Isa
(Kepada Nasrani Sejati)
Itu tubuh
Mengucur darah
Mengucur darah
Rubuh
Patah
Mendampar tanya: aku salah?
Kulihat tubuh mengucur darah
Aku berkaca dalam darah
Terbayang terang di mata masa
Bertukar rupa ini segera
Mengatup luka
Aku bersuka
Itu tubuh
Mengucur darah
Mengucur darah
12 November 1943
Chairil Anwar
Sumber: Deru Campur Debu, 1949
Via Dolorosa
makin terasa ada kesementaraan
berbunga dalam dada
bila kematian tadi di bayang sendiri
tanah kelahiran selalu menerima kepedihan umur
sampai pun suara seru: aku pun pergi tua selalu tersua
matahari pasir
aku pun ingin kembali, wahau matahari mawar
tinggal kini seberkas cahaya di mesin desis
dalam keinginan berjaga keinginan membela
mata yang kulalui genangan rawa tepi kota yang bengis
dengan sisa iman yang terkikis oleh tangis
kuterbang dari jiwa yang mengambang di rawa kota yang jauh
sebab sayatan ratap pedih diri sendiri
dosa dan binasa pernah padanya berkecup ramah
mengajak kembali ke tanah lahir yang menerima kepediman umur
wahai udara yang berdarah pengorbanan
dalam segala ruang, detik dan ketiadaan
sampai pun terbongkar hancur satu elektron oleh pencari
engkau masih buat apa bagi yang belum puas terima
Gerson Poyk
Sumber: Dari Rote ke Iowa, 2016
Celana Ibu
Maria sangat sedih
menyaksikan anaknya
mati di kayu salib tanpa celana
dan hanya berbalutkan sobekan jubah
yang berlumuran darah
Ketika tiga hari kemudian
Yesus bangkit dari mati,
pagi-pagi sekali Maria datang
ke kubur anaknya itu, membawa
celana yang dijahitnya sendiri
dan meminta Yesus mencobanya
“Paskah?” tanya Maria
“Pas!” jawab Yesus gembira
Mengenakan celana buatan ibunya
Yesus naik ke surga
Joko Pinurbo
Sumber: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi, 2004
Biografi singkat
Chairil Anwar lahir 26 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara dari pasangan suami-istri Toeloes dan Saleha. Ia adalah anak tunggal. Kedua orang tuanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Sang ayah pernah menjabat Bupati Indragiri, Riau tahun 1948.
Chairil Anwar masuk Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar khusus untuk orang pribumi era kolonial Belanda. Kemudian melanjutkan sekolah selama setahun di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (Mulo) di Medan. Mulo setingkat SLTP.
Setelah itu, Chairil Anwar pindah ke Mulo Jakarta dan bertahan hingga kelas dua. Saat itu, ia banyak membaca buku-buku setingkat Hogere Burger School (HBS). Awal terjun menjadi penyair dilatari hobinya belajar bahasa asing secara otodidak. Tak berlebihan ia fasih bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman.
Kemampuan Chairil Anwar belajar bahasa asing menjadi pintu pembuka jalan mempelajari berbagai karya sastra dunia. Tahun 1942, dua sajak perdananya lahir yaitu Nisan (terbit Oktober) dan Penghidupan (terbit Desember).
Tak lama berselang, tahun 1943 Chairil Anwar menulis saja Aku. Sajak itu sangat populer dan menjadi rujukan di berbagai sekolah. Aneka peristiwa yang menyertai ziarah hidupnya sangat menginspirasi seorang Chairil. Tahun 1948 lahir puisinya, Krawang Bekasi.
Diksi-diksi indah Chairil Anwar menjadi kekhasan dalam setiap rangkaian puisinya. Tak berlebihan, sastrawan pelopor Angkatan 45 ini mendapat julukan Si Binatang Jalang. Ia juga salah seorang penyair legendaris yang dimiliki Indonesia. Biografi Chairil Anwar menjadi buruan penikmat sastra Indonesia dan dunia.
Chairil Anwar tutup usia pada 28 April 1949. Ia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ) atau saat ini Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo. Jenazah Chairil Anwar dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.
Sejumlah puisi Chairil Anwar antara lain Aku (Maret 1943), Penghidupan (Desember 1942), Diponegoro (Februari 1943), Tak Sepadan (Februari 1943), Taman (Maret 1943), Kenangan (April 1943), Pelarian (Februari 1943), dan Sendiri (Februari 1943).
Kemudian, Merdeka (Juli 1943), Sia-sia (Februari 1943), Ajakan (Februari 1943), Suara Malam (Februari 1943), Semangat (Maret 1943), Di Mesjid (Mei 1943), Kawanku dan Aku (Juni 1943), Dendam (Juli 1943), Nisan (Oktober 1942), Isa (November 1943), Doa (November 1943), Sajak Putih (Januari 1944), dan lain-lain.
