Tom Beanal: Jejak Langkah Bintang Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Tom Beanal: Jejak Langkah Bintang Papua

Amiruddin al Rahab, Koordinator Kelompok Kerja Papua, Jakarta dan Anggota Komnas HAM Periode 2017-2022. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Amiruddin al Rahab

Koordinator Kelompok Kerja Papua, Jakarta dan Anggota Komnas HAM Periode 2017-2022

TOM Beanal telah pergi untuk selamanya. Tokoh Papua kelahiran Tembagapura pada 11 Agustus 1947 itu meninggal pada Senin, 29 Mei lalu di Singapura dan dimakamkan pada Sabtu, 3 Juni lalu di Kuala Kencana, Papua Tengah. Sosok seperti apa yang Anda bayangkan mengenai Tom, tokoh dari Suku Amungme, yang hampir seluruh tanah ulayat sukunya menjadi milik PT Freeport?

PT Freeport telah lama berdiri dan mengeruk emas di atas dan di dalam tanah Amungme. Wilayah tambang itu disebut “Amungsa” oleh Suku Amungme. Amungsa digambarkan sebagai ibu yang memberi kehidupan kepada segenap anak-anaknya, yaitu Suku Amungme. Dalam situasi krisis di akhir 1980-an di Amungsa, Tom Beanal adalah anak Amungsa yang muncul sebagai pemimpin. Dia adalah Kepala Suku Besar Amungme (Torei Negel).

Amungsa dan Freeport

Pada mulanya Tom Beanal adalah seorang guru. Ia mengajar di banyak sekolah di wilayah pegunungan Papua. Dia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Fakfak pada 1970-an, lalu mengundurkan diri dan meneruskan pengabdiannya sebagai guru agama Katolik.

Tom kemudian bergabung dengan organisasi lingkungan hidup Walhi. Sejak itu ia mulai aktif menyuarakan kondisi lingkungan hidup di Papua, terutama mengenai apa yang terjadi pada Suku Amungme setelah Freeport hadir di Amungsa (Mimika).

Kehadiran Freeport menimbulkan berbagai gejolak. Gejolak terbesar pecah pada 1977, ketika ibu-ibu menduduki landasan pesawat terbang sebagai protes terhadap Freeport. Protes kemudian berkembang ketika Kelly Kwalik memotong pipa konsentrat dan mengangkat senjata. Gejolak itu kemudian dipadamkan dengan kekuatan aparat bersenjata oleh pemerintah. Namun, gejolak secara sporadis terus terjadi dalam skala yang lebih kecil.

Di pertengahan 1990-an, gejolak besar kembali pecah. Protes ini dipimpin Mama Yosepa Alomang. Aksinya membuat pesawat Freeport tidak bisa mendarat seharian. Protes juga dilancarkan untuk menolak pembangunan Kota Kuala Kencana karena pemerintah tidak memberikan ganti rugi yang pantas kepada masyarakat.

Banyak orang Amungme yang menjadi korban dalam gejolak ini. Tom sebagai kepala suku lalu mempelopori pembentukan organisasi modern untuk seluruh suku Amungme, yaitu Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (Lemasa). Bersama Lemasa, Tom bersuara keras untuk membela sukunya.

Dengan Lemasa pula Tom menjadi juru bicara, yang tidak terbatas lagi pada Amungme, tapi juga seluruh Papua. Dia bahkan berhadap-hadapan dengan Freeport secara langsung, terutama setelah 1996, ketika pecah peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius terhadap suku Amungme oleh aparat keamanan di areal Freeport.

Pada 1996, Uskup Jayapura Herman Munninghoff menerbitkan laporan mengenai dugaan pelanggaran hak asasi di areal Freeport selama 1994-1995. Laporan yang berisi kesaksian para korban itu langsung mengundang perhatian nasional dan internasional. Laporan itu kemudian dipublikasikan oleh Lemasa di Jakarta, yang dibantu oleh Walhi, YLBHI, Elsam dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Komisi Nasional HAM juga memberikan perhatian dan turun ke Timika untuk menyelidikinya. Dalam seluruh proses advokasi terhadap peristiwa yang dilaporkan Uskup Herman itu, nama Tom pun mencuat.

Bisa dikatakan bahwa Tom menjadi bintang terang dalam proses advokasi HAM Papua. Tentu ada nama-nama lain, tapi namanya jauh lebih bersinar karena ditopang oleh suku Amungme melalui Lemasa dan kemampuannya dalam menjalin kerja sama dengan banyak organisasi dan tokoh di dalam dan luar Papua.

Puncak terang nama Tom terjadi saat ia bersama Mama Yosepha Alomang menggugat Freeport ke Pengadilan Federal Amerika Serikat di Louisiana, Amerika. Pengacara yang mendampingi saat itu adalah Martin E. Reagen Jr. dari Amerika dan Abdul Hakim Garuda Nusantara dari Indonesia (Elsam).

