ABEPURA, ODIYAIWUU.com — Papua Voices selama Senin-Rabu (7-9/8) menggelar Festival Ke-VII Film Papua bertema Dari Kampung Kitong Cerita di Rumah Studi Duta Damai Santo Nicholaus, Padang Bulan, Abepura, Papua.
Ketua panitia festival Irene Fatagur usai pemutaran film mengatakan, festival kali ini dirangkai dengan beberapa kegiatan yaitu workshop seputar film dokumenter, pameran, nonton, diskusi, dan pameran buku yang melibatkan anak-anak muda Papua dan sejumlah pihak lain seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua.
“Dalam festival ini kitorang tidak hanya memutarkan film tapi ada sejumlah kegiatan lain seperti pameran buku bacaan karya anak-anak muda Papua,” ujar Irene kepada kontributor Odiyaiwuu.com di Abepura, Papua, Senin (7/8).
Menurut Irene, dalam festival ini Papua Voices hanya memutar beberapa film terkait kedaulatan pangan lokal, Sejarah, dan identitas. Selanjutnya film bertema perempuan dan anak, pendidikan dan kesehatan, dan buruh dan perampasan lahan pada hari terakhir.
“Tadi kitong putar dua film mengenai kedaulatan pangan lokal yang kami garap di Nabire pada akhir April lalu. Kemudian salah satunya tentang budaya yang kami garap di Biak Utara serta beberapa film lainnya,” ujar Irene.
Menurutnya, ada dua film yang merupakan karya perdana dalam proses dan tahap belajar. Namun, film-film perdana tersebut sangat menyita penonton karena tema dan setting-nya menarik dan menjadi bahan diskusi dalam festival kali ini.
“Kedua film Berbuah Merah menceritakan sosok Sisirin_Keriting, seorang sarjana Tata Boga di Nabire yang mencoba mengembangkan muah merah, buah endemik Papua. Buah merah menjadi satu produk pangan lokal dalam bentuk sambal yang bisa dikonsumsi masyarakat luas,” katanya.
Irene menambahkan, film Selektif Omnivora menampilkan tokoh Meli Badii. Badii seorang anak muda di Nabire yang sudah 11 tahun tidak mengkonsumsi nasi dan beberapa produk industri makanan dan minuman lainnya.
Irene mengatakan, pihaknya bangah karena dalam festival kali ini banyak anak muda Papua yang antusias menonton film dokumenter. Ia berharap dalam tiga hari pameran masyarakat hadir menonton film-film karya anak-anak muda Papua potensial.
“Kitorang bangga. Banyak anak muda terlibat berdiskusi berdasarkan sudut pandangnya tentang berbagai film ini. Melalui diskusi tersebut dapat diperoleh pikiran bahkan masukan apa upaya yang harus dilakukan anak-anak muda Papua tetap menjaga budaya dan mempertahankan pangan lokal di tanah Papua,” kata Irene. (Alpius Uropmabin/Odiyaiwuu.com)