Oleh Samuel Kogoya
Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan
JANGAN pernah lupa bila saat ini kita hidup dalam ancaman dan bayang-bayang HIV/AIDS! Peringatan ini tentu sangat baik menghindar dari ancaman penyebaran HIV/AIDS. Kita tahu, menjelang tanggal 1 Desember seluruh umat manusia di muka bumi, tak terkecuali Indonesia, memperingati Hari AIDS Sedunia atau World AIDS Day.
Tahun 2023, seluruh masyarakat Indonesia juga akan kembali memperingati Hari AIDS Sedunia. Tujuan, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar semakin waspada terhadap bahaya penyakit HIV/AIDS. Tahun ini, tren prevelensi pengindap HIV/AIDS di Indonesia terus menanjak dan mencekam.
Data yang dirilis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan, terdapat 519.158 orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Di Provinsi Papua, berdasarkan data hingga bulan Juni 2022, sebaran angka ODHA menyentuh angka 46.967 ribu jiwa.
Data di atas ibarat gunung es. Artinya jumlah tersebut yang ditemukan di permukaan dan sedikit dari jumlah terpendam di dasar yang belum terdeteksi. Seluruh Papua terancam HIV/AIDS dan sewaktu-waktu mengintai dan saja mengancam nyawa penduduk. Pertanyaannya, mengapa angka HIV/AIDS di Papua begitu tinggi dan memprihatinkan?
Faktor utama
Paling kurang, hemat penulis ada tiga faktor utama tingginya angka persebaran kasus HIV/AIDS. Pertama, kurangnya edukasi dan pemahaman yang baik dan konperensif di kalangan masyarakat tentang bahaya HIV/AIDS.
Kedua, menjamurnya praktik dan tempat prostitusi yang tidak terkontrol di mana-mana. Ketiga, perilaku seksual bebas yang tidak aman bagi pria atau wanita.
Lalu bagaimana kita menekan agar virus ini tidak menyebar terus? Kita tahu, salah satu faktor utama penyebab seseorang tertular virus HIV adalah hubungan seksual yang tidak aman. Ini merupakan faktor dominan di Indonesia dan Papua. Selain tentu berbagai faktor lainnya.
Oleh karena itu, ada sejumlah upaya dan jalan kelua, solusi yang dapat dikemukakan di sini. Pertama, kita harus mulai melakukan edukasi, penyuluhan dengan semua sumber daya yang ada dan sarana yang tersedia.
Pendidikan dan pengetahuan terkait seksual harus diajarkan dan dikampanyekan secara berskesinambungan sejak dini mulai dari keluarga. Sekolah-sekolah di Papua harus bisa bersinergi memasukkan pendidikan penanggulang AIDs sebagai kurikulum lokal yang diajarkan di setiap sekolah.
Selain itu, lembaga-lembaga keagamaan harus menjadi motor penggerak menekan laju pemberantasan HIV melalui pendidikan dan pelatihan. Pemerintah daerah di Papua harus mendorong tersedianya anggaran yang cukup untuk keguatan penyuluhan bagi masyakatnya bekerja sama dengan LSM maupun lembaga-lembaga lainnya. Apa artinya pembangunan giat dilaksanakan jika keselamatan rakyat tidak menjadi prioritas?
Kedua, praktik prostitusi yang marak terjadi dan tidak dapat didata atau terkontrol dan terkonsentrasi, baik prostitusi masif maupun online sangat membahayakan dan menambah laju penyebaran virus HIV. Karena itu, kampanye pola seks yang aman perlu dilakukan terus-menerus. Seks yang aman yaitu setia kepada pasangan
Ketiga, saatnya para pasangan muda-mudi yang hendak menikah atau melakukan pemeriksaan darah bebas HIV/AIDS sebagai salah satu syarat perkawinan. Tujuannya, perkawinan yang akan dilangsungkan menghasilkan keluarga dan generasi yang berkualitas.
Keempat, saatnya juga dilakukan sosialisasi secara terbuka tentang pentingnya penggunaan kondom sebagai salah satu alat guna mencegah tertularnya virus HIV. Penggunaan kondom menjadi kontroversial dan jarang diungkap atau masih dianggap tabu untuk diperbincangkan. Padahal, untuk sementara sarana ini merupakan satu-satunya alat cegah yang efektif.
Jika seseorang yang sudah terinfeksi maka kondom menjadi pengaman agar pasangan tidak tertular. Di Papua khususnya daerah-daerah pedalaman, kondom ditentang dengan dalih mengijinkan pengunaan kondom sama saja melegalkan atau mengijinkan praktik prostitusi atau persinahan.
Dengan demikian, kondom dianggap tabu untuk diperbincangkan. Dalih ini saatnya kita lawan. Kita ubah paradigma ini. Kita tidak mungkin melarang seseorang melakukan hubungan seksual apalagi seks yang tidak aman. Seks dengan kondom perlu diingatkan agar bisa melindungi nyawa manusia yang adalah ciptaan Allah. Soal pertobatan adalah urusan personal.
Khusus untuk daerah pedalaman dan wilayah-wilayah terpencil di Papua ketersediaan dan distribusi kondom menjadi penting. Kondom harus tersedia dan mudah dijangkau dengan harga murah. Kondom juga perlu tersedia di tokoh-tokoh obat, apotik atau tempat-tempat publik agar dapat melindungi prilaku orang-orang melakukan seks bebas.
Ada semacam mitos di masyarakat bahwa seks dengan menggunakan kondom kurang puas dan lebih bagus tanpa kondom. Pemahaman ini harus diluruskan mengingat seks yang bagus, aman, dan berkualitas adalah setia kepada pasangan. Ketika kita hendak keluar dari kata “setia” kepada pasangan, maka kondom adalah yang aman walaupun secara pribadi penulis tidak menganjurkan berzinah.
Satu hal yang perlu diingat adalah jika kita kembali kepada nilai dan norma agama adalah awal kita membungkus dan melindungi diri dari bahaya ancaman atau intaian penyebaran HIV/AIDS. Marilah jaga Indonesia dan Papua dari HIV!