Pegiat Anti Korupsi Minta KPK RI Usut Dugaan Korupsi di Lingkungan BUMD DKI Jakarta - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Pegiat Anti Korupsi Minta KPK RI Usut Dugaan Korupsi di Lingkungan BUMD DKI Jakarta

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Kuningan Persada, Guntur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Sumber foto: wartakota.tribunnews.com, Rabu, 10 Agustus 2022

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Aktivis dan pegiat anti korupsi dari Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia Gabriel de Sola meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas dugaan korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta terkait kerjasama pengelolaan aset dengan tujuh perusahaan swasta milik oknum bernama Fredie Tan.

“Kami meminta KPK RI dan Gubernur DKI Jakarta  mengusut tuntas  kasus dugaan korupsi dan maladministrasi sesuai dengan hasil temuan Ombudsman RI pada perusahaan BUMD di lingkungan Pemda DKI Jakarta,” ujar Ketua Kompak Indonesia Gabriel de Sola melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (30/6).

Menurut de Sola, perusahaan BUMD tersebut adalah PT Jakarta Propertindo (Perseroda), Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Perusahaan BUMD DKI Jakarta tersebut, melakukan kerjasama dengan setidaknya tujuh perusahaan swasta dengan pemiliknya satu orang diduga atas nama Fredie Tan (FT). 

“Ketujuh perusahaan tersebut telah bekerjasama dengan perusahaan BUMD milik Pemda DKI Jakarta dalam kurun waktu antara tahun 2002 hingga saat ini. Saudara FT pernah ditetapkan menjadi tersangka tahun 2014 oleh Kejaksaan Agung RI, namun kasusnya dihentikan tanpa alasan jelas,” kata de Sola lebih lanjut.

Kasus yang menjadi concern Kompak Indonesia, lembaga masyarakat yang berfokus pada persoalan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut terkait dugaan penggelapan aset milik perusahaan BUMD di DKI Jakarta. 

“Patut diduga terdapat keterlibatan oknum pejabat Kejaksaan Agung RI pada saat itu yang juga menjabat sebagai komisaris pada salah satu perusahaan milik FT. Kasus ini telah mendapat pemberitaan media massa saat itu. Namun kemudian tenggelam tanpa ada kelanjutannya,” ujar de Sola, pegiat anti korupsi yang lama bermukim di Jerman.

Modus operandi dugaan korupsi dan maladministrasi tersebut adalah melakukan penggelapan aset, kerjasama pembangunan dan pengelolaan aset dengan harga jauh di bawah harga pasar. Selain itu, menjual dengan harga yang sangat tinggi (markdown), kerjasama dengan penunjukan langsung tanpa ada lelang atau tender hingga penggelapan pajak. 

“Termasuk keterlibatan oknum pejabat perusahaan BUMD yakni Direktur Utama berinisial BKS yang kemudian menjadi menteri era Presiden Jokowi. Lalu Direktur Keuangan dan oknum pejabat dari Kejaksaan Agung yang saat ini sudah purna tugas. Adapun direktur keuangan dan oknum pejabat Kejaksaan Agung tersebut diketahui juga menjabat sebagai komisaris pada perusahaan milik FT,” kata de Sola.

Menurut de Sola, kerugian negara diduga mencapai kurang lebih belasan triliun rupiah, mencakup aset yang terletak di Sentra Industri Pantai Indah Kapuk (PIK) di Jalan Kamal Muara Penjaringan, Town Office Home Office atau Toho, Mutiara Pluit, Samudera Raya No 1A Ex Pondok Tirta, dan fasilitas umum yang terletak di Muara Karang Blok 4Z8. 

Selain itu, Hotel Permata Indah, Rumah Susun Blok MN Pluit, Pacuan Kuda Pulomas (Pulomas Horse Race), Bangunan Eks Diskotik Lucky Star. Ruko di Taman Permata Indah Ruko, fasilitas umum di Pluit, Jakarta Utara, pengelolaan Pasar HWI/Lindeteves serta kerjasama pembangunan dan pengelolaan gedung ABC di kawasan PT Pembangunan Jaya Ancol.   

Menurut de Sola, upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan kekuasaan pejabat sejalan dengan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Presiden Prabowo, lanjut de Sola, selalu menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi karena praktek haram itu sangat menyengsarakan rakyat. 

“Kompak Indonesia sudah menyampaikan laporan tertulis terkait kasus dugaan korupsi dimaksud kepada Gubernur DKI Jakarta dan KPK sejak Maret 2025. Namun, hingga saat ini belum ada progres dan kelanjutan laporannya,” kata de Sola.

Selain itu, sungguh ironis salah seorang warga masyarakat yang selama ini dengan lantang menyuarakan pengusutan tuntas kasus dugaan korupsi dan praktek maladministrasi berdasarkan hasil temuan Ombudsman RI dimaksud bernama Hendra Lie (HL) selaku korban malah dipidanakan. 

Saat ini, kata de Sola, HL yang telah berusia lanjut justeru  dibungkam dan dikriminalisasi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik kepada Fredie Tan dan kasusnya sedang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Berdasarkan pengamatan Kompak Indonesia, kata de Sola, kasus tersebut sangat dipaksakan karena hanya merupakan upaya oknum penegak hukum bersama terduga pelaku korupsi membungkam suara kritis masyarakat. 

“Seharusnya HL memperoleh perlindungan hukum, bukan dikriminalisasi dan diadili. Untuk itu kami meminta negara harus hadir dan membebaskan HL dari semua tuntutan hukum. Sejak awal proses hukum perkara ini dipaksakan yakni penyidikan oleh Mabes Polri,” ujar de Sola. 

Sejak awal, terdapat tujuh sprindik, lima SPDP, dan lebih dari tiga kali terjadi bolak balik perkara antara jaksa penuntut umum atau JPU dan penyidik, sehingga harus sudah tidak layak untuk diproses secara hukum. Ahli hukum yang juga salah satu perancang UU ITE Prof Hendri Subiakto telah memberikan keterangan di hadapan penyidik Bareskrim Polri bahwa kasus HL bukan pelanggaran UU ITE. 

“Akan tetapi tetap diproses secara hukum, sedangkan kasus dugaan korupsinya justeru didiamkan sampai saat ini. Kami minta agar KPK RI dam Gubernur DKI Jakarta memberi atensi untuk segera melakukan audit investigasi dan melakukan pengusutan atas dugaan korupsi dimaksud demi keadilan dan tegaknya hukum,” ujar de Sola. (*)

Tinggalkan Komentar Anda :