Meminta Merdeka di Istana

Sejak munculnya gugatan itu, keadaan Suku Amungme terpublikasikan secara lebih luas, khususnya mengenai berbagai dugaan pelanggaran HAM di Papua. Dengan sendirinya sosok Tom bukan lagi sekadar tokoh sukunya, tapi menjelma sebagai tokoh Papua.

Ketika reformasi terjadi pada 1998, situasi Papua juga dinamis. Bersamaan dengan gejolak yang terjadi di Jakarta akibat runtuhnya kekuasaan Orde Baru Soeharto, gejolak politik juga mekar di Papua. Tokoh-tokoh politik Papua melakukan aksi dan konsolidasi. Gagasan utama mereka adalah meminta pemerintah pusat membuka ruang dialog mengenai masa depan Papua.

Titik kulminasi dari dinamika politik ini adalah terhimpunnya 100 tokoh Papua dari segenap elemen masyarakat. Penghimpunan para tokoh itu dilakukan oleh Forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya (Foreri), yang saat itu menjadi wadah bagi tokoh-tokoh Papua berdiskusi. Setelah melalui diskusi yang panjang antara Foreri dengan pejabat utusan pemerintah pusat, disepakatilah untuk melakukan dialog dengan Presiden BJ Habibie pada Februari 1999.

Ketika bertemu Habibie di Istana Negara, Jakarta pada 26 Februari 1999, Tom Beanal menjadi juru bicara Tim 100. Usai acara keprotokolan, Tom, yang biasanya lembut, kini berbicara lantang di hadapan Habibie bahwa Papua hendak keluar dari Indonesia dan menuntut segera diadakan perundingan internasional mengenai kedaulatan Papua.

Habibie terkejut dan tidak langsung merespons. Dia tampak membutuhkan waktu sejenak untuk menimbang. Namun, kemudian Presiden menyatakan bahwa hal yang disampaikan Tom sebaiknya direnungkan lagi dan dikomunikasikan kembali dengan rakyat Papua.

Setelah pertemuan itu, kondisi politik di Papua dan Jakarta kian dinamis. Pemilihan umum 1999 menghasilkan pergantian kekuasaan dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi presiden. Kehadiran Gus Dur ini memberi angin kepada tokoh-tokoh Papua untuk terus menyuarakan aspirasi politiknya. Dukungan massa juga berkembang lebih luas.

Elite-elite Papua kian percaya diri. Ruang yang dibuka Presiden Gus Dur dimanfaatkan mereka secara maksimal. Buahnya adalah terbentuknya Presidium Dewan Papua pada 2000. Theys H. Eluay dan Tom lalu didapuk menjadi pimpinan Presidium dengan Thaha Alhamid sebagai sekretaris jenderal.

Perpaduan tiga tokoh ini bisa dibaca sebagai kristalisasi dari segenap unsur masyarakat Papua. Ia bisa dikatakan juga sebagai puncak terbentuknya “nasionalisme” Papua dalam menjangkau masa pendukung yang lebih luas, yaitu nasionalisme Papua yang menerobos pantai, lembah, dan gunung-gunung serta  sekat-sekat agama (Amiruddin, 2006).

Bintang Kemanusian

Perkenalan dan perjumpaan saya dengan Tom Beanal dimulai pada 1996. Tom mungkin terlihat sebagai sosok yang keras tapi ia sesungguhnya orang yang ramah dan bertutur bahasa yang lembut. Dia juga mudah berinteraksi dengan orang-orang baru.

Lemasa yang ia dirikan bersama beberapa tokoh Amungme lain adalah wadah welas asihnya kepada segenap warga Amungme. Setiap saat Tom bisa mendengarkan siapa saja yang datang ke Lemasa yang berkantor di Kwamki Lama untuk bercerita mengenai kesulitan-kesulitan mereka. Bukan hanya orang Amungme, suku-suku lain juga dapat datang. Bahkan orang Bugis yang mengalami kesulitan dalam mengurus tanahnya juga dibantu Lemasa.

Isu lingkungan hidup dan hak asasi manusia yang ia advokasi adalah ekspresi kemanusiannya. Persoalan kemanusian adalah pengalaman hidupnya di atas tanah ulayatnya sendiri, yaitu Amungsa. Tom dibentuk oleh pergumulan dalam menghadapi tindakan-tindakan tidak manusiawi terhadap warga sukunya, baik oleh proses penambangan emas maupun tindakan aparat keamanan.

Ranah politik yang dimasuki Tom merupakan kelanjutan dari perjuangannya untuk kemanusian. “Kami di Papua ini sudah terlalu banyak berkorban, Adek,” katanya kepada saya. Kalimat pendek itu ia sampaikan dengan lirih dan mata yang menerawang. Saya selalu mengingat Tom sebagai orang tua, guru, dan sahabat berdiskusi yang menyenangkan. Selamat jalan, Pak Tom.

Sumber: Tempo.co, 8 Juni 2023

Tinggalkan Komentar Anda :