Puisi: Isa, Via Dolorosa, dan Celana Ibu Karya Chairil Anwar, Gerson Poyk, dan Joko Pinurbo - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Puisi: Isa, Via Dolorosa, dan Celana Ibu Karya Chairil Anwar, Gerson Poyk, dan Joko Pinurbo

Sumber foto ilustrasi: popbela.com, 17 April 2025

Loading

Isa

(Kepada Nasrani Sejati)

 

Itu tubuh

Mengucur darah

Mengucur darah

 

Rubuh

Patah

Mendampar tanya: aku salah?

 

Kulihat tubuh mengucur darah

Aku berkaca dalam darah

 

Terbayang terang di mata masa

Bertukar rupa ini segera

 

Mengatup luka

Aku bersuka

 

Itu tubuh

Mengucur darah

Mengucur darah

12 November 1943

Chairil Anwar

Sumber: Deru Campur Debu, 1949

Via Dolorosa

 

makin terasa ada kesementaraan

berbunga dalam dada

bila kematian tadi di bayang sendiri

tanah kelahiran selalu menerima kepedihan umur

sampai pun suara seru: aku pun pergi tua selalu tersua

matahari pasir

 

aku pun ingin kembali, wahau matahari mawar

tinggal kini seberkas cahaya di mesin desis

dalam keinginan berjaga keinginan membela

mata yang kulalui genangan rawa tepi kota yang bengis

dengan sisa iman yang terkikis oleh tangis

kuterbang dari jiwa yang mengambang di rawa kota yang jauh

sebab sayatan ratap pedih diri sendiri

dosa dan binasa pernah padanya berkecup ramah

mengajak kembali ke tanah lahir yang menerima kepediman umur

 

wahai udara yang berdarah pengorbanan

dalam segala ruang, detik dan ketiadaan

sampai pun terbongkar hancur satu elektron oleh pencari

engkau masih buat apa bagi yang belum puas terima

Gerson Poyk

Sumber: Dari Rote ke Iowa, 2016

Celana Ibu

 

Maria sangat sedih

menyaksikan anaknya

mati di kayu salib tanpa celana

dan hanya berbalutkan sobekan jubah

yang berlumuran darah

 

Ketika tiga hari kemudian

Yesus bangkit dari mati,

pagi-pagi sekali Maria datang

ke kubur anaknya itu, membawa

celana yang dijahitnya sendiri

dan meminta Yesus mencobanya

 

“Paskah?” tanya Maria

“Pas!” jawab Yesus gembira

 

Mengenakan celana buatan ibunya

Yesus naik ke surga

Joko Pinurbo

Sumber: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi, 2004

Biografi singkat

Chairil Anwar lahir 26 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara dari pasangan suami-istri Toeloes dan Saleha. Ia adalah anak tunggal. Kedua orang tuanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Sang ayah pernah menjabat Bupati Indragiri, Riau tahun 1948.

Chairil Anwar masuk Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar khusus untuk orang pribumi era kolonial Belanda. Kemudian melanjutkan sekolah selama setahun di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (Mulo) di Medan. Mulo setingkat SLTP.

Setelah itu, Chairil Anwar pindah ke Mulo Jakarta dan bertahan hingga kelas dua. Saat itu, ia banyak membaca buku-buku setingkat Hogere Burger School (HBS). Awal terjun menjadi penyair dilatari hobinya belajar bahasa asing secara otodidak. Tak berlebihan ia fasih bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman.

Kemampuan Chairil Anwar belajar bahasa asing menjadi pintu pembuka jalan mempelajari berbagai karya sastra dunia. Tahun 1942, dua sajak perdananya lahir yaitu Nisan (terbit Oktober) dan Penghidupan (terbit Desember).  

Tak lama berselang, tahun 1943 Chairil Anwar menulis saja Aku. Sajak itu sangat populer dan menjadi rujukan di berbagai sekolah. Aneka peristiwa yang menyertai ziarah hidupnya sangat menginspirasi seorang Chairil. Tahun 1948 lahir puisinya, Krawang Bekasi.

Diksi-diksi indah Chairil Anwar menjadi kekhasan dalam setiap rangkaian puisinya. Tak berlebihan, sastrawan pelopor Angkatan 45 ini mendapat julukan Si Binatang Jalang. Ia juga salah seorang penyair legendaris yang dimiliki Indonesia. Biografi Chairil Anwar menjadi buruan penikmat sastra Indonesia dan dunia.

Chairil Anwar tutup usia pada 28 April 1949. Ia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ) atau saat ini Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo. Jenazah Chairil Anwar dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.

Sejumlah puisi Chairil Anwar antara lain Aku (Maret 1943), Penghidupan (Desember 1942), Diponegoro (Februari 1943), Tak Sepadan (Februari 1943), Taman (Maret 1943), Kenangan (April 1943), Pelarian (Februari 1943), dan Sendiri (Februari 1943). 

