Penjaga Bara Peradaban
Di tungku gagasan
kau letakkan api pendidikan
Kami, adonan mentah
kau panggang hingga matang
Setiap kata adalah lentera
mengusir gulita yang berumah di kepala
Kau taburkan biji ilmu
di tanah budi yang kerap gersang
Namun kami, murid yang acap berpaling
berlari mengejar bayang-bayang di jalan sunyi
Terlalu jauh melangkah hingga tersesat
terhempas gelombang keangkuhan
Saat laut merenggutku dalam pusarannya
kau berjalan di sepanjang pantai
Mencari, meneriakkan namaku
meski hanya angin yang mendengarmu
Akhirnya, kau temukan aku di tepi kehancuran
kering, remuk, tak berdaya
Kau rengkuh aku kembali ke tungku itu
membasuh luka dengan kasih yang tak lekang
Guru, penjaga nyala tak kenal lelah
meski gelisah memburu waktu
Kau tetap menyalakan bara itu
agar aku tak hilang dalam gelap
dan bersama kita menanak peradaban
Lembata, 19 November 2021
Nyanyian Hujan
Daun-daun yang layu
mendekap luka debu di punggungnya
menunggu napas basah dari langit
untuk membasuh letih yang menyiksa
Malam merentangkan selimutnya
orang-orang bersujud di altar doa
menyerahkan tubuh mereka pada tetes yang belum jatuh
air mata langit yang dijanjikan
membilas dosa-dosa yang melekat di jiwa
Bulan, sembunyi di tirai awan
hati kami merintih tanpa suara
Kami kirimkan doa yang membubung tinggi
pada sang Pemilik langit dan bumi
agar hujan melawat tanah pertiwi
Wahai penjaga awan
tumpahkanlah rahmatmu!
Para petani mengaduh di ladang retak
tangan mereka menggenggam rindu pada hujan
Para pedagang duduk termangu
dagangan mereka lelah menunggu
Oh, hujan, datanglah seperti nyanyian
nyanyian rahmat yang menetes perlahan
menghidupkan daun-daun kering
mengalirkan harapan di celah tanah
dan membangkitkan jiwa-jiwa yang merapuh
Lembata, 30 Oktober 2019
Naje
Berdiri ia di tepi laut Sawu
tegak, sabar, setia seperti leluhur kami
atap lontar merunduk rendah
melindungi mimpi-mimpi para nelayan
di bawah angin yang tak pernah letih bertiup
Naje
bukan sekadar dermaga ia
tetapi pangkuan bagi mereka yang pulang terlambat
menghibur para janda yang menghitung waktu
menadah air mata anak-anak yang belum tahu arti kehilangan
Di bawah langitnya
sang lamafa melantunkan nazar
doa mereka menembus malam
memohon laut yang murah hati
dan ikan-ikan yang berenang menuju pelukan
Menjadi saksi sujud yang diam
ketika lelaki-lelaki laut membungkuk
mengharap angin tidak bengis
dan badai memilih jalan lain
Naje
di bawah bayangnya kami pulang
membawa doa yang basah oleh syukur
membasuh diri dengan sisa-sisa air hujan
berharap esok masih ada ombak yang jinak
dan laut tetap sabar menanggung kami
Kupang, 30 November 2024
Catatan:
Naje: rumah perahu atau peledang dalam bahasa Lamalera
Lamafa: juru tikam dalam tradisi berburu paus oleh nelayan Lamalera
Albertus Muda, S.Ag, Gr adalah putra Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur. Lahir di Ataili, Wulandoni, Lembata pada 9 Juli 1980. Menamatkan pendidikan dasar di SDI Ataili, SMPK APPIS Lamalera. Menyelesaikan pendidikan menengah di SMAS Seminari Sancti Dominici Hokeng, Keuskupan Larantuka, Flores Timur.
Melanjutkan studi hingga lulus di STP-IPI Malang Filial Jayapura dan Sarjana Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik di STP-IPI Malang, Jawa Timur. Ia pernah bekerja sebagai Redaktur Pelaksana Tabloid Bulanan SMANDU STAR.
Pernah pula menjadi Redaktur Pelaksana Suara Guru Lembata, wartawan wartapendidikan.com, dan Majalah Cakrawala NTT. Menulis opini di sejumlah media lokal dan nasional seperti Harian Flores Pos, Victory News, Timor Express, Pos Kupang, wartapendidikan.com, dan mediaindonesia.com.
Pernah bekerja sebagai Penyuluh Agama Non PNS pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata. Saat ini mendedikasikan diri sebagai guru di SMA Negeri 2 Nubatukan, Lembata. Dapat dihubungi melalui email: mudaalbertus@gmail.com.