Universitas Parahyangan Bandung Terbitkan Buku Terkait Keadilan dan Perdamaian di Tanah Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Universitas Parahyangan Bandung Terbitkan Buku Terkait Keadilan dan Perdamaian di Tanah Papua

Buku Membawa Keadilan dan Perdamaian Ke Tanah Papua yang baru saja diterbitkan Unpar Press, Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Jawa Barat. Foto: Istimewa

Loading

BANDUNG, ODIYAIWUU.com — Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Jawa Barat melalui Unpar Press baru saja menerbitkan buku sebagai bentuk kecintaan kepada upaya perjuangan meraih keadilan dan perdamaian di bumi Cendrawasih.

Publik tanah Air dan dunia, belakangan disuguhkan aneka persoalan konflik kekerasan yang menghunjam tanah Papua, potongan surga yang jatuh ke bumi namum belum kunjung tanggal. Sejumlah penulis yang care terhadap upaya merawat keadilan dan perdamaian di wilayah paling timur Indonesia itu menuangkan gagasannya yang terhimpun dalam buku ini.

“Unpar Press telah menerbitkan buku Membawa Keadilan dan Perdamaian Ke Tanah Papua. Buku ini berisi 21 tulisan dari banyak penulis yang mencintai Papua,” ujar salah seorang editor buku Ferry Sutrisna Wijaya kepada Odiyaiwuu.com dari Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/1).

“Buku ini merupakan kumpulan analisis dari orang-orang yang memiliki terlibat dalam upaya membawa perdamaian di Papua. Ulasan buku ini tajam, akademis, namun fokus pada solusi praktis,” ujar Profesor Hubungan Internasional University of Bath Inggris sekaligus pendiri Jaringan Studi Konflik Indonesia Timo Kivimaki.

Peneliti Papua dan aktivis Jaringan Damai Papua (JDP) Dr Adriana Elisabeth mengatakan, buku ini memberikan konfirmasi atas tiga hal. Pertama, konflik meluas dan kekerasan terus berulang di Papua.

Kedua, kebijakan negara terhadap Papua tidak sesuai dengan dinamika konflik, terutama di sektor sumber daya alam. Ketiga, para pihak memiliki multi-kepentingan (politik dan ekonomi) yang saling berkorelasi.

“Meskipun belum ada solusi yang pas, nirkekerasan merupakan cara terbaik bagi proses pemulihan kondisi Papua dalam jangka panjang menuju rekonsiliasi,” kata Adriana Elisabeth dalam buku itu.

Sedangkan peneliti senior Departemen Politik dan Perubahan Sosial, CSIS Vidhyandika Djati Perkasa mengatakan, tema-tema yang dibahas dalam buku ini sangat beragam dan sudah menggambarkan beberapa masalah penting yang sedang terjadi di Papua.

“Buku ini adalah referensi sekaligus karya budaya yang penting untuk lebih memahami kompleksitas masalah, sekaligus mencari jalan keluar yang konkret,” ujar Djati Perkasa.

Pendamping mahasiswa Mimika di Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Semarang Albertus Istiarto mengaku, memperkenalkan permasalahan di tanah Papua dari berbagai sudut pandang.

“Intinya memaparkan ada keinginan untuk menemukan wujud tanah Papua yang memberi harapan akan hidup aman sejahtera, adil dan makmur, sehat dan terdidik, sampai ke pelosok pedalaman di wilayah Papua,” ujar Albertus Istiarto, yang pernah berkarya di Kabupaten Asmat.

“Orang Papua bertanya, apakah bersama Indonesia akan diakui keadilan, hak asasi, pengakuan atas martabat manusia bagi bangsa Papua? Apakah rumah Indonesia menjamin masa depan Orang Papua? Sekelumit pertanyaan ini diulas para penulis dalam buku ini,” kata Sekretaris United Liberation Movement for West Papua Markus Haluk.

Dosen Universitas Cenderawasih Bernarda Meteray menambahkan, setelah dua puluh tahun otonomi khusus Papua berjalan dan berbagai pendekatan telah dilakukan, masalah Papua tampaknya belum mengalami pergeseran yang signifikan. Bahkan bertambah kompleks.

Sedangkan Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan KWI Romo Agustinus Heri Wibowo mengatakan, lahirnya buku ini merupakan bukti bahwa warta kemanusiaan tak pernah henti untuk didengungkan.

“Tema buku ini selaras dengan kerinduan terdalam setiap manusia. Perdamaian sejati hanya mungkin terwujud kalau ada keadilan, kebenaran, kebebasan, cinta kasih, pengampunan, dan rekonsiliasi. Keadilan mensyaratkan pengakuan dan penghargaan dan perlindungan setiap manusia, baik itu hak atas hidup, ekonomi, politik, maupun budaya,” kata Mgr Laurentius Tarpin, Magister General Odo Salib Suci (OSC). (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :