayanan medik untuk segera ambil solusi. Kasihan dengan pasien dari masyarakat yang tidak mampu. Sebab biaya CT Scan ini jutaan,” kata Alo lebih lanjut.
Pihaknya juga mengaku segera merenovasi ruangan laboratorium yang retak akibat gempa pada Januari 2o23. Sejak itu, pelayanan laboratorium dilakukan di teras samping Instalasi Gawar Darurat (IGD).
“Kami sudah survei dan akan segera direnovasi, perbaikam sedikit saja. Sesudah itu pelayanan harus segera kembali ke tempat semula di ruangan yang layak,” lanjut Alo.
Menurut Alo, persoalan lain yang lebih menyedihkan ialah sejak Mei 2022 hingga Desember 2022 pihak manajemen sebelum belum membayar jasa oetugas medis. Akibatnya, mereka sering berteriak menuntut haknya.
“Puji Tuhan. Saya sudah undang tim validasi data, semua yang urus jasa-jasa rapat bersama (Selasa, 16/5) kemarin malam. Kami sudah sepakat dengan jumlah dana yang tersedia, jasa mereka mulai hari ini akan kita bagi. Saya tidak tahu, dana untuk jasa medis itu kemana,” katanya.
Sedangkan untuk jasa medis dari Januari-April 2023, pihaknya sudah meminta staf untuk menghitung dengan petunjuk teknis (juknis) yang baru sehingga mulai Senin (22/5) pekan depan dibayarkan.
“Sebab jasa medis seperti ini berkolerasi langsung dengan semangat dan kualitas pelayanan,” lanjut Alo, mahasiswa Program Doktor (S-3) Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta.
Alo mengaku, persoalan lain yang ditemukan adalah persediaan, stok obat di RSUD Jayapura yang habis dan sering menjadi keluhan pasien atau keluarganya. Ia sudah menggelar rapat dengan Wadir Yanmed dan jajarannya untuk menginventarisir masalah ini dan mencari solusi.
“Kondisi ini tidak boleh dibiarkan. Masyarakat mengeluh tapi kita masa bodoh. Itu tidak boleh. Soal ini harus segera diambil solusi. Saya sudah panggil bagian yang urus obat. Kita tahu Pemprov Papua sudah alami kekurangan dana yang tentu berpengaruh juga pada RSUD Jayapura,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya, hal yang sekarang perlu dilakukan ialah dengan dana yang kecil, digunakan untuk pelayanan masyarakat langsung. Contohnya penyediaan obat, bahan habis pakai, kateter, benang jahit di OK dan lain-lain.
Alo, mantan Kepala Dinas Kesehatan Papua, menegaskan, kendati saat ini program Kartu Papua Sehat (KPS) yang digagasnya telah hilang, namun ia tetap mencari metode untuk melayani pasien orang asli Papua (OAP) yang tidak mampu, terutama yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP.
“Walau KPS sudah tidak ada, tapi menangani pasien dari masyarakat kecil wajib dilanjutkan dengan cara bagaimana pun. Kita harus cari metodenya. Terutama pasien yang tidak punya E-KTP. Negara wajib membiayai, otsus wajib membiayai biarpun sedikit,” kata Alo, Direktur RSUD Abepura 2009-2014.
Sementara dalam rangka meningkatkan PAD bagi rumah sakit, Alo dan jajarannya akan mengambil langkah untuk membangun kerjasama rujukan pasien dengan sejumlah rumah sakit daerah di seluruh tanah Papua seperti RSUD Merauke, Wamena, Biak, Nabire, Mappi, Asmat, Serui, Sorong, dan Manokwari.
“Sebab dana Otsus sudah turun ke kabupaten/kota, itu berpengaruh ke pendanaan rumah sakit ini. Kerjasama rujukan itu penting untuk topang pelayanan kita,” kata Alo menambahkan. (Ansel Deri, Gusty Masan Raya/Odiyaiwuu.com)