Kemudian, Merdeka (Juli 1943), Sia-sia (Februari 1943), Ajakan (Februari 1943), Suara Malam (Februari 1943), Semangat (Maret 1943), Di Mesjid (Mei 1943), Kawanku dan Aku (Juni 1943), Dendam (Juli 1943), Nisan (Oktober 1942), Isa (November 1943), Doa (November 1943), Sajak Putih (Januari 1944), dan lain-lain.

***

Gerson Poyk atau lengkapnya Gerson Gubertus Poyk lahir 16 Juni 1931 di Namodale, Pulau Rote (Timur), Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Bea (sapaan akrab di Namodale) lahir dari pasutri Yohannes Laurens Poyk dan Yuliana Manu. 

Gerson Poyk adalah seorang wartawan, penulis, dan sastrawan terkemuka Indonesia. Ia merampungkan pendidikan di SGA Kristen Surabaya, Jawa Timur tahun 1956. Pernah mengabdi sebagai guru SMP dan SGA di Ternate tahun 1956-1958. Kemudian, guru SMP dan SGA di Bima, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat tahun 1958. 

Gerson Poyk juga pernah menjadi wartawan Sinar Harapan tahun 1962-1970. Menikah dengan gadis pilihannya, Antoneta Seba dan dikaruniai putra-putri: Fanny Poyk, Frederik Poyk, Martin Poyy, Ester Poyk, dan Agnes Poyk. Putrinya, Fanny Poyk, mewarisi bakat sang ayah menjadi seorang wartawan, penulis, dan buku-buku di bidang sastra.

Sejumlah karya sastra dengan mudah ditemukan. Misalnya, novel Hari-Hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Cumbuan Sabana (1979), dan Giring-Giring (1982). Kemudian, sejumlah Cerpen seperti Matias Akankari (1975) serta Oleng-Kemoleng dan Surat-Surat Cinta Rajagukguk (1975).

Selain itu, Nostalgia Nusatenggara (1976), Jerat (1978), Bawah Matahari Bali (1982), Requiem Untuk Seorang Perempuan (1981), Mutiara di Tengah Sawah (1984), Impian Nyoman Sulastri dan Hanibal (1988), Poli Woli (1988), dan lain-lain. 

Sejumlah penghargaan di bidang sastra pernah diterima Gerson Poyk. Cerpen Mutiara di Tengah Sawah mendapat Hadiah Hiburan Majalah Sastra (1961), Cerpen Oleng-Kemoleng majalah Horison (1968). Gerson Poyk mendapat beasiswa International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, USA tahun 1970/1971. 

Gerson Poyk meraih hadiah Adinegoro (1985 dan 1986), hadiah Sastra Asean – Sea Write Award (1989), anugerah Kebudayaan dari Pemerintah RI (2011), dan penghargaan Pengadilan Seumur Hidup dari Kompas (2009).

Gerson Poyk meninggal pada Jumat, 24 Februari 2017 pukul 11:00 WIB di Rumah Sakit Hermina, Depok, Jawa Barat. Ia meninggal dalam usia yang menyentuh angka 86 tahun. Guru, jurnalis, novelis, cerpenis, dan budayawan ini setia menunaikan tugasnya hingga ajal menjemput.

Jenazah Gerson Poyk kemudian diterbangkan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pada Selasa, jenazahnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Damai, Kota Kupang, Selasa (28/2 2017). 

Jenazah sang Maestro dimakamkan bersebelahan dengan pahlawan nasional asal NTT IH Doko. Sebagai bentuk penghargaan kepada Almarhum Gerson Poyk, tanggal 16 Juni ditetapkan sebagai Hari Sastra NTT. 

***

Joko Pinurbo alias Jokpin lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962. Jokpin adalah seorang penyair legendaris Indonesia dari tanah Pasundan. Sejak di SMA Seminari Petrus Kanisius Mertoyudan ia sudah tertarik dan gemar menulis puisi. Ketertarikan menggeluti puisi diteruskan saat ia kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Yogyakarta. 

Beberapa puisi Jokpin, ayah dari Maria Azalea Anggraeni dan Paskasius Wahyu Wibisono, sangat terkenal: Celana (1999), Pacar Kecilku (2003), dan Epigram 60 (2022). Ia juga meraih sejumlah penghargaan di bidang sastra, baik dalam maupun luar negeri.  

Jokpin meraih Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa (2005 dan 2015), South East Asian (SEA) Write Award (2014). Ia juga menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Selain itu, meraih Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta, Sih Award, Hadiah Sastra Lontar, dan Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001). 

Beberapa karya Jokpin yang terkenal adalah Perjamuan Khong Guan (2020), Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016), Tahilalat (2012), dan Malam ini Aku akan Tidur di Matamu (2016). 

Jokpin menulis dengan gaya romantis, satir, dan humor. Aneka gaya seperti berujung dibaptis sebagai penyair nyentrik. Karya-karyanya diminati dan membawa warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia. Beberapa puisi karyanya juga dimusikalilasi Ananda Sukarlan dan Oppie Andaresta.

Tinggalkan Komentar Anda :