JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Pihak keluarga Gubernur Papua Non Aktif Lukas Enembe hingga kini masih terus menagih janji pernah disampaikan Ketua Komisi Pemberantsaan Korupsi (KPK) Firli Bahuri saat menemui Enembe di kediaman pribadi di Koya, Jayapura. Firli kala itu mengatakan, pihaknya akan memberikan izin Enembe untuk berobat ke Singapura.
“Kami jadi saksi Ketua KPK Pak Firli menjanjikan bahwa jika Bapak ditahan maka ada jaminan dari KPK untuk mengantar beliau berobat ke Singapura. Bahkan sampai biaya segala macam itu ditanggung KPK. Kami keluarga menagih janji itu sekarang,” ujar Elius Enembe, adik kandung Lukas Enembe melalui keterangan yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Sabtu (11/3).
Menurut Elius, saat ini keluarga sangat mengkhawatirkan Enembe, tokoh orang asli Papua terkait kondisi kesehatan yang terus penurunan. Informasi yang diperoleh keluarga, selama sepekan Lukas mengalami gangguan serius seperti tidak bisa buang air besar, dan kaki serta tangan makin membengkak.
“Jumat (10/3), saat dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, tampak kaki Pak Lukas makin membengkak sehingga dilanjutkan ke pemeriksaan di RSPAD. Artinya sakit beliau ini serius. Beliau tak bisa buang air besar selama seminggu terakhir. Beliau sudah pakai pempers, tangan dan kaki bengkak karena kondisi ginjalnya kronis. Kalau tidak segera dibawa berobat ke Singapura, ini berpotensi melanggar HAM. Pak Lukas ini juga tokoh orang asli Papua,” kata Elius menegaskan.
Menurut Elius, kondisi kesehatan sang kakak yang kian mengkawatirkan itu sangat mungkin diakibatkan ia mengkonsumsi makanan dan obat-obatan selama ditahanan. Selama ini, ujarnya, Lukas memiliki pola dan jenis makan khusus serta obat-obatan yang direkomendasikan dokter yang sejak lama menangani Lukas.
Menurut Elius, permintaan agar Lukas berobat ke Singapura tidaklah berlebihan. Selain permintaan keluarga dan Lukas sendiri, rumah sakit di Singapura dan dokter di sana sudah menangani Lukas sejak 2012 sehingga tahu persis penanganan pengobatan yang diambil.
“Kenapa harus di Singapura karena memang Pak Lukas sudah terbiasa dengan dokter di sana. Mereka juga yang ikuti betul riwayat sakitnya. Jadi tidak ada salahnya beliau minta ke Singapura. Kalau mau KPK dampingi tidak apa-apa. Asal dibawa berobat ke Singapura atas nama kemanusiaan,” kata Elius.
Ia menambahkan, belum lama ini keluarga mendapatkan informasi dari pihak dokter rumah sakit di Singapura yang sedang meminta akses kepada Ikatan Dokter Indonesia untuk mengetahui obat-obat apa saja yang diberikan kepada Lukas selama masa tahanan, termasuk penanganan yang dilakukan di RSPAD. “Kami harap agar ada akses tersebut karena memang mereka adalah dokter yang selama ini menangani Pa Lukas,” katanya.
Lebih dari itu keluarga juga mendesak Komnas HAM untuk turun tangan langsung melihat kondisi kesehatan Lukas di tahanan, termasuk mengakses informasi kondisi terakhir Enembe di tahanan serta segera mengeluarkan hasil investigasinya kepada masyarakat.
“Kami masih mengetuk niat baik Komnas HAM agar melihat langsung kondisi bapak. Supaya obyektif sehingga bukan klaim sepihak kami saja. Dan tentu karena pintu Komnas HAM, Pak Lukas bisa mendapatkan hak asasinya sebagai manusia, termasuk untuk memilih berobat ke Singapura,” kata Elius.
Ketua Dewan Pembina Lembaga Hukum dan Ham Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma) Gabriel Goa mendesak KPK dan Komnas HAM jangan sampai mengabaikan bahkan menganggap enteng kondisi kesehatan Enembe mengingat dia juga tokoh asli Papua.
“Yang tahu kondisi kesehatan Pak Lukas itu dokter pribadi dan tim dokter ahli Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura. Selama ini mereka sangat serius menangani penyakit Pak Lukas sejak awal. Atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan tidak terkesan diskriminatif terhadap orang asli Papua oleh negara, Pak Lukas sebaiknya segera dibawa ke Singapura dengan pengawasan KPK,” ujar Gabriel Sola kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Sabtu (11/3).
Menurut Gabriel, jika terjadi kondisi terburuk atas Enembe, tokoh orang asli Papua yang sudah banyak berbuat untuk negara di Papua, KPK RI, Komnas HAM, dan pihak terkait lainnya wajib bertanggungjawab.
“Saat ini negara perlu berpikir serius mengedepankan pemenuhan hak atas kesehatan Pak Lukas. Jika KPK RI tetap pada pendiriannya dalam proses penegakan dugaan tindak pidana korupsi lalu terjadi hal terburuk maka KPK berpotensi melanggar HAM. Komnas HAM juga turut serta melanggar HAM keluarga Pak Lukas sudah mengadu secara resmi ke kantor Komnas HAM,” ujar Gabriel, aktivis HAM yang pernah bertugas di Jerman. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)