***
Gerson Poyk atau lengkapnya Gerson Gubertus Poyk lahir 16 Juni 1931 di Namodale, Pulau Rote (Timur), Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Bea (sapaan akrab di Namodale) lahir dari pasutri Yohannes Laurens Poyk dan Yuliana Manu.
Gerson Poyk adalah seorang wartawan, penulis, dan sastrawan terkemuka Indonesia. Ia merampungkan pendidikan di SGA Kristen Surabaya, Jawa Timur tahun 1956. Pernah mengabdi sebagai guru SMP dan SGA di Ternate tahun 1956-1958. Kemudian, guru SMP dan SGA di Bima, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat tahun 1958.
Gerson Poyk juga pernah menjadi wartawan Sinar Harapan tahun 1962-1970. Menikah dengan gadis pilihannya, Antoneta Seba dan dikaruniai putra-putri: Fanny Poyk, Frederik Poyk, Martin Poyy, Ester Poyk, dan Agnes Poyk. Putrinya, Fanny Poyk, mewarisi bakat sang ayah menjadi seorang wartawan, penulis, dan buku-buku di bidang sastra.
Sejumlah karya sastra dengan mudah ditemukan. Misalnya, novel Hari-Hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Cumbuan Sabana (1979), dan Giring-Giring (1982). Kemudian, sejumlah Cerpen seperti Matias Akankari (1975) serta Oleng-Kemoleng dan Surat-Surat Cinta Rajagukguk (1975).
Selain itu, Nostalgia Nusatenggara (1976), Jerat (1978), Bawah Matahari Bali (1982), Requiem Untuk Seorang Perempuan (1981), Mutiara di Tengah Sawah (1984), Impian Nyoman Sulastri dan Hanibal (1988), Poli Woli (1988), dan lain-lain.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra pernah diterima Gerson Poyk. Cerpen Mutiara di Tengah Sawah mendapat Hadiah Hiburan Majalah Sastra (1961), Cerpen Oleng-Kemoleng majalah Horison (1968). Gerson Poyk mendapat beasiswa International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, USA tahun 1970/1971.
Gerson Poyk meraih hadiah Adinegoro (1985 dan 1986), hadiah Sastra Asean – Sea Write Award (1989), anugerah Kebudayaan dari Pemerintah RI (2011), dan penghargaan Pengadilan Seumur Hidup dari Kompas (2009).
Gerson Poyk meninggal pada Jumat, 24 Februari 2017 pukul 11:00 WIB di Rumah Sakit Hermina, Depok, Jawa Barat. Ia meninggal dalam usia yang menyentuh angka 86 tahun. Guru, jurnalis, novelis, cerpenis, dan budayawan ini setia menunaikan tugasnya hingga ajal menjemput.
Jenazah Gerson Poyk kemudian diterbangkan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pada Selasa, jenazahnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Damai, Kota Kupang, Selasa (28/2 2017).
Jenazah sang Maestro dimakamkan bersebelahan dengan pahlawan nasional asal NTT IH Doko. Sebagai bentuk penghargaan kepada Almarhum Gerson Poyk, tanggal 16 Juni ditetapkan sebagai Hari Sastra NTT.
***
Joko Pinurbo alias Jokpin lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962. Jokpin adalah seorang penyair legendaris Indonesia dari tanah Pasundan. Sejak di SMA Seminari Petrus Kanisius Mertoyudan ia sudah tertarik dan gemar menulis puisi. Ketertarikan menggeluti puisi diteruskan saat ia kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Yogyakarta.
Beberapa puisi Jokpin, ayah dari Maria Azalea Anggraeni dan Paskasius Wahyu Wibisono, sangat terkenal: Celana (1999), Pacar Kecilku (2003), dan Epigram 60 (2022). Ia juga meraih sejumlah penghargaan di bidang sastra, baik dalam maupun luar negeri.
Jokpin meraih Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa (2005 dan 2015), South East Asian (SEA) Write Award (2014). Ia juga menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Selain itu, meraih Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta, Sih Award, Hadiah Sastra Lontar, dan Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001).
Beberapa karya Jokpin yang terkenal adalah Perjamuan Khong Guan (2020), Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016), Tahilalat (2012), dan Malam ini Aku akan Tidur di Matamu (2016).
Jokpin menulis dengan gaya romantis, satir, dan humor. Aneka gaya seperti berujung dibaptis sebagai penyair nyentrik. Karya-karyanya diminati dan membawa warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia. Beberapa puisi karyanya juga dimusikalilasi Ananda Sukarlan dan Oppie Andaresta.