JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Upaya membebaskan Captain Pilot Susi Air Philp Mark Mahrtens yang disandera perlu dibentuk tim negosiasi yang ditunjuk dan memperoleh mandat Pemerintah Indonesia, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), dan Pemerintah Selandia Baru
“Menurut saya upaya membebaskan Pilot Susi Air Philp Mahrtens, membutuhkan tim negosiasi yang benar-benar independen dan mendapat mandat Pemerintah Indonesia, TPNPB-OPM, dan Pemerintah Selandia Baru. Mandat itu tertulis agar memiliki dasar hukum dan legitimat ketiga pihak,” ujar Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Kamis (4/5).
Menurut Hesegem, berdasarkan mandat pihak-pihak tersebut tim negosiasi akan bergerak bebas berdasarkan surat mandat lalu melakukan negosiasi dengan pelbagai pihak. Biasanya, tim negosiasi yang mendapat mandat dari satu pihak guna melakukan negosiasi dengan kelompok penyandera, belum tentu kelompok penyandera menerimanya sehingga perlu mandat tiga prihak.
“Hemat saya, paling penting adalah saudara Egianus Kogeya dan teman-teman TPNPB-OPM menunjukkan tim negosiasi yang dipercaya dan diberi mandat. Apakah mandat per orang atau lembaga bisa disampaikan. Dengan demikian, aspirasi mereka melalui mandat bisa disampaikan kepada Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Selandia Baru,” kata Hesegem lebih lanjut.
Hesegem menyebut, dalam pengamatannya Egianus Kogeya tidak memiliki tim negosiasi, sekalipun ia telah melakukan penyanderaan terhadap Pilot Philip Mark sejak 7 Februari 2023 di Distrik Paro, Kabupaten Nduga. Penyanderaan dilakukan agar Pemerintah Indonesia dan Selandia Baru segera mengakui kedaulatan Papua merdeka. Tetapi setelah sang pilot disandera tidak ada tanda-tanda pengakuan dari kedua belah pihak atas tuntutan yang dimaksud mengalami jalan buntuh.
Selain itu, kata Hesegem, Panglima Jenderal Egianus Kogeya tidak punya persiapan tim negosiasi sejak pilot disandera sekalipun Egianus punya juru bicara TPNPB-OPM di luar negeri, saudara Sebby Sabom. Apa yang disampaikan Sebby Sambom adalah setiap peristiwa yang terjadi di tanah Papua yang dilakukan TPNPB OPM.
“Menurut saya, apa yang disampaikan juru bicara hanya ulasan peristiwa. Bukan negosiasi penyelesaian masalah. Itu hanya dalam bentuk kampanye-kampanye saja. Seharusnya ada negosiator untuk melakukan negosiasi dengan pihak yang bermasalah guna mengakhiri kekerasan di tanah Papua atau menjawab keinginan atau harapan TPNPB OPM di tanah Papua,” kata Hesegem.
Oleh karena tidak ada tim negosiasi yang bisa berjuang menyampaikan aspirasinya melalui jalan resmi, masyarakat sipil jadi korban. Entah jadi korban penyiksaan, penangkapan bahkan penahanan. Belum lagi masyarakat jadi korban karena harus mengungsi ke daerah orang lain dan hidup di tempat pengungsian.
“Bagi saya, soal Papua merdeka harga mati atau Indonesia harga mati, tidak penting. Namun, terpenting yaitu semua pihak harus berpikir bagimana kekerasan di Papua berakhir. Karena itu mau atau tidak mau, suka atau tidak suka aspirasi TPNPB OPM secara tertulis ada negosiator yang menyampaikan kepada Pemerintah Indonesia dan Selandia Baru,” kata Hesegem.
Menurut Hesegem, bila sudah terbentuk negosiator ketiga pihak dengan mandat resmi mulai bekerja maka tidak boleh diganggu dan dihalagi dalam bentuk dan cara apapun dalam proses negosiasi. Negosiator bebas menyampaikan aspirasi dari ketiga pihak.
“Perlu juga diketahui bawah sebuah perjuangan tanpa negosiasi dengan tatap muka dengan pihak-pihak terkait yang bertikai, masalah tidak pernah akan berakhir. Malah akan memakan waktu dan korban jiwa dari berbagai pihak. Oleh karena itu langka negosiasinya harus segera dilakukan. Meski ada dua kemungkinan bakal terjadi yaitu gagal atau sukses, namun negosiasi mengakhiri konflik kekerasan merupakan langkah yang harus terus diperjuangkan,” ujarnya.
Pihaknya juga mengaku sempat mendengar ada tim negosiasi di Nduga, yang melibatkan berbagai unsur. Namun, sejak Februari 2023 hingga saat ini belum membuahkan hasil karena dibentuk sepihak tanpa disepakati pihak TPNPB OPM.
“Sekali lagi saya menghimbau kepada anggota TPNPB agar segera menunjuk negosiatornya. Entah orang per orang atau lembagai yang dipercayai. Sebagai pejuang HAM, saya juga mengharapkan pihak TNI-Polri dan TPNPB OPM mengendalikan diri agar tidak melakukan kekerasan setelah status Papua dinaikkan menjadi operasi siap tempur. Sehingga kenyamanan pilot tidak terganggu dan selalu diselimuti rasa takut,” kata Hesegem. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)