Merayakan 22 Tahun Otonomi Khusus Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Merayakan 22 Tahun Otonomi Khusus Papua

Marco Kasipdana, mahasiswa Pascarsarjana UKSW Salatiga dan putra asli Papua dari Pegunungan Bintang

Loading

Oleh Marco Kasipdana

Mahasiswa Pascarsarjana UKSW Salatiga;

Putra Asli Papua dari Pegunungan Bintang

OTONOMI Khusus (Otsus) baru dikenal dalam sistem pemerintahan negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya dikenal istilah daerah khusus dan daerah istimewa.

Pada masa lalu, daerah khusus adalah daerah yang memiliki struktur pemerintahan yang berbeda dengan daerah lain karena kedudukannya. Sedangkan Daerah Istimewa adalah daerah yang memiliki struktur pemerintahan berbeda karena perbedaan atau keistimewaan berupa susunan asli masyarakat.

Otonomi khusus secara resmi menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan negara melalui Perubahan Kedua UUD 1945. Keberadaan otonomi khusus merupakan salah satu bagian dari politik penyelenggaraan negara yang semula bersifat sentralistis dan seragam menuju kepada desentralisasi dan penghargaan kepada keberagaman.

Hal ini selaras dengan demokratisasi yang menjadi arus utama reformasi. Demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan menghendaki adanya desentralisasi dan penghormatan terhadap keberagaman daerah.

Dari sisi sosial ekonomi, sentralisasi yang telah dipraktikkan selama masa Orde Baru telah melahirkan kesenjangan pusat dan daerah. Kesenjangan antar daerah berujung pada ancaman terhadap integrasi nasional.

Desentralisasi dalam bingkai otonomi daerah diharapkan dapat mewujudkan hubungan pusat daerah dan antar daerah yang lebih adil dan demokratis. Khusus untuk Aceh dan Papua, pemberian Otonomi Khusus juga diharapkan dapat menyelesaikan konflik integrasi yang telah berkepanjangan.

Perbedaan mendasar

Otonomi khusus berdasarkan UUD 1945 pasca perubahan memiliki perbedaan mendasar jika dibandingkan dengan daerah khusus berdasarkan UUD 1945 sebelum perubahan. Otonomi berarti daerah memiliki hak, wewenang dan kewajiban untuk mengurus rumah tangga sendiri atau urusan daerah sendiri di luar urusan tertentu yang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

Otonomi khusus berarti hak, wewenang dan kewajiban yang dimiliki suatu daerah ditentukan berbeda dengan daerah pada umumnya. Otonomi diberikan kepada daerah sebagai kesatuan hukum, bukan kepada pemerintah daerah.

Otonomi khusus berbeda dengan daerah khusus karena di dalam otonomi khusus perbedaan dengan daerah lain. Bukan sekadar sisi struktur pemerintah daerah, namum meliputi perbedaan ruang lingkup hak, wewenang, dan kewajiban yang dimiliki daerah. Berikut pola dan proporsi hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah khusus.

Latar belakang pemberian Otonomi Khusus (Otsus) Papua ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 menggambarkan bahwa pemberian otonomi khusus kepada Papua dilatari oleh pengakuan negara terhadap dua hal penting.

Pertama, pemerintah mengakui bahwa hingga saat terbentuknya undang-undang tersebut terdapat permasalahan di Papua yang belum diselesaikan. Permasalahan itu meliputi berbagai bidang, baik dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, maupun sosial dan budaya.

Kedua, pemerintah mengakui bahwa telah terjadi kesalahan kebijakan yang diambil dan dijalankan untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua. Diakui secara tegas bahwa apa yang dijalankan di Papua belum memenuhi rasa keadilan, belum memungkinkan tercapainya kesejahteraan, penegakan hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM), khususnya bagi masyarakat Papua.

Di sisi lain, juga diakui bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam tidak digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli. Buntutnya, muncul kesenjangan baik di antara masyarakat Papua maupun antara Papua dengan wilayah lain di Indonesia.

Sentralistik

Hal itu terjadi karena kebijakan masa lalu yang bersifat sentralistik dengan mengabaikan kondisi khusus yang ada di Papua. Kebijakan yang pernah diterapkan di Papua tidak hanya mengabaikan aspek kesejahteraan masyarakat Papua.

Lebih dari itu mengingkari hak-hak dasar penduduk asli serta mengingkari realitas perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua dengan berbagai masalah ikutan yang dihadapi.

Upaya-upaya yang pernah dilakukan dinilai kurang menyentuh akar masalah dan aspirasi masyarakat Papua sehingga memicu kekecewaan dan ketidakpuasan.

Berdasarkan latar belakang pembentukan UU Otonomi Khusus Papua diketahui bahwa tujuan pemberian otonomi khusus adalah untuk menyelesaikan akar masalah Papua sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua. Namun demikian, substansi UU Otonomi Khusus Papua tidak mencakup upaya penyelesaian seluruh akar persoalan di Papua.

Secara spesifik UU Otonomi Khusus Papua menyatakan bahwa tujuan Otonomi Khusus Papua sebagai berikut. Pertama, mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi lain. Kedua, meningkatkan taraf hidup masyarakat di Provinsi Papua.

Ketiga, memberikan kesempatan kepada penduduk asli Papua. Nilai-nilai dasar yang digunakan sebagai pijakan pemberlakuan Otonomi Khusus adalah perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, HAM, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara.

Dengan demikian, otonomi yang diberikan kepada Papua bersifat khusus; berbeda dengan otonomi yang diberlakukan di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, sudah seharusnya ketentuan otonomi daerah dan pemerintahan daerah yang diberlakukan di Papua juga berbeda dengan daerah lain di Indonesia.

Kekhususan itu dapat dilihat secara jelas dari titik berat otonomi pada tingkat provinsi, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang meletakkan titik berat otonomi pada kabupaten/kota.

Hal ini sesungguhnya merupakan pengakuan bahwa masyarakat Papua adalah satu kesatuan sosial, sedangkan kabupaten atau kota seharusnya hanya dilihat sebagai pembagian administratif atau kewilayahan saja.

Sekadar catatan mencermati capaian Pembangunan di tanah Papua dari 42 kabupaten 2 provinsi di tanah Papua. Pegunungan Bintang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Pegunungan Bintang memiliki 34 distrik 277 kampung.

Pegunungan Bintang masih diliputi persoalan kemiskinan, kebodohan, keterisolasian, ketertinggalan, keterbelakangan, ketidakadilan dan diskriminasi pembangunan bahkan kematian. Persoalan pembangunan tersebut tercermin dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pegunungan Bintang yang masih jauh dari standar nasional.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, IPM Kabupaten Pegunungan Bintang masih di bawah rata-rata nasional, yaitu 45,44 IPM. Rincian sebagai berikut: angka harapan hidup (AHH) 64,44, rata-rata lama sekolah (RLS) 2,81 tahun, harapan lama sekolah (HLS) 6,25 tahun, dan pengeluaran per kapita disesuaikan (rupiah/orang/tahun) Rp 5.409.000.

Data IPM tersebut menunjukkan, kualitas hidup masyarakat Pegunungan Bintang masih sangat rendah dibandingkan kabupaten pemekaran bersamaan yakni Kabupaten Tolikara, Yahukimo, dan Lani Jaya yang IPM-nya berkembang cepat.

Karena itu, dibutuhkan perhatian serius dari pemerintah pusat, provinsi, daerah dan semua pihak peduli pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, transportasi, jaringan telekomunikasi, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur di era otonomi khusus agar manfaat otonomi khusus dapat dirasakan oleh masyarakat setempat.

Sejak Pegunungan Bintang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2002 bersama 13 kabupaten lainnya di Provinsi Papua yang disahkan pada 12 April 2003 pemerintah daerah terus berupaya dengan berbagai strategi dan kebijakan pembangunan.

Namun, selama ini strategi dan kebijakan yang diterapkan belum sepenuhnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat Pegunungan Bintang menjadi cerdas, sehat dan sejahtera. Pembangunan Pegunungan Bintang Sehat, Cerdas, Mandiri Ekonomi Berbasis Budaya dan Tata Ruang adalah visi pemerintah tahun 2021-2025.

Untuk itu, perlu diusahakan agar unsur pemerintah provinsi, pimpinan daerah, DPRD, akademisi, tokoh gereja, masyarakat, dan pemuda untuk merefleksikan capaian dan kekurangan pembangunan Pegunungan Bintang selama 19 tahun belakangan.

Kemudian, bagaimana strategi tepat untuk membangun masyarakat Pegunungan Bintang menjadi sehat, cerdas, dan mandiri di segala bidang di era otonomi khusus. Selamat Hari Otonomi Khusus Papua bagi warga masyarakat bumi Cenderawasih.

Tinggalkan Komentar Anda :