Jelang HUT ke-59 Misi di Abmisibil, Besok Mahasiswa Pegunungan Bintang Gelar Diskusi Virtual - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Jelang HUT ke-59 Misi di Abmisibil, Besok Mahasiswa Pegunungan Bintang Gelar Diskusi Virtual

Pengurus Ikatan Mahasiswa, Pelajar, Pemuda Okbibab (IMPPO) Kota Studi Jayapura asal Pegunungan Bintang, Rabu (31/5) menggelar diskusi secara virtual bertajuk Mengenang Rekaman Jejak Masuknya Misionaris Katolik di Paroki Bintang Timur Abmisibil. Diskusi sebagai bentuk rasa syukur peringatan HUT ke-59 Misi di Abmisibil yang jatuh pada Rabu (31/5). Foto: Alpius Uropmabin/Odiyaiwuu.com

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Umat Paroki Bintang Timur Abmisibil khususnya dan umat Katolik Dekanat Pegunungan Bintang umumnya di Keuskupan Jayapura, Papua tengah berbahagia penuh syukur.

Salah satunya, sejak Jumat (26/5) Pemerintah Kabupaten dan masyarakat Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, teristimewa umat Katolik Dekanat Pegunungan larut dalam kebahagiaan menerima kunjungan Uskup Dioses Jayapura Mgr Dr Yanuarius Theofilus Matopai You di wilayah Pegunungan Bintang. Uskup pertama putra asli Papua ini akan melakukan kunjungan resmi selama sepekan di dekanat tersebut.

Kebahagiaan dan ungkapan syukur umat Paroki Bintang Timur Abmisibik akan digandakan dengan momentum peringatan 59 tahun kehadiran Gereja Katolik di paroki tersebut yang akan dirayakan pada Rabu (31/5). Kebahagiaan dan ungkapan syukur tersebut juga menjadi bagian tak terpisahkan para mahasiswa dan pelajar asal Pegunungan Bintang yang tengah menempuh pendidikan di Jayapura, kota Provinsi Papua dan sekitarnya.

Pengurus Ikatan Mahasiswa, Pelajar, Pemuda Okbibab (IMPPO) Jayapura asal Pegunungan Bintang, Rabu (31/5) menggelar diskusi bertajuk Mengenang Rekaman Jejak Masuknya Misionaris Katolik di Paroki Bintang Timur Abmisibil. Diskusi tersebut sebagai bentuk rasa syukur pada HUT ke-59 Misi di Abmisibil dan peran misionaris baik klerus maupun awam dalam sejarah perjalanan karya Misi dan peradaban umat di wilayah itu.

“Tanggal 31 Mei 1964 merupakan momentum bersejarah bagi umat Paroki Abmisibil. Pada 31 Mei umat paroki merayakan 59 tahun Gereja Katolik masuk Abmisibil. Pada tanggal itu, para misionaris pertama kali tiba di Abmisibil dari wilayah Oksibil. Karena itu, kami merayakan peristiwa syukur ini dengan diskusi,” ujar Ketua Pengurus Ikatan Mahasiswa, Pelajar, Pemuda Okbibab (IMPPO) Kota Studi Jayapura Yanmar HR Kalakmabin kepada Odiyaiwuu.com di Jayapura, Papua, Selasa (30/5).

Menurut Yanmar, diskusi secara virtual menghadirkan pembicara Melkior NN Sitokdana, S.Kom, M.Eng, tokoh muda dan dosen Universitas Satya Wacana Salatiga asal Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan.

Melkior yang juga Ketua Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik Republik Indonesia adalah intelektual muda Papua dan penulis buku Menerima Misionaris & Menjemput Peradaban Orang Pegunungan Bintang.

“Kaka Melkior akan tampil membahas atau mengulas sejarah awal kehadiran Gereja Katolik di Abmisibil dan karya Misi Gereja Katolik melalui para misionaris memberdayakan masyarakat asli kala itu dan hingga kini diteruskan umat dan masyarakat Dekanat Pegunungan Bintang khususnya di wilayah Paroki Abmisibil,” kata Yanmar.

Melkior juga akan membahas perjalanan peradaban umat Paroki Abmisibil dengan segala dinamika yang menyertainya sejak 59 tahun lalu. Peran Gereja Katolik sejak 59 tahun dalam karya perutusan memberdayakan gereja sebagai umat Allah merupakan legasi, warisan berharga yang tak hanya disyukuri namun terus dikembangkan umat dan generasi Pegunungan Bintang.

“Sebagai generasi muda, kami terus belajar sejarah kehadiran Gereja Katolik melalui karya-karya para misionaris di Paroki Abmisibil. Melalui diskusi ini kami juga dapat mengetahui kehidupan orang tua kami waktu itu. Ini penting mengingat sebagian besar dari kami Generasi OKBI belum mengetahui sejarah Misi dan perjalanan peradangan umat kala itu,” lanjut Yanmar.

Merujuk hasil penelitian Etnik Ngalum, Distrik Oksibil yang dilakukan Elyage Lokobal, Petrodes M Mega Kelidun, dkk yang diterbitkan Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Balitbang Kemenkes RI tahun 2012, dijelaskan sekilas sejarah dan perkembangan perjalanan Gereja Katolik di wilayah itu.

Dalam penelitian terkait etnis Ngalum, gambaran dan perkembangan wilayah Distrik Oksibil diketahui melalui sejarah lisan dari berbagai sumber lokal. Nama distrik itu diberikan misionaris Katolik Belanda yang datang menyebarkan agama.

Kisah tutur masyarakat menyebutkan, sekitar 1960-an misionaris Fransiskan tiba pertama kali di wilayah Pegunungan Bintang setelah berbulan-bulan menyusuri Kali Boven Digoel. Pada waktu itu para misionaris itu tinggal di daerah Mabilabol —pusat Paroki Roh Kudus— dan mulai menyebarkan agama.

Ketika tinggal di Mabilabol, mereka membutuhkan air. Kemudian mereka bertanya kepada masyarakat, “air ada di mana?” (di mana saya bisa mendapatkan air di sini?). Pertanyaan itu dijawab oleh masyarakat setempat, “ok sibil balieo” (air ada di dekat saja, di dekat sini). Akan tetapi karena penguasaan bahasa Ngalum para misionaris tersebut masih terbatas.

“Mereka (misionaris) tidak mengerti apa yang dikatakan masyarakat mengenai air. Selain itu, ketika masyarakat menjawab “ok sibil balieo”, mereka hanya menunjuk ke arah-arah tempat para misionaris ini tidak dapat melihat air. Karena mereka bingung, mereka terus bertanya. Sampai pada akhirnya mereka mengerti bahwa memang air yang dimaksudkan masyarakat setempat ada di mana-mana,” ujar Lokobal, Kelidun, dkk dalam penelitian itu.

Gereja Katolik melalui para misionaris kala itu sangat berperan dalam “membuka” wilayah Oksibil atau secara umum Pegunungan Bintang. Misi Gereja adalah salah satu bentuk persentuhan dengan dunia luar. Selain berperan dalam membuka wilayah ini, Gereja juga berkarya di pendidikan dan pelayanan kesehatan.

“Para misionaris juga mengenalkan cara menghangatkan diri dengan pakaian yang menutup seluruh bagian tubuh, mengobati penyakit dengan obat-obat tertentu, berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, juga mengenalkan rasa-rasa baru dalam masakan kepada orang Ngalum. Mereka mengajarkan Injil sambil membawa garam, fetsin, dan apa yang bisa dibagikan kepada masyarakat,” kata Lokobal, Kelidun, dkk lebih lanjut. (Alpius Uropmabin/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :